Chapter 18

13.6K 885 8
                                    

Semalam aku menutup telepon dengan perasaan yang entahlah tidak bisa aku jelaskan. Jalan pikiran Heru yang kadang tidak bisa aku tebak menjadikan setiap hari bagai permainan memecahkan teka-teki bagiku. Aku akui hidupku jadi lebih berwarna kini, aku harus mulai terbiasa menghadapi kejutan-kejutan kecil dari Heru.

Pagi ini aku sarapan dengan Mama dan Papa. Nasi goreng seafood menjadi menu andalan Mama pagi ini.

"Ran... Semalam ada yang datang ke sini. Namanya Heru." Papa membuka pembicaraan.

"Dia... Hmm.. Teman SMA Rani, Pa."

"Kami bicara lumayan banyak kemarin."

"Oh, ya? Bicara apa aja, Pa?" Aku berusaha terlihat setenang mungkin.

"Dia ceritakan dia teman kamu semasa SMA, kemudian sekarang... hmm.. yakin kamu ga mau cerita sendiri tentang kalian?"

"Kami.. uhmm.. kami ketemu lagi sekitar sebulanan yang lalu, dia pesan kue untuk ulang tahun Ibunya.. lalu yaa gitu kami mulai sering komunikasi sampai sekarang"

"Kalian pacaran, Ran?" Tanya Mama.

"Gimana ya Ma.. Rani juga gak tau gimana hubungan kami sebenarnya tapi kami sepakat untuk kenal lebih jauh lagi."

"Semalam Heru juga bilang begitu. Katanya, kalian sudah bukan anak ABG lagi yang masih mau main-main. Makanya dia datang minta izin Mama Papa untuk serius sama kamu."

"Terus Papa bilang apa?" Aku penasaran. Papa termasuk tipe Bapak yang sangat pemilih soal pria yang mendekatiku.

"Papa tanya.. 'kamu punya apa kok berani-beraninya minta izin serius?' Gitu!"

"Iiihhh... Papa kok gitu sih!"

"Ya kan Papa harus yakin dia mampu membahagiakan kamu!"

"Terus Heru bilang apa?"

"Dia bilang, secara materi InsyaAlloh dia mampu menafkahi kamu karena dia punya usaha properti sendiri. Tapi yang bikin Papa salut sama dia, dia bilang kalau dia punya keinginan kuat untuk bisa membahagiakan kamu. Dia juga bilang, kamu gak butuh pria berharta tapi kamu menginginkan pria yang bisa membuat kamu bahagia. Heru tidak bisa berjanji kamu pasti bahagia dengannya, tapi dia akan berusaha agar kamu bahagia bersamanya."

Aku terdiam. Aku merasa mataku panas menahan air mata. Heru, mengapa seolah dia menjadi sosok yang begitu mengerti mauku?

"Ran.. kalau Mama masih muda sih, Mama pasti naksir Heru. Ganteng hehehe"

"Ehheemm" Papa berdehem sambil melirik Mama.

"Kan kalaauuu Mama masih muda, Pa!" Mama langsung defensif takut Papa ngambek mungkin. "Jarang lhoRan ada pria yang berani minta izin langsung, sendirian, dan begitu percaya diri tapi juga tidak dengan sombongnya berjanji ini itu."

"Tapi yang Papa heran, kenapa kamu tidak pernah cerita soal Heru?"

"Rani.. Rani masih merasa ini semua terlalu dini, Pa, Ma! Rani baru ketemu lagi sama dia, Rani masih takut kalau apa yang kami jalani cuma kisah sekilas lalu aja."

"Kamu masih trauma ya Ran?"

"Mungkin Rani terlalu takut gagal lagi. Rani memilih untuk berhati-hati untuk tidak terburu-buru memutuskan. Tapi, entah kenapa, walau Rani merasa yakin dengan Heru sepertinya ini masih terlalu dini. Rani harus benar-benar yakin kalau Heru memang orang yang tepat."

"Papa menyerahkan semua ke kamu dan Heru. Tapi jujur saja, Papa merasa dia pria yang dewasa dan bisa membuatmu bahagia. Ini hanya naluri seorang Bapak. Semoga benar!"

"Mama juga merasa dia pria yang baik, Ran. Baru pertama datang saja dia sudah bisa ngobrol asyik sama Papa kamu. Bagi Mama, itu sih kode keras kalau Papa bisa terima dia sebagai menantu."

"Masih terlalu dini untuk menyimpulkan dia calon menantu kalian Pa, Ma!"

"Hhh.. benar kata Heru ya, Pa! Rani masih ragu sama Heru."

"Heru bilang begitu, Ma?" Aku kaget.

"Iya. Dan dia bilang, dia akan menunggu kamu bisa menghilangkan keraguan kamu. Dia akan berusaha meyakinkan kamu dengan caranya."

"Ran.. kamu tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan. Tapi, dengan kehadiran Heru saat ini, mungkin bisa jadi pertimbangan untukmu melangkah. Papa dan Mama menyerahkan semua ke kalian."

"Ya,Pa.. Terima kasih ya sudah mengerti Rani. Sejujurnya, Rani masih takut sekali gagal, Pa. Rani merasa rumah tangga Rani dulu baik-baik aja tapi kok ternyata malah ada perselingkuhan. Padahal Rani merasa sudah mencoba menjadi yang dia mau, tapi tetap saja."

"Itu takdir, Ran." Mama mengelus kepalaku "Tapi sepahit apa pun, kamu gak boleh trauma. Kamu gak boleh menutup hati juga dan menganggap semua pria sama. Papa enggak tuh buktinya"

"Papa kan limited edition, Ma! Specially made for you!"

"Pa..Ma... Rani gak mau punya adek lagi lho ya!!"

🌸🌸🌸🌸

Heyhooo... Terimakasih ya sudah membaca cerita ini. Terimakasih juga buat yang sudah vote malah dengan rela follow aku. Saran, kritik dan komentarnya ditunggu lho!

Silahkan juga mampir di cerita aku Wellylove yang entah kenapa kalau di cerita itu aku bisa nulis panjang per chapternya 😅

Semoga suka ya
Love,

Rizki

ForgivenWhere stories live. Discover now