11. Pahitnya Proses

4K 498 135
                                    

Holaaaaa i'm back! Makasi udah nungguin Nina-Denis 😍🤩 Aku boleh request gak? 500 vote dong, hihi mungkin bisa jadi penyemangat nulis 😁😁☺️

Selamat membaca!

Pandangan Nina menyapu seluruh taman kampus. Sekelompok mahasiswa ada yang tengah bercanda tertawa cekikikan, sekelompok yang lain tengah berbisik-bisik mungkin menggosipkan sesuatu, selebihnya lagi bercengkerama entah membicarakan apa. Yang jelas mereka semua terlihat baik-baik saja, sementara ia diselimuti awan mendung yang sudah siap menumpahkan hujannya. Nina pun tak sanggup membendung air mata lagi, tumpah sudah tangisnya di sana. Nina langsung menutup wajah, menangis tanpa suara mengakibatkan seluruh tubuhnya bergetar.

Nina sebenarnya merasa lega setelah tadi pagi kembali menghubungi Gilang menanyakan keberadaan Denis, ternyata suaminya itu sudah di kantor melakukan aktivitas seperti biasa. Hanya saja di samping itu, Nina merasa hatinya seperti dicubit keras. Sebagai istri ia telah gagal, tidak mengetahui dimana posisi suaminya. Bukannya Nina berdiam diri, ia pun terus mencoba mengubungi Denis tapi tak ada balasan. Terkesan ia memang sengaja diabaikan. Kadang Nina jadi berpikir, apakah dalam sebulan ini dirinya pernah dianggap istri oleh Denis?

"Nina!" seseorang meneriakan namanya. Nina cepat menyudahi tangisnya dan segera menyeka pipinya yang basah. Saat mendongak melihat Vania berlari kecil ke arahnya, Nina menghempaskan napas cukup kuat seraya memutar kedua bola mata dengan malas.

"Haiii!" seru Vania langsung mengambil tempat duduk di samping Nina.

"Hai," jawab Nina memasang senyuman.

"Eh... mata mu kenapa, Nin? Habis nangis? Oh my God! Ada apa? Cerita aja, aku siap kok dengerinnya. Aku siap jadi teman curhat mu yang akan memberi solusi untuk permasalahan mu." Vania mengangguk mantap.

"Aku nggak papa."

"Nggak papa gimana? Jelas-jelas mata sama hidung mu memerah. Udah jangan sungkan, cerita aja. Berbagi ke orang lain bisa mengurangi beban pikiran."

Nina menghela napas sejenak, kembali senyumannya ditunjukkan pada Vania. "Maksa orang buat cerita itu dosa," lalu Nina mendelik ke arahnya. Membuat wajah Vania langsung berubah masam.

"Nina?" panggil seseorang dari arah belakang. Nina langsung berbalik saat mendengar namanya. Bimo tersenyum lebar sembari melangkah mendekat.

"Kak Bim!"

"Ternyata kamu belum pulang. Masih ada mata kuliah lagi?" Bimo menundukkan kepala agar bersitatap dengan Nina yang duduk di kursi.

"Iya Kak, ada dua lagi." Nina melesu. "Oh iya, Kak Bimo mau pulang?" sambungnya.

Bimo menganggukkan kepala. "Iya, aku mau pulang sekalian mau mampir bentar ke kantor Papa. Aku kira kuliah mu hari ini udah selesai, tadinya mau ngajak makan siang bareng. Ternyata kamu nggak bisa," Bimo mengangkat kedua bahunya.

"Yahhh sayang banget, padahal Nina pengen sih ditraktirin sama Kakak," Nina tersenyum jail.

"Dasar, kamu ini maunya gratisan terus!" Bimo terkekeh sambil mengacak-acak rambut bagian atas Nina.

"Iiih Kak Bim, jangan dong rusak nih rambutnya!" Nina cemberut sembari menghalau tangan Bimo yang terus aktif bergerak mengacak-ngacak rambutnya.

"Rese banget!" Nina berhasil menepis tangan Bimo lalu keduanya pun tertawa bersama.

"Ehem!!!" Vania berdeham cukup kuat menarik perhatian Nina dan Bimo. "Ya ampun, lupa yah ada aku di sini? Dunia kok serasa milik berdua. Hati-hati loh Nin, suami mu bisa salah paham lihat kedekatan kalian. Bisa-bisa dia cemburu terus kamu ditinggal. Udah ah, aku nggak mau jadi obat nyamuk di sini!" Vanisa segera bangkit, diperhatikan Nina dan Bimo bergantian. Ia langsung mengentak-entakkan kaki sembari berlalu dari sana.

Modern Fairytale (slow update)Where stories live. Discover now