4. Denis hanya untuk Nina

3.2K 451 124
                                    

Cinta itu pilihan kita sendiri, bukan orang lain. Cinta itu kita yang merasakan, bukan orang lain. Kita yang akan menjalani manis pahitnya.

Meski akan banyak yang mengatakan Nina bodoh, sangat-sangat bodoh, sudah ditolak dan dibuat sakit berkali-kali oleh Denis tetap saja masih menaruh hatinya pada pria itu. Jangan salahkan Nina. Ia hanya gadis muda yang tengah jatuh cinta. Baru pertama kali merasakan kasmaran. Apa salah? Tidak bukan? Jadi, biarkan Nina dengan pilihannya.

Nina menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk sebuah senyuman lebar. Ditatapnya pria tampan yang dibalut kaus putih polos dengan celana potong abu-abunya itu dengan mata berbinar-binar. Denis benar-benar sangat tampan, menawan dan menggetarkan hati!

Nina berlari mendekat, duduk di kursi sun lounger yang bersebelahan dengan Denis. Denis tengah berbaring menikmati hamparan pemandangan indah di hadapannya dari atas gedung hotel. Pantai Seminyak Bali memang pilihan yang tepat untuk menghilangkan rasa penat setelah menenggelamkan diri bersama tumpukan kertas-kertas memusingkan di kantor.

"Kak Denis!" seru Nina, lalu Denis menoleh dengan rautnya yang dingin.

"Ada apa?"

Sebelum mereka tiba disini, Denis sempat mengumpat berkali-kali pada Gilang karena telah mengajak gadis ingusan di hadapannya ini berlibur dengan keluarga mereka. Nina pasti akan membuatnya pusing!

"Lihat deh Kak Gilang sama Mbak Bunga.. mereka bahagia banget ya, apalagi udah punya Tama." Nina kini memperhatikan keluarga kecil itu yang tengah bermain di tepian kolam. Mereka memang memesan kamar hotel lengkap dengan fasilitas kolam renangnya yang hanya untuk mereka pribadi.

"Nina pengen kayak mereka. Punya anak yang lucu. Punya suami yang baik, penuh kasih sayang, setia... dan Nina yakin Kak Denis orangnya. Oh iya, nanti konsep pernikahannya negri dongeng ya? Uuuh itu pasti indahhh bangettt." Nina menyengir sambil membayangkan setiap ucapannya.

Denis mendengus. Lihat lah, benar apa katanya tadi kan? Nina sudah mulai membuatnya pusing dengan celotehan konyolnya.

"Kak Denis kok diam aja?!" Nina cemberut.

"Kamu terlalu mengada-ada." Denis membuang napasnya dengan kuat sembari ia kini menatap ke depan, pada pemandangan pantai.

"Mengada-ada gimana?" Karina-maminya Denis yang tadi berbaring di kursi sun lounger sebelah Denis langsung bangun dan duduk menghadap Denis dan Nina.

"Yang Nina bilang itu benar. Mami juga ngerasa kalau Nina jodoh kamu."

"Mi.." Denis menatap tak suka pada maminya.

"Yah yang Mami rasain ini kan firasat seorang ibu." Lalu Karina berjalan mendekati Nina, duduk di sampingnya.

"Memangnya apa kurangnya Nina? Nina cantik banget loh, muda lagi. Iya kan Sayang?" Karina mengelus rambut Nina. Nina pun mengangguk cepat sambil tersenyum lebar.

"Nina udah cantik, jago main piano, bisa nyanyi, bisa nyenangin hati mertua hihi.." Karina dan Nina pun terkikik bersama. Membuat Denis menatap jengah pada keduanya.

"Mami baik banget sih.." Nina dan Karina berpelukan layaknya teman dekat yang menggelikan di mata Denis.

"Mami?" tanya Denis untuk memastikan apa ia salah dengar.

"Iya, memangnya kenapa? Menurut Mami Nina itu calon yang paling tepat untuk kamu. Jadi sah-sah aja Nina manggil Mami." Karina menatap tegas pada putra sulungnya itu. Karena baginya memang Nina lah orangnya. Karina bisa melihat hanya dari tatapan Nina saja sudah membuktikan bahwa gadis itu benar-benar mencintai putranya. Benar, Nina masih muda. Memang apa salahnya? Toh, dulu Karina menikah lebih muda di usia 17 tahun. Semuanya berjalan lancar dan memunculkan rasa bahagia. Hanya saja, Papi Denis lebih dulu dipanggil Sang Pencipta.

Modern Fairytale (slow update)Where stories live. Discover now