Bola Mata Crimson

100 25 7
                                    

Dum! Dum! Raksasa-raksasa itu berhenti melangkah lalu menolong anggotanya. Lutut raksasa kecil itu terluka berbanjir darah. Sampai-sampai untuk berdiri pun harus digotong.

Keempat raksasa itu lalu memalingkan kepala menghadap Ruby.
"Hah... Hah.... Hah..." Nafas Ruby masih terengah-engah keluar masuk paru-parunya. Tubuhnya masih berat untuk kembali bangkit bertarung.

"Ruby!" Hans berteriak. Dia membangkitkan tubuhnya hendak berlari menggapai crossbownya kembali.
Namun kaki ketiga raksasa itu sudah tepat berada kurang dari satu jengkal di atas kepala Ruby.

"Keh!" Ruby pun memejamkan matanya. Pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tap...

"Eh?!" Ruby yang terkejut dengan sentuhan halus membelai rambutnya membuka mata kembali.

Mulut Hans terbuka lebar. Baru kali ini sepanjang hidupnya sebagai pemburu melihat pemandangan itu.
Raksasa.
Makhluk yang disegani, dihormati di sepanjang hutan negeri memberikan sentuhan lembut kepada manusia.

Ruby pun bangkit mendudukkan dirinya. "Eee..." Pemilik bola mata hijau itu bingung harus melakukan apa selain menatap raksasa-raksasa di depannya.

"Teeeri.... Kas.. ih..." Ucap raksasa kecil sambil memegangi lututnya.
"Teri...ma kasih?" Ruby mencoba memastikan maksud bahasa raksasa itu.

Raksasa itu pun mengangguk.
"I.. Iya. Sama-sama." Ruby tersenyum

Tap... Tap..

Lagi-lagi raksasa itu mengangkat tangannya. Membelai pelan kepala Ruby. Tentu saja, dengan tangannya yang besar tubuh Ruby sampai terbungkuk menerima bebannya.
"Hahaha." Ruby tertawa sambil memeluk tangan raksasa kecil itu.

Dedaunan rontok. Bumi sedikit bergetar. Raksasa-raksasa itu berdiri dan membungkukkan diri sejenak sebelum melangkah pergi.
"Sampai jumpa lagi!" Ruby melambaikan tangan.

"Hah... Hah..." Hans langsung berlari menghampiri Ruby. "Apa itu tadi!" Suaranya tinggi. Sedikit panik bercampur takjub. Tidak percaya dengan apa yang barusan dilihatnya.

"Haha... Aku juga tidak tahu Hans...." Ruby berdiri mengambil kapaknya. Kembali menggantungkan senjata itu di punggungnya.

"Kakak!!!!" Nina datang berlari. Wajahnya penuh dengan luka gores ranting-ranting pohon.
"Nina!?"

Nina langsung memeluk Ruby. "Kakak tidak apa-apa?" Mata rakun kecil itu berkaca-kaca.
"Hmm mmm." Ruby mengangguk sambil tersenyum.

"Jadi... Sejak kapan kau punya kemampuan itu?" Tiba-tiba nada suara Hans serius.
"Kemampuan?" Ruby memiringkan kepalanya. Bingung dengan pertanyaan Hans.

"Kemampuanmu menyerap darah dan menyembuhkan luka. Itu adalah kemampuan lifesteal. Hanya ada dua makhluk menurut legenda yang mempunyai kemampuan itu..."

"Life...steal? Aku juga tidak tahu... Aku tidak ingat apa-apa. Aku juga baru mengetahuinya tadi, kemudian tubuhku bergerak sendiri...." Ruby menatap Hans dalam. Ingin menunjukkan keseriusannya kepada pria itu.

Fuhh... Hans menghembuskan nafas panjang lalu mengambil sebatang rokok dari sakunya.

Jadi... Karena itu kau bisa selamat dari serangan mereka? Ucap Hans dalam benaknya.

"Ya sudah ayo kita pulang. Hari sudah sore..." Pria itu menghembuskan asap sambil memijat-mijat sendi-sendi tulangnya.

"Hei! Ceritakan lagi apa itu Lifesteal!" Ruby menggoyang-goyang lengan Hans sambil mengikutinya berjalan keluar dari hutan.

"Nanti! Bersihkan badan kalian sebelum kalian masuk ke rumahku!" Tatap Hans tajam.

Ruby dipenuhi lumpur. Mulai dari kaki hingga ke punggung. Terutama sepatunya. Terasa lengket dibawa berjalan. Sisa-sisa tanah itu tentu akan tumpah-tumpah ke gubuk Hans jika tidak dibersihkan sekarang.

"Rumah? Rumah yang mana?" Ucap Nina dengan nada mengejek.
"Rumah mewah yang berbaik hati menampung kalian berdua. Oh? Apa? Kalian lebih senang tidur disana?" Tunjuk Hans ke dalam hutan.

Nina menggembungkan pipinya. Pipinya yang penuh dengan luka gores terlihat lebih merah dari biasanya.

Cahaya mulai meredup. Tertahan oleh dedaunan yang lebat dan langit yang mulai dikuasai bayangan.
Perlahan, semakin nyaring, terdengar suara gemericik sungai mulai menyambut.
"Kak! Mandi bareng yuk!" Nina menggandeng tangan Ruby. Langsung menarik membawanya berlari.
"Ehh!! Ehh!!!"

Malam tiba

Mereka bertiga duduk di lantai sambil memakan daging kelinci yang dibakar berputar di atas kayu bakar.
Lemaknya meleleh menetes. Membuat bunyi percikan dan aroma yang memeluk hidung.

Tinggal di pinggiran desa membuat suara-suara di sekitar mereka hanya berhias suara getaran jangkrik dan kicauan burung hantu.
Namun, langit di atas penuh dengan bintik putih. Bulan bulat penuh dengan putihnya bersinar.

"Hmm! Ini enak sekali!" Nina dengan lahap menyantapnya.
"Ya... Itu hadiah dari orang di desa." Hans mengambil daging kelinci lainnya dan mulai memutarnya di atas api.

Hening kembali hadir. Mereka bertiga sibuk masing-masing mengunyah daging kelinci yang rasanya sangat lembut. "Jadi... Lifesteal itu apa?" Ruby memecah hening.

Hans menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. "Kemampuan untuk menyerap energi kehidupan makhluk lain. Seperti yang kau lakukan tadi... Kau menyerap darah yang merupakan energi kehidupan dan menyembuhkan lukamu..."

"Jadi... Aku bisa sembuh seketika?"
"Hanya jika kau dapat menyerap energi kehidupan. Dalam hal ini adalah darah." Ucap Hans sambil mengunyah paha kelinci utuh. Berhenti sejenak menambahkan garam di atas merahnya daging.

"Kemampuan itu hanya dimiliki oleh Sang Raja Serigala dan satunya lagi...... Intinya itu bukanlah kekuatan baik. Kekuatan yang memancing makhluk jahat untuk mendekat."
Ruby merenung. Menatap kosong daging kelinci di tangannya.

"Itu adalah kutukan..." Hans menghentikan makannya, menghembuskan nafas panjang. Nina juga berhenti mengunyah. Menatap Ruby.

"Lalu.... Kenapa aku?" Bola mata hijau itu berbinar di depan api unggun.

"Aku tidak tahu. Tapi aku bukan orang yang percaya pada yang namanya kebetulan. Segala sesuatu itu pasti ada alasannya..."

"Auuuu!!!" Tiba-tiba suara lolongan serigala terdengar.
"Auuuu!!!" Disusul lolongan lainnya. Lolongan itu terus dan saling bersahutan seperti rantai. Suaranya hanya sayup-sayup. Jaraknya yang jauh perlahan menghilangkan suara itu.

Ruby langsung berdiri. Mengambil kapak dan berlari menuju sungai.
"Kakak!" Nina berteriak menjatuhkan makanannya.

"Hah.... Hah... Hah..." Bola mata Ruby berubah merah gelap. Wajahnya bengis penuh nafsu membunuh.
Kapak sudah siap di tangannya, erat. Tubuhnya berputar mencari-cari darimana asal suara lolongan yang sudah menghilang.

"Ruby!?"
"Kakak???" Hans dan Nina perlahan mendekatinya.

"Ugh!!!" Kapak terjatuh. Ruby menekan kepalanya yang berdenyut.

"Kakak tidak apa-apa?" Nina melangkah memegang tangan Ruby.
"Aku tidak tahu... Ugh... Kepalaku sakit...."

Nina lalu membantu Ruby berjalan masuk ke gubuk. Ruby pun berbaring dan memejamkan matanya yang telah kembali berwarna hijau beristirahat.

Hans menatap bulan di langit.
Lolongan tadi itu... Tidak... Tidak... Tidak mungkin.


------------------------------------------------------------------

Hai~

Maaf tidak bisa update tiap hari seperti biasanya..... 🙏

Ada kegiatan lain yang memanggil *uhukmaingamePUBGML

Tapi pasti, jika tidak ada apa-apa setiap tiga hari ada mininal satu chapter 🤗.

Jadi... Apakah kekuatan Ruby itu kutukan ataukah berkah?

The Wolf Is ComingWhere stories live. Discover now