Wolf King

173 40 7
                                    

Jauh di dalam gunung. Di antara bebatuan yang terjal terkikis salju di musim dingin. Goa gelap menganga lebar. Dari dalam bertiup angin yang mengusir siapapun yang hendak masuk.

Semua hewan secara insting akan menjauhi tempat itu. Semuanya.

Pepohonan mati di depan goa memberi isyarat 'mati' bagi siapa saja yang melangkah ke wilayah Sang Penguasa.

Langit mulai bergemuruh. Awan putih berkumpul dan memadat. Salju yang turun bagaikan butiran halus mulai beruntun menambah jumlahnya.

Terseok-seok datang seekor serigala betina bersama anaknya. Tubuhnya terluka parah di bagian paha kiri. Darah merah bersinar tajam membasahi tanah yang memutih.

"Grrrr..." Liff. Seekor serigala tua berbulu hitam menatap tajam serigala muda di depannya.
"Jangan macam-macam kau! Ini mangsaku!" Taringnya berliur terbuka.

"Pak Tua. Kau seharusnya menunggu mati saja. Biarkan yang muda-muda ini memakannya. Niscaya itu akan lebih berguna dibanding kau yang memakannya. Lagi pula kau juga sudah tidak bisa ikut berburu." Gerombolan ketiga serigala muda itu tidak mau mundur. Bukannya mundur diancam oleh Liff, mereka malah semakin maju. Menepakkan cakarnya ke atas daging rusa yang telah berhari-hari lalu mati.

"Grrrr!!! Pergi atau kucabik leher kalian!" Liff semakin membara. Otot pahanya sudah menegang bersiap untuk menerjang.

Serigala-serigala lain yang tadinya bersantai dan tidur dipeluk dingin mulai mengangkat kepala mendengar keributan. "Hei-hei lihat. Ada yang seru." Ucap serigala berbulu putih dengan corak coklat di punggungnya.

"Lagi-lagi si tua Liff berulah. Kapan dia mati? Membebani kelompok kita saja." Serigala berbulu perak dengan luka di mata kirinya itu menggaruk leher dan melemaskan badan.

"Graa!!!" Tanpa peringatan Liff melompat menerjang ketiga serigala muda itu. Sontak saja mereka bertiga dengan refleks yang masih bagus melompat ke belakang. Tanpa basa-basi perkelahian berat sebelah pun terjadi.

Cakaran serigala muda itu mampu menembus bulu lebat Liff seperti pisau menusuk kertas.
"Graa!!!!" Serigala tua itu tidak menyerah. Meski lambat, mulutnya tetap berusaha menggigi leher serigala muda di hadapannya.

"Duar!!!" Petir menyambar kencang hingga menggetarkan gua. Bayangan serigala terbesar disana berdiri dan langsung membuat semuanya diam.
"Grrr..." Liff meringis kesakitan. Terseok menepi ke dinding batu.

"Hentikan." Suaranya berat dan dalam. Mampu membuat bulu-bulu serigala yang kuat berdiri. Dinginnya cuaca saja seolah tidak berasa, namun serigala hitam dengan mata merah menyala itu mampu membuat semuanya gemetar.

Bulu hitamnya tercabik sedikit bekas luka pertempuran. Kukunya lebih gelap dari bayangan. Giginya tajam seperti gergaji.
"Badai dingin akan segera tiba menimpa gunung. Kalian jangan melakukan keributan sia-sia dan menghabiskan tenaga." Ucapnya tenang.

Ekor ketiga serigala muda itu pun lemas. Mereka menunduk mundur dan menepi.

"Raja Woofang!!!" Anak serigala berteriak dari depan gua. Sang Ibu yang berjalan bersamanya tertinggal di luar.
"Raja Woofang!!! Tolong! Tolong ibu saya!"

Ekor semua serigala pun terangkat dan mereka berlarian keluar gua.
Serigala betina berbulu putih itu sudah tidak mampu bergerak. Darahnya banjir hingga salju tak mampu menutupinya.
"Ibu!!! Ibu!!!!" Anak serigala itu menangis di samping. Kepalanya yang kecil mendorong-dorong kecil kaki Sang Ibu. Mencoba memberikan kekuatan kecilnya.

"Apa yang terjadi Silvia?" Woofang datang berjalan. Serigala yang lain pun menyingkir mempersilahkannya lewat.

"Pemburu... Para manusia pemburu itu menyerang ketika kami meminum air di sungai..." Dengan suara serak Silvia berusaha mengumpulkan kekuatan. Mencoba menjawab Rajanya.

The Wolf Is ComingWhere stories live. Discover now