Terbayang

9.5K 1.3K 375
                                    

Dalam waktu sehari saja semua kejadian yang menimpanya serasa menjungkirbalikkan perasaan. Bertemu kembali dengan musuh lamanya, berkelahi hingga tidak sadarkan diri, keberanian Ben membawa Aila dalam situasi yang tidak tepat, hingga peristiwa ciuman yang seharusnya tidak pernah terjadi.

Reuben seperti tidak punya roh dalam tubuhnya. Kepalanya penuh dengan pertanyaan rumit tentang rentetan masalah yang muncul hanya dalam sehari saja.

Bahkan dia dibuat tidak mengerti tentang Gildan yang baru pertama kali bertemu setelah sekian lama. Bisa mendadak berubah begitu cepat menjadi sebuah keterikatan dengan dirinya yang entah kapan bisa muncul.

Rasa yang timbul dengan keberanian untuk bergerak lebih dulu membuat Reuben jadi kelimpungan sendiri. Apalagi Gildan malah menyambut tanpa menolak.

Sudah seminggu berlalu sejak saat itu. Reuben tidak berkomunikasi dengan Ben, tidak juga saling sapa bahkan mengobrol dengan Gildan.

"Kenapa pake sepatu boots ke sekolah?"

Reuben yang melamun melihat ke arah depan kelas dimana Gildan baru muncul. Rambutnya yang biasa menutup kening kini berdiri menyamping.

Dan gaya rambut barunya itu malah jadi fokus Reuben dibanding sepatunya yang berbeda daripada yang lain.

"Peraturannya sepatu item, gak bilang jenis apa." Santai Gildan.

"Tapi gak harus boots, mau ke sekolah apa jadi preman pasar?" Sang guru pun beralih melihat ke telinga Gildan. "Ini lagi pake anting segala, cabut! Nanti aja pakenya kalo di luar sekolah."

Gildan menuruti melepas anting yang dipakainya. "Sepatunya gak usah ya? Masa nyeker."

"Yaudah, tapi besok jangan pake itu lagi."

Sudah beberapa hari ini, Gildan seperti menjauh dari sosok yang membuat pikirannya kacau. Dia memutuskan untuk tidak berkomunikasi dengan Reuben dan memilih pindah tempat duduk.

Kebetulan memang ada satu meja di dekat jendela yang kosong. Agak berjarak dengan Reuben yang ada di paling belakang.

Guru tidak mempermasalahkan itu dan membiarkan Gildan duduk disana. Memang selama seminggu ini tidak ada kejadian apapun. Banyak murid mengira bahwa pertengkaran mereka di hari pertama akan terus berlanjut, namun nyatanya tidak.

Anehnya adalah ciuman tersebut tidak disesali oleh keduanya. Memang agak janggal awalnya, tapi Gildan malah merasa kalau itu tidak masalah untuknya. Reuben pun yang notabenenya sebagai pelaku yang tidak berpikir panjang juga merasa bahwa hal tersebut adalah lumrah, tapi terjadi pada sosok yang salah.

Getaran ponsel Reuben membuatnya melihat siapa yang mengirim pesan singkat. Dia semakin tidak berminat dengan Ben yang nanti memintanya untuk bertemu.

Perasaannya kini juga ikut bermasalah, bukan hanya Ben saja. Tapi Reuben masih tetap ingin memperbaiki hubungan mereka.

Saat istirahat tiba, Gildan menghampiri. "Mau ke kantin?"

Reuben yang memang sejak tadi saling berbalas pesan singkat dengan Ben, mengangkat kepalanya.

"Sekarang?"

"Besok, lo pikir?" Tidak ada tanggapan dari Reuben, membuat Gildan menariknya. "Ayo ah, lama lo."

Sampai berjalan di koridor pun Gildan tidak melepas tangannya. Beberapa murid melihat, beberapa lagi wajar dengan hal tersebut. Karena Reuben memang selalu terlihat begitu dekat dengan pria.

Candala [2]Where stories live. Discover now