Melody

781 98 2
                                    

Disclaimer:

Boboiboy is Monsta's

Happy Reading.....

-------

"Kau sedang memikirkan apa?", Gempa menolehkan kepalanya pada Taufan yang baru saja melontarkan pertanyaan. Mereka sedang di stasiun menunggu kereta yang akan membawa mereka ke kawasan pertokoan dan Gempa memanfaatkan kesempatan itu untuk memikirkan beberapa hal.

"Bukan apa-apa. Hanya saja aku berpikir untuk mengadakan pesta kecil-kecilan nanti." Taufan tampak mengerutkan dahi namun tidak berkomentar, jadi Gempa melanjutkan, "Kupikir dengan begitu kita bisa mengenal Halilintar lebih jauh. Selain itu, anggap saja sebagai pesta perayaan terbentuknya Elementals."

Taufan mengangguk paham. "Tapi, tampaknya Halilintar bukan tipe orang yang menyukai keramaian seperti itu. Apa dia mau ikut nanti?"

Gempa tertegun. Bukan berarti ia sama sekali tidak memikirkan kemungkinan itu. Hanya saja, jauh dalam hatinya ia berharap akan ada kemungkinan –meski kecil Halilintar akan menerima ajakan mereka. Entah kenapa, Gempa merasa perlu melakukan sesuatu dengan sifat anti sosial sang komposer.

"Tapi itu bukan ide yang buruk. Kita bisa meminta bantuan Fang kalau memang dibutuhkan nanti. Sebelum itu, aku akan berusaha mengajaknya." kata Taufan yang membuat Gempa sontak terbangun dari lamunannya kemudian tersenyum. Ya, cara itu bisa dicoba. Lagipula Taufan kan memang ahli dalam mempengaruhi orang lain. Meski ia sedikit tak yakin cara yang sama akan berhasil pada Halilintar, tapi tak ada salahnya mencoba.

"Hei, kalian membicarakan apa? Kenapa tidak mengajakku?" Blaze tiba-tiba ikut menimpali. Taufan dan Gempa saling pandang kemudian tersenyum dengan kompak. "Kita akan mengadakan pesta.", kata Taufan mewakili dan seketika raut wajah Blaze berubah cerah. "Pesta? Asikkk... ada pesta!! Pesta!!" Blaze melompat kegirangan hingga menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka. Taufan segera menarik tangan adiknya itu sementara Gempa meminta maaf atas keributan yang ditimbulkan sang adik. "Hei, tenang dulu."

Beberapa saat kemudian Blaze pun sudah tenang namun binar ceria di wajahnya sama sekali tak berkurang. Melihat hal itu membuat Gempa dan Taufan mau tak mau ikut tersenyum kecil. "Kita akan berpesta nanti sebagai perayaan terbentuknya Elementals. Tapi berjanjilah satu hal padaku." Blaze mengangguk bersemangat. "Berusahalah sebisa mungkin untuk membuat Halilintar merasa nyaman. Jangan membuatnya marah dan jangan mengerjainya. Mengerti?" Blaze terdiam sejenak. Raut cerianya perlahan lenyap dan berganti dengan raut bingung dan tidak mengerti. Pandangannya pada Taufan seolah menyiratkan pertanyaan 'Kenapa?' yang membuat Taufan menghela nafas.

"Blaze tau kan kalau Hali-san itu orangnya agak sedikit penyendiri dan anti sosial?" tanya Gempa mengambil alih. Blaze mengangguk. "Nah, ini kan pesta untuk kita semua. Jadi, aku mau semuanya hadir termasuk Hali-san. Kalau misalnya dia merasa terganggu, mungkin dia tidak akan mau ikut pestanya bersama kita. Karena itu_"

"Un! Aku paham. Aku tidak akan mengerjai Hali-nii nanti." Sela Blaze seraya tersenyum lebar. Taufan dan Gempa pun menghela nafas lega. "Tapi sebagai gantinya aku boleh mengerjai Kak Taufan ya?"

"Apa? Kau tidak_"

"Tentu saja kau boleh melakukannya." potong Gempa seraya tersenyum jahil yang dibalas acungan jempol oleh Blaze. Sementara Taufan menatap tidak percaya ke arah kedua adiknya.

"Kalian tega!!"

-------

Suara dentingan piano yang mengalun lembut mengusik Ice dari tidurnya. Perlahan ia membuka mata dan menemukan dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak ia kenali. Mengerjap perlahan kemudian ia memutuskan untuk bangkit. Oh ya, ini adalah kamarnya dan Blaze. Sepertinya tadi ia kembali tertidur setelah ketiga saudaranya yang lain izin untuk pergi belanja.

Dentingan itu terdengar semakin jelas dan Ice sontak mengerutkan dahi. Merasa aneh karena tidak biasanya ia bangun dengan mudah. Padahal suara piano itu terdengar cukup samar, namun entah kenapa suara itu mampu mengusiknya. Mungkin karena ia sedang berada di lingkungan baru. Mungkin juga karena lagu yang dimainkan piano itu terdengar familiar. Ice tidak yakin mana alasan yang benar, jadi ia berusaha mencari tau. Tapi tepat ketika ia baru melangkah dari tempat tidur, tiba-tiba melodi itu berhenti dan beberapa detik kemudian tiba-tiba terdengar nada-nada tidak teratur yang dimainkan secara bersamaan yang membuat Ice terkesiap di tempat.

Menyadari ada sesuatu yang terjadi, Ice langsung berlari ke luar kamar dan mencari sumber suara itu. Seingatnya piano yang berada di ruang tengah telah di pindahkan ke kamar Halilintar. Jadi kemungkinan suara itu berasal dari sana. Dengan tergesa-gesa dan merasa aneh karena tidak biasanya ia merasa begitu, Ice berlari menuruni tangga menunju lantai satu. Dan tak butuh waktu lama baginya hingga akhirnya ia berdiri di depan sebuah pintu yang berada di depan ruang duduk.

Menghela nafas sejenak, Ice kemudian mengetuk pintu itu tiga kali dan berseru, "Hei, kau tidak apa-apa?"

Selanjutnya hening. Tidak ada suara yang terdengar. Bahkan melodi yang tadi dimainkan secara asal itu tidak lagi terdengar. Mendadak Ice merasa berada di tempat yang salah. Apa aku melakukan hal yang salah? pikir Ice bersamaan dengan terbukanya pintu di depannya.

"K_kau tidak apa-apa?" tanyanya begitu sosok Halilintar tampak dalam penglihatannya. Pria yang tampak seperti wanita itu mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu?"

"Yahh....maksudku.." Entah kenapa Ice merasa kehilangan kata-kata yang hendak diucapkannya begitu berhadapan langsung dengan Halilintar.

"Ice-niisan? Kau sedang apa?"

Dan Ice langsung bersyukur dalam hati begitu pertanyaan polos Thorn berhasil menyelamatkannya dari suasana canggung yang ada.

"Tidak. Hanya saja tadi aku mendengar permainan piano dan terbangun." Katanya. Thorn mengangguk-angguk dan beralan menghampirinya. "Aku juga mendengarnya. Lalu, tiba-tiba melodinya terdengar berantakan. Jadi aku penasaran dan ingin memastikan apa yang terjadi." timpal sang adik. Ice merasa setuju dengan itu. Ternyata tidak hanya ia yang mendengarnya.

Ia kemudian berbalik untuk kembali menatap Halilintar, tapi yang didapatinya adalah wajah merah sang komposer yang tampak menggemaskan. Tapi Ice berusaha keras menahan dirinya untuk tidak mencubit kedua pipi chubby itu. Ia tidak tau apa yang membuat Halilintar menunjukkan ekspresi seperti itu, tapi mungkin itu ada hubungannya dengan perkataan Thorn. Jadi ia membuka mulut hendak bertanya, tapi pintu di depannya tiba-tiba dibanting dengan keras dan sosok sang komposer langsung menghilang dari pandangannya.

"Hali-nee kenapa?" pertanyaan polos Thorn membuat Ice terbangun dari rasa terkejutnya. Ia menoleh menatap sang adik yang balas menatapnya dengan pandangan bertanya. Menghela nafas, akhirnya Ice berkata, "Entahlah. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya malu."

"Apa Thorn mengatakan hal yang salah?" raut wajah sang adik tiba-tiba menjadi suram dan ia menatap Ice dengan pandangan menuntut. Sekali lagi, Ice menghela nafas.

"Bukan salahmu Thorn." Katanya menghibur. Tapi salah kepolosanmu. Tambah Ice dalam hati. Ia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya pada sang adik atau adiknya yang paling polos itu akan bersedih. Dan Ice sama sekali tidak suka melihat saudaranya bersedih.

"Lalu?"

Ice mengangkat bahu. Tak berniat menjelaskan apapun "Entahlah. Aku tidak terlalu mengerti."

Thorn tampak tidak puas, namun ia tidak bertanya lebih jauh dan Ice pun tidak berniat menjelaskan lebih jauh. "Ayo kembali ke kamar. Aku juga ingin kembali tidur." Kata Ice sambil menguap lebar. Entahlah, tiba-tiba saja ia merasa mengantuk kembali.

Thorn mengangguk dan mengikuti Ice yang berjalan kembali ke lantai dua. Mengabaikan kondisi sang komposer yang meringkuk malu di dalam kamarnya sendiri. Bukannya tidak peduli, hanya saja Ice merasa dirinya bukanlah orang yang tepat dalam masalah ini. Mungkin nanti ia bisa meminta bantuan Taufan atau Gempa. Mereka lebih bisa menangani orang lain dibandingkan dirinya. Namun begitu mengingat wajah merah yang sangat menggemaskan itu, bahkan Ice yang jarang tersenyum pun tidak bisa menahan diri untuk tidak menarik kedua ujung bibirnya. Manis sekali. Sepertinya akan banyak hal menarik yang akan terjadi setelah ini.

-------

To be Continued

Day When I Can See You AgainWhere stories live. Discover now