Bertemu

9K 1.4K 448
                                    

Sosok yang pertama Reuben lihat ketika dia membuka matanya adalah Gildan dengan bibirnya yang tersumpal rokok. Menghembuskannya santai di ruangan tertutup ini tanpa ada kekhawatiran.

Merasa ada pergerakan dari orang di sampingnya, Gildan menoleh dangan menghembuskan asapnya ke wajah Reuben.

"Udah bangun, kan? Gue bisa balik kalo gitu." Gildan mematikan rokoknya dengan mencelupkan ke segelas teh hangat yang sebenarnya sudah disiapkan untuk Reuben.

Ketika kakinya baru mau menginjak lantai luar, perawat UKS muncul dan memintanya untuk tetap berada disini. "Jangan pulang dulu, temani Reuben sebentar. Saya harus lapor ke wali kelas, tadi beliau minta datanya. Jadi jangan kemana-mana sebelum saya kembali, ngerti?"

Gildan mendesah malas, dia tidak peduli dengan pria lemah yang sedang terkapar di kasur. Menurutnya yang dilakukan tadi bukanlah kesalahannya, karena itu hanya sekedar pukulan ringan yang tidak begitu menyakitkan.

Menurutnya Reuben terlalu mendramatisir suasana hingga dia harus berdiam diri disini sampai sore hari.

"Reuben, saya kira gak bakal ketemu kamu lagi." Perawat tersebut masih mengingatnya karena dirinya dulu juga sempat menangani saat dia terkena lemparan bola.

Reuben tersenyum singkat. "Maaf ngerepotin."

Perawat itu memahami. "Gak masalah, yaudah kalian tunggu disini. Jangan coba-coba kabur, bisa makin panjang kasusnya."

Gildan kembali ke kursi di samping kasur. Menyandarkan punggungnya dengan kasar dan mendecak kesal.

"Balik aja kalo lo mau." Reuben meliriknya.

Keterdiaman Gildan membuatnya mengernyit. Karena pria itu tidak mengucapkan maaf atau sekedar marah seperti yang biasa dilakukan.

"Sejujurnya gue yang ngerasain kerugian, tapi malah lo yang keliatan tertindas." Cetus Reuben lagi.

"Gue gak ada urusan nungguin lo, gimana gak merasa tertindas? Sekarang gue mesti ngapain di tempat kaya gini?" Decak Gildan.

"Makanya gue bilang lo balik aja."

"Terus ngebiarin lo sendirian disini dan ngelaporin gue ke guru. Catetan gue di buku kasus makin banyak, baru sehari gue sekolah."

Reuben mengedikan dagunya ke arah pintu. "Balik aja, gak bakal gue laporin."

Berdiri dari duduknya, Gildan menghadapnya dengan kedua tangan dalam kantong. "Lain kali gak usah pake pingsan segala, nyusahin orang lain aja."

"Gue gak minta lo untuk bawa gue ke UKS, kan?" Tanya Reuben menghentikan langkah Gildan yang ingin pulang.

Tentu dia berbalik badan, menanggapi omongan Reuben. "Terus gue biarin lo busuk di kelas? Disana cuma kita berdua, siapa lagi yang bakal nolong lo, guru? Apa satpam? Kalo mereka rajin ngecek tiap kelas."

Reuben malah terkekeh mendengarnya. "Sejak kapan lo peduli sama orang yang abis lo hajar?"

"Gue udah bilang, gue gak mau buku kasus penuh sama nama gue dan bikin gak lulus lagi."

"Jadi lo gak lulus karena banyak kasus? Apa karena bego?" Ledek Reuben.

Gildan sudah mengepalkan tangannya lagi dan ingin menghajarnya sebelum wali kelas datang dan membuatnya mengurungkan niat.

"Kalian boleh pulang sekarang." Ucap wali kelas tersebut. "Buat kamu Gildan, besok pagi dateng lebih awal buat bersihin lapangan."

Candala [2]Where stories live. Discover now