Tears Song

862 88 18
                                    

Hallo, Akira kembali disini..

Akhirnya setelah sekian lama, Akira menemukan inspirasi untuk melanjutkan cerita ini. Maafkan Akira karena sudah menggantung para reader sekalian....

Ternyata memang sulit rasanya menjaga mood menulis. Akira jadi stress sendiri...

Bedewey, Halilintar akan super duper OOC disini. Jadi mohon dimaklumi.... *tehe 

Disclaimer dan warning masih sama.....

Happy reading..

-------

Kau berpikir jika kau sudah berhasil melangkah ketika masa lalu tidak lagi mengusikmu. Kau berpikir jika masa depan sudah terlihat saat kau memutuskan untuk tidak lagi melarikan diri. Kau berpikir begitu, namun kau lupa. Masa lalu takkan pernah meninggalkanmu meskipun kau meninggalkannya. Ia akan tetap ada bersamamu sebagai bentuk jejak atas kehidupan yang telah kau jalani. Kau mengatakan jika kau tidak melarikan diri dari masa lalu namun move on darinya. Kau salah. Yang harusnya kau lakukan bukanlah move on dari masa lalu, sekelam apapun masa lalu itu. Yang perlu kau lakukan adalah menghadapinya dan berdamai dengan masa lalumu. Menerima bahwa ia adalah bagian dari dirimu, yang membentukmu menjadi dirimu yang sekarang. Karena tanpa masa lalu kau tidak akan pernah sampai pada titik ini. Namun seperti yang selalu dikatakan orang-orang. Lebih mudah mengatakannya dibanding melakukannya. Ya, kau benar. Tapi, bukankah hidup itu sendiri adalah tantangan? Sekarang tinggal bagaimana kau akan mengatasinya. Akankah kau menghadapinya atau melarikan diri darinya? Jawaban ada dalam dirimu. Dan manusia terkadang lebih memilih untuk melupakan bahwa mereka memilki pilihan itu. Kau mungkin salah satu di antaranya. Ataukah bukan?


Gempa terbangun ketika mendengar suara pintu yang dibanting dengan kasar. Ia melirik jam digital di samping tempat tidur. Pukul 10 malam. Apakah Solar dan Taufan sudah pulang? Mungkin saja. Jika begitu ia tidak perlu khawatir. Yang ia butuhkan sekarang adalah istirahat yang cukup sebelum kembali memulai latihan berat esok hari.

Gempa memejamkan matanya lagi, mencoba untuk tidur. Tapi sayang, ia adalah tipe orang yang mudah terbangun namun sulit untuk kembali tidur. Setelah berputar ke kiri dan ke kanan untuk menyamankan posisi, Gempa akhirnya menyerah ketika ia tidak bisa tidur lagi meski seluruh tubuhnya merasa lelah. Mengerang pelan, Gempa pun segera bangkit dan berjalan ke dapur. Mungkin segelas susu hangat akan bisa membuatnya tidur nyenyak.

Suara pintu yang terbuka dengan keras menyambut Gempa begitu ia tiba di lantai satu. Ia terkesiap dan seketika merasa was was. Apa ada pencuri yang masuk? Gempa menghela nafas mencoba untuk menenangkan diri. Kemudian ia mengambil tongkat baseball yang berada di dekat tangga. Ia bahkan tidak sempat memikirkan kenapa benda itu ada disana. Tapi ia bersyukur, setidaknya jika yang masuk adalah penjahat, maka ia bisa memanfaatkan benda itu untuk membela diri. Setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelum tiba-tiba lampu ruangan menyala dan sosok seseorang yang ia kenal berdiri dengan wajah panik.

"Fang? Apa yang kau-"

"Halilintar sudah pulang?" sela Fang bahkan sebelum Gempa menyelesaikan ucapannya. Gempa mengerutkan dahi. Halilintar? Sepertinya ia belum melihat anak itu pulang tadi. Apakah terjadi sesuatu? Kenapa Fang tampak begitu khawatir?

"Aku akan melihatnya ke kamar," kata Fang begitu Gempa tak segera menjawab. Ia segera melangkah dengan tergesa menuju satu-satunya kamar di lantai satu, Gempa mengikuti dari belakang dengan penasaran.

"Halilintar!" Fang bahkan tidak merasa perlu mengetuk pintu kamar sang komposer. Ia langsung membuka pintu kamar itu seolah yakin, si pemilik kamar tidak pernah menguncinya. Dan nyatanya, pintu bercat putih itu memang tidak terkunci sama sekali. Fang langsung masuk ke dalam sana dan begitu ia menemukan apa yang ia cari, ia terkesiap. Gempa yang mengikuti dari belakang pun menatap ke satu titik dan pemandangan yang tersaji di depannya membuat ia sontak kehilangan nafas.

Day When I Can See You AgainWhere stories live. Discover now