Chapter 16

14.4K 920 6
                                    

"Happy birthday... Dear Ibu..
Happy birthday to you..."

"Ayo, Bu ditiup lilinnya" Cia semangat sekali meminta Ibunya meniup lilin.

Wanita yang diminta tersenyum sumringah lalu meniup lilin dengan cepat. Untuk ukuran wanita 60 tahun, Ibu Ratna termasuk sangat terlihat awet muda. Guratan di wajahnya sangat minimal, badannya masih sangat singset terawat, aku jadi minder karena merasa kalah cantik.

Setahu aku, Ibu Ratna ini masih menjalani profesinya sebagai perias pengantin. Jadi memang kesehariannya dia memakai kebaya dan rambutnya yang kata Cia panjang banget itu digelung seperti konde. Salut sih aku, hari gini masih ada yang telaten ngerawat rambut panjang pakai bahan tradisional lagi. Duh, aku yang rambutnya sebahu saja rasanya kadang kerepotan. 

"Ayo, Bu.. Dipotong kuenya.."kata Heru setelah kedua lilin itu mati.

"Aduh Le... Ibu kok sayang ya mau motong kuenya. Ini bagus sekali lho... Rasanya mau Ibu simpan saja di kamar Ibu"

"Jangan dong, Bu! Nanti Cia gak bisa nyobain kuenya." Cia merajuk manja.

"Habis ini bagus sekali lho, Cia."

"Thanks to Rani, Bu. Dia sudah susah payah membuat kue ini untuk Ibu."

Aku tersenyum kecil. Ya, jadi alasan aku ada di pesta ulang tahun Ibu Ratna ini karena undangan dari Heru.

"Pas saya kasih lihat foto kuenya ke Ibu, Ibu suka sekali dan minta kamu datang ke pestanya."

So, here I am now berada di tengah-tengah pesta yang orang-orangnya sangat asing bagiku, aku hanya mengenal Heru dan Cia saja.

"Terima kasih ya, Nak Rani. Ibu suka sekali lho ini. Tadi pas Cia kasih lihat kuenya, Ibu kaget lho. Ini benar-benar surprise buat Ibu."

Surprise? Aku terkejut dan melirik Heru yang menghindari tatapanku. Bukankah dia bilang Ibu Ratna sudah lihat fotonya? Kenapa dia masih merasa surprise?

"Sama-sama, Bu. Kalau Ibu senang dengan kue buatan saya, tentu saya lebih senang lagi." Aku masih berusaha mencari penjelasan dari raut wajah Heru yang berubah sedikit tegang.

"Eehh.. ngomong-ngomong tadi Mbak Yu make a wish apa niiiih" seorang Ibu-Ibu berbadan tambun dengan gelang-gelang besar tiba-tiba bertanya.

"Haduh, sebenarnya katanya kalau permintaan itu jangan diceritakan, tapi wes ndak apa-apa, biar banyak yang aamiin-in yo. Ini lho, saya tuh minta supaya anak lanangku iki cepat menikah. Mosok sudah tiga kali dilangkahi adik-adiknya, cuma dia lho yang masih belum menikah. Saya ini lho sudah merias pengantin buanyaaak sampai mungkin sulit saya hitung. Rasanya kok bakalan nyesel luar biasa kalau saya gak bisa merias menantu perempuan satu-satunya. Duh, Le... mumpung Ibumu masih sehat wal afiat ini lho!"

Aku melihat Heru yang memegang tangan Ibunya lalu mengecup punggung tangannya. Ekspresinya tetap tenang dan tidak terlihat terbebani dengan permintaan Ibunya itu.

"Njih, Bu. Heru minta Ibu berdo'a terus ya buat Heru semoga segera bisa menikah, dilancarkan semuanya."

"Iyo, Le. Tapi ya hari ini saya sueneng lho hadirin sekalian. Pertama kalinya anak lanang saya ini mengenalkan perempuan ke hadapan saya. Begitu melihat dia saya langsung setuju, ayu anaknya. Selama ini saya pikir dia gay lho! Alhamdulillah ternyata normal, hihihi" Seluruh hadirin di sana ikut tertawa.

Aku ikut tertawa, apalagi melihat wajah Heru yang memerah. Ternyata ada yang wanita yang tengah didekati oleh Heru. Aku mencoba mencari sosok wanita itu di antara sekumpulan tamu yang bisa dibilang seumur dengan Ibu Ratna, aku mencari sosok wanita yang membuat Ibu Ratna begitu sumringah karena akan mendapatkan menantu perempuan.

Aku mencari ke sekeliling sambil terus bertepuk tangan dan mengetawai Heru. Lalu ada seorang wanita yang terlihat bereaksi berlebihan, you know, seperti wanita yang ketahuan tengah kasmaran tersipu-sipu sambil menutup setengah wajahnya. Tapi setelah kuperhatikan dengan seksama, sepertinya bukan dia. Wanita itu lebih cocok menjadi tantenya dibanding kekasihnya, ataaauu memang Heru suka tante-tante???

"Makanya sekarang saya minta do'anya para hadirin semua agar hubungan Mas Heru dengan Nak Rani berjalan dengan lancar."

"Aamiin"

Suara "aamiin" menggema seantero ruangan. Aku kaget, menatap Ibu dan Heru bergantian.

"Ah.. Ibu.. Saya dan Heru..."

"Iya, Ibu tahu masih baru sekali, tapi dengan dibawanya kamu ke sini berarti Heru serius mengenalkan kamu.." potong Ibu Ratna.

"Bu.. Tapi sebenarnya..."

"Ibu tahu kalian belum memikirkan sampai ke sana, tapi Ibu sudah ada feeling kalian cocok. Ah.. sudah.. nanti kita bahas lagi kapan pun kalian siap ya Nak.. Ayo semuanya, mari dicicipi makanannya"

Ibu Ratna pun mulai berkeliling menyapa seluruh tamu yang banyaknya seperti undangan perkawinan ini. Aku baru kali ini menghadiri pesta ulang tahun tapi dibuat semeriah ini, lengkap dengan band campur sarinya.

Sebenarnya aku ingin meluruskan semuanya, tapi sudahlah, tidak mungkin aku mempermalukan si empunya pesta. Lagi pula yang datang ke sini pun tidak ada yang aku kenal, jadi tidak akan banyak pengaruhnya dalam hidupku karena mereka pasti akan lupa wajahku besok.

Aku memutuskan mengambil makanan dan duduk di kursi yang ada di pinggiran kolam renang. Sepiring gudeg jogja lengkap sudah ada di tanganku. Kucicipi rasanya, pas!!! Enak sekali, akhirnya aku makan dengan lahapnya.

"Ran..." aku mendengar Heru memanggil namaku dan duduk di kursi sebelahku yang kebetulan kosong.

"Oh.. Hai.. Gudegnya enak lho!" Kataku berbasa-basi.

"Itu langganan Ibu memang. Hmm.. soal Ibu.. Saya minta maaf ya..."

"Ah.. gak apa-apa, Her... Saya tahu itu tadi euphoria-nya Ibu pas tau anaknya gak gay..hehe" aku tertawa kecil.

"Aduh.. Itu.. malu-maluin banget deh"

"Emang gak ada yang pernah kamu bawa ke sini?"

Heru menggeleng.

"Kamu yang pertama"

"Kehormatan buat saya dong ya hehehe."

"Saya yang merasa terhormat kamu mau datang sebenarnya"

"Saya ngerti kok, Ibu kamu memang mengharap kamu segera menikah, makanya dia berharap sekali wanita yang kamu bawa itu memang wanita yang kamu pilih. Semoga Ibu gak kecewa ketika tahu yang sebenarnya".

"Kalau saya malah berharap semua yang Ibu katakan itu benar-benar akan kejadian."

Dahiku berkerut.

"Kata-kata apa?"

"Tentang kita!"

ForgivenWhere stories live. Discover now