Chapter 14

13.4K 880 12
                                    

Hari-hari tanpa Nadia terasa begitu sunyi, hampa. Aku kehilangan semangatku untuk melakukan banyak hal. Di pagi hari, kadang aku masih sering tergesa-gesa ke dapur menyiapkan sarapan dan susu untuk Nadia, ketika semua siap aku baru sadar bahwa Nadia sudah tidak ada, dan aku pun menangis sejadi-jadinya.

Aku rindu Nadia. Aku rindu pelukannya di malam hari. Aku rindu cerewetnya, aktifnya. Aku rindu wajah cerianya saat menyambutku pulang dari bakery. Bahkan aku rindu saat dia menangis saat meminta sesuatu.

"Nduk.. kamu harus ikhlas, Nadia sudah bahagia di sana" Mama mengelus lembut kepalaku. Aku bisa melihat dari tatapan matanya, Mama sedih sekali melihatku begini.

"Kenapa harus pergi secepat itu sih Ma? Emang Nadia gak bahagia sama Rani di sini? Ketika pisah sama Angga dulu, Rani ikhlas Mam, walau sakit rasanya, tapi Rani ikhlas akhirnya. Tapi ini? Kehilangan anak Mam, rasanya kayak separuh jiwa Rani mati." Aku mulai terisak-isak lagi.

"Memang ketika Alloh ambil sesuatu yang berharga bagi kita, akan terasa sangat berat, apalagi ini anak sendiri. Tapi, kita harus percaya Ran, di balik semua ini pasti akan ada hikmahnya."

"Rani gak kuat, Maaam!!!" Kataku sambil memeluk erat Mami.

"Kamu harus kuat,Ran. Hidup harus tetap berjalan walau pedih."

"Rani udah gak punya semangat lagi, Mam. Hidup Rani udah gak ada gunanya lagi."

"Hush.. Sekarang coba kamu berpikir Ran.. Nadia sudah tiga bulan pergi, kamu masih terpuruk begini. Kamu pikir, sedihmu itu gak ngerugiin orang lain?"

"Mama gak ikhlas nerima Rani di sini??" Suaraku meninggi.

"Bukan Mama!! KARYAWAN KAMU!!!"
Suara Mama terdengar tegas, aku tersentak.

"Maksud Mama?"

"Kamu terlalu meratapi hidup kamu sampai kamu gak ingat kalau kamu lalai mengurus bakery. Kamu gak mau masuk dapur lagi, sehingga semua kamu limpahkan ke karyawan, untung karyawan kamu bagus semua, stok kue aman. Dan parahnya kamu sampai lupa bayar karyawan dua bulan berturut-turut. Belanja bahan pun ketika karyawan minta. Untung Adya bisa bantu selesain semua."

"Kok Rani gak tau? Adya gak cerita."

"Adya awalnya mikir kalau kamu butuh waktu, jadi dia handle semua. Lagian, kamu ke bakery sudah siang, di sana sebentar lalu ke makam Nadia. Kamu ngurusin apa di makam Nadia? Bukannya Mama gak setuju kamu ke sana. Tapi kamu harus mulai terima kenyataan, Ran! Sedih boleh, tapi jangan dzalim ke karyawan. Dosa!!"

"Astaghfirullah... Rani gak sadar, Mam!"

"Sekarang udah?"

Aku mengangguk.

"Bagus. Pokoknya, kamu harus mulai fokus lagi ke bakery kamu. Kalau kamu bilang, kamu buat bakery kamu untuk Nadia, yaa kamu tunjukin dong kalau begitu. Walau Nadia sudah gak ada, tapi dengan bakery itu, bisa jadi jalan menolong orang lain. Dan dengan begitu, Nadia akan terus dikenang orang."

Aku seolah mendapat pencerahan besar-besaran dari Mama. Aku lalai selama ini. Kesedihan ini tak berguna. Aku harus tetap berjalan. Demi Nadia..

Forgivenحيث تعيش القصص. اكتشف الآن