Chapter 25

35.9K 1.2K 111
                                    

Aku terdiam menatap nisan yang kini sudah diganti, bukan lagi hanya kayu yang menancap tapi sudah berupa batu nisan berlapis marmer dengan tulisan bertinta emas di atasnya. Tanahnya pun kini sudah tak lagi merah, rumput hijau kecil sudah menutupi tanahnya dengan sempurna dan rapi. Bunga yang barusan ku tabur menyeruakkan aroma wangi melati dan pandan.

Terbaring di dalamnya sesosok pria yang mungkin masih terlalu muda untuk tiada. Mungkin masih banyak harapan dan cita-citanya yang belum sempat ia gapai. Tapi memang ajal itu tak mengenal usia, siapa saja bisa meninggal seketika tanpa ada aba-aba. Pria ini, yang sekejap berada dalam cerita hidupku.

Walau sekejap saja berada dalam hidupku, pria ini mengajarkanku banyak hal tentang hidup. Terutama tentang keikhlasan dan memaafkan. Benar, aku tak mungkin bisa bahagia ketika aku tidak  bisa berdamai dengan masa laluku yang meski terasa pahit, tapi menguatkanku dan menjadikan aku yang sekarang.

Aku berduka akan kepergiannya, mungkin seharusnya masih banyak yang bisa kami bicarakan. Mungkin seharusnya kami bisa lebih salinh mengerti lagi. Tapi aku yakin rencana Tuhan pasti lebih baik dari apa yang umatNya rencanakan.

"Seharusnya dia gak pergi dengan cara begitu." Kata Nevita yang berdiri di sampingku.

"Sudah jalanNya, Ta" kataku.

Sejak kejadian itu, aku dan Vita sepakat melupakan semua hal buruk di masa lalu kami. Kami ingin bahagia, dan menjadi teman adalah hal terbaik yang pernah kami rasa selama kami saling mengenal. Kami belajar menjadi lebih dewasa sejak kepergiannya delapan bulan lalu.

"Tadinya gue pikir, gue yang akan mati duluan. Tapi ternyata Tuhan nyuruh gue tobat dulu kayaknya dan memulai kehidupan yang benar-benar baru." Katanya dengan nada sendu.

"Lo pasti bisa memperbaiki semuanya"

"Ya, berteman dengan lo contohnya, gue gak ngerti kenapa gue bisa begitu jahat sama lo karena obsesi gue." Kata Vita sambil mengusap air matanya.

"Setiap orang pasti punya kesalahan, masa lalu yang buruk, tapi masa depan kita masih bersih, kita selalu bisa memperbaiki diri."

"Benar, tapi sayangnya gue sadar setelah ada korban nyawa. Tapi gue tau, kematiannya gak akan sia-sia."

"Gak akan.."

"Angga emang brengsek sih, ninggalin lo demi perempuan kayak gue. Emang sih ada andil mami juga, but still.. dia pria dewasa harusnya bisa ambil keputusan sendiri"

"Tapi yaaa.. dia bukan pria jahat.."

"Bukan.. Dia pria baik sebenarnya.. Dan dia juga bukan sekedar obsesi gue, gue emang cinta sama dia.. Tapi caranya salah."

"Ya semoga setelah ini lo menemukan sosok yang lebih baik."

"Iya, InsyaAlloh Aamiin. Semoga Tuhan masih berkenan memberikan pasangan yang mengerti keadaan gue sekarang. Perempuan yang gak bisa lagi punya anak. Ah, tapi seandainya tidak ada, gue akan adopsi anak. Gue gak akan mau lagi memaksakan soal jodoh." Vita menatap langit sekilas, "Ran, pulang yuk. Mendung"

"Bentar, Vit." Aku memandangi nisan itu kembali "Hey, kami pulang dulu ya. Terimakasih atas pelajaran yang kamu berikan, kepergianmu memang menyisakan sedih, tapi kami jadi belajar banyak. Merelakan.. Berdamai dengan orang lain, berdamai dengan diri sendiri juga. Ternyata ikhlas itu berat ya? Tapi semoga kami bisa benar-benar ikhlas melepas masa lalu kami yang buruk dan menyambut masa depan yang lebih baik."

Aku menghela nafas panjang.

"Semoga amal kebaikanmu menjadi penolongmu di sana. And one thing for sure... You're forgiven..."

Aku berdiri perlahan-lahan, berbalik arah meninggalkan makam.

"Sudah?" Tanya seorang pria yang berdiri tegap dihadapanku dengan senyum indahnya.

"Iya, sudah. Saya pikir tidak jadi jemput, saya mau pulang naik taksi saja tadinya" kataku.

"Mana mungkinlah gue ngijinin Ibu hamil muda pulang sendirian, dari kuburan pula!" Kata Vita.

"Maaf saya terlambat datang ya? Macet sekali tadi. Terimakasih ya, Vit sudah menemani istri saya ke sini."

"Sama-sama. Gue juga udah sebulan kali gak ke sini, pas Rani ajakin, ya udah sekalian aja. Biar gimana kan dia masih suami gue pas meninggal."

"Semoga segera dipertemukan jodoh kembali ya, Vit."

"Aamiin. Makasih, Mas. Ya udah jaga Rani baik-baik ya, hamil aja masih pecicilan begitu dia. Gue pulang duluan ya."

Vita melambaikan tangannya dan memasuki mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempat kami berdiri.

"Yuk.. Saya parkir agak ke sana, gak apa-apa kan jalan sedikit?"

"Gak masalah, asal jalannya sama kamu!!"

Heru menggenggam tanganku menuju mobil kami. Genggaman yang tak ingin ku lepas. Bersamanya, aku ingin menua bersama hingga takdir Tuhan menggariskan akhir cerita kami dan berlanjut kelak di surganya. Semoga.

🌸🌸🌸🌸

Haloooo.. Ya ampuun akhirnya tamat juga ini cerita 😅Cerita yang awalnya cuma iseng-iseng aja, ternyata Alhamdulillah ada yang baca. Terimakasih lho yang sudah berkenan baca, kasih komentar dan vote-nya. 😘

Maafkan kalau selama cerita ini ditulis update-nya lamaaaa..  Maafkan juga kalau penulisannya kurang bagus. Namanya juga amatiran hehehe.

Cerita WellyLove masih on going, silahkan dibaca jika berkenan.

Terus bakalan nulis cerita lagi kah? Iya. Ada judul baru yang akan aku publish, belum tau kapan. Masih galau, nyelesain Wellylove dulu apa hajar aja publish cerita barunya. 😅 Yaaa ditunggu sajalah.

Much love,
Rizki

ForgivenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang