03

10.3K 1.2K 244
                                    

.
.
.
.
.
Three
.
.
.
.
.

Padahal ku pikir Komandan Erwin hanya menipuku. Tapi akan kutarik kata kata itu, pagi ini -calon- senior dari scouting Legion datang menjemputku, aku pikir akan langsung diterima ternyata dugaan konyolku salah besar. Tentu saja, bodoh. Kadet-kadet angkatan 104 saja sudah berlatih selama 3 tahun dan sebagian besar memilih masuk dizona aman. Sedangkan aku? Hanya perlu waktu 1 minggu sebelum akhirnya menyesuaikan dengan yang lain. Dan dengan waktu 1 minggu aku akan memilih masuk Scouting Legion? Padahal melihat badut saja sudah lari terbirit birit (lupakan).

Dan yang membawaku adalah salah satu tokoh yang aku kenal, yang akan mati saat melawan Female Titan annie.  Dita ness, dan juga.....
...kuda kesayangannya.

"Terima kasih," ucapku sesopan mungkin taklupa dengan hormat. Dia meninggalkanku seraya dengan lambaian tangannya. Kulihat kuda miliknya menggigit penutup kepalanya hingga sobek.

'Ckck'

Ding ding ding

'Makan malam.'

Tak mau buang waktu, aku berjalan menuntun kakiku menuju entah kemana. Bodohnya aku, seharusnya aku menerima tawaran Dita-san untuk mengantarku menemui Keith Shadis dengan sikap yang mirip dengan namanya. Shadis.

"Bodohnya aku..." gumamku entah untuk siapa. Aku berjalan gontai melewati lorong2 aneh. Padahal jika dilihat di animenya, aku hanya melihat kantin dan juga lapangan. Bagaimana ini? Aku meremas rok sependek lututku hingga kusut. Cukup panjang sih, untukku yang pemalu.

"Eh, a-ano... ada yang bisa aku bantu?" Aku makin mengeratkan remasan pada rokku. Kenapa tiba-tiba aku ingin berteriak mendengar suara yang sangat familiar dibelakangku.

"Nona?"

Itu suara ARMIN ARLERT. Ku tarik nafasku dalam dalam sebelum berbalik. Juga menghilangkan rona merah dipipiku. Tetapi orang yang sedari tadi memanggilku seakan tidak sabaran.

"J-jika aku mengangg--"

"Tolong antar aku keruangan Keith-san!!" Aku tidak tahu kenapa aku berteriak. Bukan karena marah, aku berusaha menstabilkan nafasku. Namun aku malah berteriak. Pipiku panas sekali. Sudah kupastikan, wajahku sudah seperti tomat, makanan kesukaan sasuke dari anime sebelah.

Tapi entah kenapa kurasa saku ku terasa ringan, sepertinya ada yang jatuh. Tidak usah kupikirkan. Benda dari masa depan tidak akan berguna disini.

"Eh b-baiklah," kulihat Armin juga terkejut. Sial, aku malah menakutinya. Dia membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu. Tapi dia kembali menutup mulutnya.

'Pasti aku terkesan buruk dimatanya!' Teriakku dalam hati.

Dia mengangguk pertanda agar aku mengikutinya. Aku berjalan dibelakangnya. Hingga sampai di suatu ruangan yang penuh dengan para kadet yang sedang makan siang. Kenapa disini!?

Jika Keith sialan itu memarahiku disini, itu akan membuatku malu 1000 kali lipat. Semua mata menatap kearah kami. Lebih tepatnya ke arahku. Armin berjalan ke sudut ruangan dan berbicara dengan si botak Keith. Aku hanya berdiri diambang pintu dengan wajah yang super duper memerah. Kudengar para kadet wanita mulai berbisik dengan wajah keheranan. Sedangkan kadet pria melihatku. No!. Menatapku dengan lekat. Bahkan kulihat wajah Jean memerah. Tapi kasihan sekali Jean, sekarang dia pasti sudah menemukan mayat Marco.

"Kau!?" Aku terperanjat. Suaranya benar benar mengejutkanku.

"Ha'i" Aku memasang sikap hormat.

Second Life || Levi Ackerman [Complete]Where stories live. Discover now