12. Apa yang terjadi pada Denis?

3.5K 387 169
                                    

Denis termangu menatap kursi kosong di hadapannya. Sarapannya yang masih setengah tersentuh diabaikan sejenak. Kini pikirannya melayang pada sosok yang selalu duduk sarapan bersamanya. Siapa lagi kalau bukan gadis cerewet yang selalu menceritakan hal-hal yang tidak penting itu, yang tak lain dan tak bukan adalah... Nina.

Denis menarik napas sejenak. Disentuh pelipisnya sembari menggelengkan kepala. Apa ia terlalu dini mengungkapkan ada wanita lain di hatinya? Tapi Nina memang harus tahu agar ia tak mengharapkan hal yang tak mungkin dari Denis. Apa gadis ingusan itu kini patah hati, menangis semalaman hingga memutuskan mengurung diri di kamar sampai saat ini?

"Bi Idar?" panggil Denis. Bi Idar yang mendengar tanpa dipanggil dua kali langsung menghampiri.

"Ya, Mas Denis.. ada yang bisa Bibi bantu?"

"Nina kenapa belum keluar juga?"

"Ehmm begini Mas Denis, sejak subuh tadi Bibi sudah coba bangunin.. tapi Non Nina tidak mau keluar. Katanya lagi mager.. gitu."

"Tapi dia harus kuliah, sekarang...," Denis melirik jam tangannya. "Udah jam tujuh, nanti dia bisa terlambat," sambungnya.

Bi idar manggut-manggut, "Baik Mas Denis.. biar Bibi coba lagi, permisi.."

Denis kembali menarik napas sebelum ia melanjutkan sarapannya hingga habis. Lalu Bi Idar kembali menemuinya. "Maaf Mas Denis.. Non Nina tetap tidak mau keluar, pas Bibi bilang Non Nina kan harus kuliah, malah dijawab males Bi.. hari ini Nina bolos! gitu..," jelas Bi Idar.

Denis terdiam sesaat. "Yaudah, Bibi lanjutin kerja aja. Biar saya yang coba panggil Nina keluar." Bi Idar mengangguk paham dan kemudian beranjak melanjutkan tugasnya di dapur.

Denis meraih tisu mengelap bibirnya. Kakinya kemudian berderap tegas menuju kamar Nina. Sesampainya di depan pintu, Denis langsung mengangkat sebelah tangan hendak mengetuk. "Nin-!" ucapnya menggantung dan perlahan-lahan tangannya mulai turun. Diurungkan niatnya. Bisa-bisa Nina berbesar kepala jika ia bangunkan. Denis akhirnya memutuskan pergi dari sana, mengabaikan Nina.

Nina yang berada di dalam kamar dengan kondisi mata sembab, lengkap dengan lingkar hitam di kantungnya, serta hidung memerah dengan wajah tanpa semangat duduk di depan cermin meja rias miliknya. "Uugh ngenesin banget!" ringis Nina sembari menangkup kedua pipi memandangi penampilannya yang begitu mengenaskan. Ingatan Nina pun langsung melayang pada percakapannya dengan Denis semalam.

"Bukan salah, tapi kamu salah besar. Setiap kisah cinta tidak selalu berakhir bahagia. See, kamu masih gadis kecil yang membayangkan semuanya akan terjadi seindah dalam mimpi mu."

"Kak Denis! A-apa Kak Denis...mencintai wanita lain?"

"Ya!"

Helaan napas panjang lolos dari sela bibir Nina. "Sakitnya ternyata belum hilang juga," lirihnya menyentuh dada. Perlahan air matanya menganak di pelupuk mata siap untuk terjun bebas membasahi pipi. Cepat Nina berlari naik ke atas tempat tidur. Menutup wajah di atas bantal yang sudah menjadi saksi bisu betapa memilukannya tangisnya sejak semalam.

Selang beberapa menit ponsel pintar milik Nina berdering dan itu terjadi berulang-ulang kali. Terlihat sekali bahwa sang penelepon begitu tak sabaran. Dengan bersungut-sungut serta wajah memerah karena tangis, Nina beringsut mendekati meja kecil yang ada di sebelahnya tempat ia meletakkan ponselnya. Ketika melihat nama yang tertera di layar Nina langsung berusaha menghentikan tangisnya. Berkali-kali ia menarik napas dalam-dalam sembari menepuk-nepuk pelan dadanya, mengontrol agar suaranya tak bergetar saat menerima telepon.

"Engh.. halo Pa?" suara Nina terdengar serak.

"Kamu kenapa? Sakit?"

"Nggak Pa.. Nina baru bangun."

Modern Fairytale (slow update)Where stories live. Discover now