Kecewa

12.3K 1.7K 95
                                    

"Sudah lebih baik?"

Reuben duduk di hadapan Anto. "Dari dulu saya selalu sehat, kan Pak."

"Iya benar, sampe setiap hari bisa bikin saya narik urat." Anto dengan berbaik hati memberikan cemilan sebagai teman mengobrol mereka.

"Gimana ceritanya, Bapak bisa naik jabatan gini?" Penasaran Reuben.

"Wakil yang sebelumnya mengundurkan diri, memilih untuk pensiun. Lalu Atasan, ya kamu taulah, yang gak ada wibawanya itu, milih saya buat jadi wakilnya."

Ada kekehan meledek dari Reuben mendengar Anto memanggil Kepala Sekolah dengan sebutan 'atasan' yang malah terkesan menyindir.

Dia merasa Anto bisa mengeluarkan sisi yang berbeda jika bersamanya. Semenjak dulu ketika beliau tau penyakit Reuben, sikap ke-bapak-an itu malah muncul.

"Makin disegenin dong sama murid lain? Saya gak jadi masuk sini lagi deh kalo gitu."

"Lah? Jangan, kamu sudah janji sama saya, mesti ditepati." Nada bicara Anto mau selembut apapun, tetap saja terdengar tegas di telinga. "Lagian saya bakal marah kalau memang murid itu salah. Kalau mereka atau kamu nih, baik dan nurut pasti juga saya akan diam saja."

"Terus, kapan saya mulai masuk? Saya janji kali ini bakal jadi anak bener. Musuhnya, kan udah lulus, udah gak ada disini."

Anto mengamati Reuben. "Musuh atau mantan musuh? Oh, kamu sudah ketemu dia?"

Tidak ada yang bisa ditutupi dari pria ini, begitulah Anto. Tidak jauh berbeda dari Timur yang bisa mengetahui apa yang dirasakan oleh temannya.

"Saya tadi ke rumahnya, tapi ternyata udah dijual. Untung ketemu sama Timur tadi dan dikasih alamat barunya."

"Memang Ben gak ngasih tau kamu kalo dia pindah rumah?"

Reuben mendesah. "Sejak dua bulan terakhir kita putus komunikasi, Pak."

Sesi curhat seperti ini yang selalu dirindukan Reuben. Karena sosok Papa yang sejak dulu mendengarkan keluh kesahnya sudah lama tiada, kehadiran Anto dalam hidupnya sungguh sangat berarti.

Ada perbedaan ketika Reuben bercerita ke Papa atau Mama. Saat dia bercerita ke Papa, pria itu hanya akan mendengarkan atau kadang malah tertawa di atas penderitaan. Sedangkan saat dengan Mama, beliau akan memberi masukan yang membantu.

Walaupun dengan Papa tidak banyak memberikan solusi, tapi terkadang Reuben butuh seseorang yang hanya perlu mendengarkan dan bisa menikmati curhatannya saja.

"Sebenarnya seminggu lalu dia mampir ke sekolah, sempet main bola sama adik kelasnya. Dia juga dateng menemui Bapak, tapi cuma sebentar saja. Tidak ada yang aneh, seperti biasa, dia tetep bertindak sesuka hati."

Reuben setia mendengarkan semua perkataan Anto tentang Ben. Telinganya terasa begitu nyaman dan seakan meminta untuk terus diberi asupan kalimat yang bersangkutan dengan pria itu.

Anto melanjutkan. "Tapi Bapak merasa tidak ada semangat yang seperti dulu, ketika ada kamu bersama dia."

"Saya cuma ngerasa kalo kita semakin berjarak semenjak putus komunikasi itu. Tapi gak tau juga, soalnya belum ketemu. Mungkin aja pemikiran saya salah."

"Gak ada hubungan yang mudah, kan? Pasti sekarang Ben juga menunggu kamu."

Reuben tidak menceritakan bahwa Ben telah mengingkari janjinya. Menghempaskan kepercayaan yang digenggam rapat. Seakan perkataannya setahun lalu itu hanya sekedar ucapan tanpa arti.

Candala [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang