Ingkar

26.9K 2.1K 198
                                    

Satu tahun bukanlah waktu yang mampu dilewati dengan mudah. Hanya bisa menunggu hingga apa yang ditakdirkan telah usai. Dan ketika saatnya telah tiba, ada hati yang berbunga untuk sementara waktu.

Karena janji yang telah diucapkan hanya sebuah perkataaan belaka.

Di tempat yang sama ketika mereka berpisah dan saling menatap satu sama lain untuk terakhir kali. Reuben berdiri dengan genggaman koper di tangan kanannya juga sebuah ransel yang terlampir di bahu.

Tubuhnya lebih kurus, wajahnya lebih tirus. Rambut bergelombangnya yang tebal seperti telah terpangkas habis dan hanya menyisakan beberapa senti saja.

Punggungnya yang semula begitu tegap berdiri, harus berangsur turun karena mengetahui kenyataan yang menohoknya.

Ben, mengingkari janjinya sendiri. Dia meludahi semua perkataan manisnya dengan fakta bahwa dirinya tidak ada disini, wujudnya yang dinantikan hanya sebuah angan tidak tersampaikan.

Ponsel yang berada di dalam saku Reuben bergetar tanda ada seseorang yang menghubunginya, nama Sonya tertera.

"Kamu jadi dijemput Aji?"

Selama dua bulan terakhir—ketika Reuben masih dalam masa pengobatannya—dia sudah berbohong bahwa masih berkomunikasi baik dengan Ben. Sesungguhnya, kenyataan pahit mengatakan bahwa pria itu hilang tanpa kabar bagai ditelan bumi.

"Dia telat bangun, Reuben ijin mampir ke rumahnya dulu. Abis itu baru pulang."

Setelah mendapat persetujuan Sonya, Reuben memutuskan sambungan. Matanya berpendar ke sekitar, masih berusaha dan berharap bahwa Ben akan muncul tiba-tiba.

Namun itu hanya sekedar harapan. Dari sekian banyaknya orang yang berlalu-lalang di bandara ini, tidak ada sosok tersebut.

Pikirannya kalut walaupun dia berusaha berpikir positif. Ben, pria yang begitu dikenalnya, seseorang yang mudah memancing kemarahan orang lain, membuat keributan dan mudah dirindukan seperti lenyap begitu saja dari kehidupannya.

•-•

Rumah yang begitu lama tidak dikunjunginya. Masih terlihat sama dengan cat berwarna cerah dan bangunan megah bak istana. Dia masih saja kagum setiap melihat kediaman Ben yang paling mencolok di antara yang lain.

Tapi ada satu perbedaan yang mampu membuat dahinya mengerut dalam. Papan tulisan 'DIJUAL' yang menggantung di pagar seakan cukup mengejutkannya.

"Nyari siapa ya, Mas?" Seorang ibu menggunakan daster muncul.

"Pemilik rumah ini, sudah lama pindah ya?"

Ibu tersebut sempat terlihat heran. Dia menelisik Reuben dari atas sampai bawah. "Sudah pindah dari beberapa bulan lalu."

"Beberapa bulan? Sejak kapan ya? Lebih dari dua bulan lalu?"

"Kayanya iya deh, Mas." Ibu tersebut menampilkan wajah memikir dan menggangguk setelahnya. "Sampe sekarang juga belum laku, jadi masih kosong."

"Ibu tau mereka pindah kemana?" Hanya sebuah gelengan sebagai jawaban dari pertanyaan Reuben tadi.

Dirinya seperti terombang-ambing tak tentu arah, tanpa tujuan selain rumahnya sendiri. Tapi dia masih dalam keadaan khawatir dan rasa penasaran tentang keberadaan Ben yang kini sama sekali tidak diketahuinya.

Andaikan saja dia mempunyai nomor ponsel Demas, pasti dia sudah bertemu Ben sekarang.

Keputusan yang diambil selanjutnya adalah pergi ke sekolahnya. Dimana tempat tersebut akan menyambutnya kembali sebagai murid baru.

Candala [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang