Pertemuan Kapak dan Taring

152 35 13
                                    

"Happy Birthday.... Happy birthday.... Happy birthday to you...." Mereka bertiga, Ayah, Ibu dan Nenek menyanyi kompak di meja makan.

Kue coklat besar ada di atas meja. Lilin yang sulit sekali mempertahankan apinya akhirnya sanggup bertahan hingga lagu selesai.

Hari ini merupakan hari terbaik bagi Ruby. Gadis itu telah resmi melewati masa remajanya. Setelah 17 tahun hidup di Alvant, akhirnya dia memasuki dunia orang Dewasa.

Di dalam pikirannya hanya ada satu. Setelah ini tidak akan ada hukum yang melarangnya untuk keluar berburu. Dia bisa pergi ke gunung kapan saja sepanjang tahun.

"Sudah buat permohonan?" Ibu tersenyum memandang Ruby.
Ruby mengangguk. "Iya. Ruby bertekad akan melampaui Red Hood..." Tak ada keraguan di kata-kata gadis pirang itu.

"Baiklah... Baiklah... Sudah sekarang ayo dimakan supnya dulu baru ditutup kue." Ibu mengambil pisau dan mulai memotong kue coklat. Membaginya rata untuk mereka berempat.

"Ayah... Nenek? Kenapa merenung?" Ruby yang hendak langsung menelan utuh kue coklat itu menghentikan tangannya menyuap.
Dilihatnya wajah Ayah dan Nenek seperti sedang memikirkan sesuatu. Jelas sekali beban pikiran itu terlihat di hadapannya.

"Bu.... Ibu dengar lolongan yang saling bersahutan tadi?" Ayah mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja makan kayu.

Nenek mengangguk pelan. Tangan keriputnya gemetar memegang tongkat yang selalu membantunya berdiri.

"Memang ada apa? Baru kali ini Ruby mendengarnya..." Ucap Ruby dengan kue coklat yang penuh di dalam mulut.

"Heh... Kamu yakin sudah 17 tahun? Makanmu saja berantakan." Ibu mengambil sapu tangan dan menarik pipi Ruby. Dengan pelan ia membersihkan noda coklat yang ada di sekitar bibir merona anaknya itu.

"Apa yang harus kita..."
"Alvant." Belum sempat Ayah menyelesaikan perkataannya, Nenek sudah lebih dulu memotong.

"Saat ini tempat teraman hanyalah Alvant. Kita tinggal berdoa dinding itu mampu melindungi kita." Nenek mengkerutkan bibir dan menelan ludah.

"Semoga Ibu Tanah bersama kita." Ayah bergumam kecil.
"Ada apa sih?" Ruby mengkerutkan alis. Penasaran kenapa di hari bahagianya ini Ayah dan Nenek malah bersikap seperti itu.

Di luar dinding batu Alvant, gerombolan serigala bersembunyi di balik gelap bayangan dan semak-semak.

Cahaya bulan terhalang oleh awan badai salju yang sebentar lagi bisa kapan saja menumpahkan isinya.
"Grrr.... Bagaimana cara kita melewati dinding itu Raja?" Ucap salah satu Serigala muda.

Tidak ada sahutan suara komando apapun. Hanya ada suara angin yang bergemuruh membawa awan salju kian menumpuk.

"Raja? Raja Woofang?" Gerombolan Serigala itu memutar kepala mencari Sang Raja.
"Apa dia kabur? Dia memang sudah tua seperti Liff, tapi tak kusangka dia lebih pengecut..."

"Grrr...." Liff yang mendengar itu menampakkan taring mengancam serigala muda yang baru saja menghina sahabatnya.

Dari arah belakang terdengar langkah kaki yang kuat. Woofang datang dari gelapnya hutan. Mulutnya menyeret bangkai seekor rusa. Namun, bukan rusa sembarangan.

"Itu.... Bukannya itu rusa emas! Rusa langka kesayangan Ibu Alam!" Ucap serigala muda itu terkejut.
Menemukan dan memburu Rusa Emas itu adalah hal yang sangat sulit, bahkan bisa dikatakan mustahil.

Saking sulitnya, hingga Rusa Emas itu sendiri sampai menjadi mitos yang keberadaannya tidak diketahui nyata atau tidak.
Namun, Sang Alpha mampu memburu dan mendapatkan Rusa mitos itu hanya dalam waktu beberapa jam.

"Mau apa kau dengan itu Woof! Kau ingin Ibu Alam marah kepada kita!" Suara Liff meninggi. Baru kali ini ada serigala yang berdiri menentang Woofang. Dan serigala itu adalah sahabatnya sendiri.

"Ibu Alam? Dimana Ibu Alam? Apa kau melihatnya saat Ibu anak serigala kecil tadi mati? Apa dia menolongnya?" Woofang terus menyeret mayat Rusa Emas itu semakin dekat dengan pintu gerbang Alvant.

"Ini salah Woof!" Liff menggelengkan kepala.
"Bruk..." Mayat Rusa itu terjatuh dari cengkraman taring tajam Woofang.

"Aku adalah Alpha di kelompok ini. Hanya ada dua pilihan yang kau punya. Patuh atau kau akan kuusir." Mata merah itu tanpa ampun menatap sahabatnya. Taring dan cakarnya lurus menghadap Liff.

Di dalam Liff, sosok Raja yang ada di hadapannya ini bukanlah sahabat yang dulu pernah ia kenal. "Ini bukan kau Woof..."

Woofang kembali menancapkan taring ke leher rusa Emas. Badannya sedikit menyenggol Liff saat ia melanjutkan langkah.

Dengan kekuatan yang luar biasa, Woofang melempar mayat Rusa Emas itu dari hutan sampai ke depan pintu gerbang Alvant.

Di atas pos jaga, pemburu yang bertugas menjaga gerbang menguap lebar. Mulutnya terbuka hingga rahangnya terasa hampir putus.
"Sial-sial... Badai begini malah dapat giliran menjaga...."

"Hei bagaimana hasil berburumu tadi?" Ucap rekannya yang sama-sama terjebak giliran menjaga gerbang

"Yah lumayan... Yang jelas lebih banyak dari si Crimson yang mengaku-ngaku keturuan asli Red Hood itu." Balasnya membanggakan diri.

"Tapi masih jauh untuk menjadi yang terhebat... Seandainya saja ada hewan langka yang berhasil ku bawa pulang... Maka......."
"Bruk!!!!" Terdengar sesuatu jatuh dari luar gerbang. Mereka berdua pun segera menyiapkan anak panah dan mengintip.

"Ada apa?"
"Itu.... Itu! Itu bukannya Rusa Emas!"
"Ru... Rusa emas! Hewan itu nyata!"
"Ini dia! Ini dia kesempatan yang baru saja kuucap! Kita berdua bisa kaya raya!"
"Tapi dia ada diluar sana..."

Pemburu itu menurunkan panahnya. Dia menepukkan tangannya ke bahu rekannya. "Tenang. Lihat.... Tidak ada apa-apa di bawah sana... Kita tinggal buka gerbangnya sebentar, kita ambil rusanya dan langsung kita tutup! Hasil Rusa itu akan kita bagi dua!"

Sang rekan masih ragu untuk setuju. Sekali lagi dia menepukkan tangannya ke bahu rekannya itu. "Bayangkan jumlah uang yang bisa kita dapat dari Raja hanya karena membuktikan Rusa ini ada! Ditambah kehormatan yang kita dapat! Keluarga kita bisa menjadi bangsawan!"

Setelah menunggu beberapa detik akhirnya Sang Rekan mengangguk setuju. Mereka berlari menuju kontrol gerbang. Memutar besi baja pelindung pintu gerbang.

Suara bengkokan besi itu terdengar sampai ke rumah Ruby. Ayah sontak berdiri. Ruby yang sedang menyantap sup menghentikan tangannya.
Nenek terbelalak tak mampu berkata-kata.

Tanpa jeda Ayah langsung berlari mengambil kapaknya dan pergi keluar rumah.

Kedua penjaga itu sudah ada di bawah. Di depan gerbang. Pengaitpun di angkat dan gerbang dibuka seadanya. Salah satu dari mereka pergi keluar.

"Auuuu!!!!!" Lolongan Woofang terdengar seperti dentuman petir yang menyambar tepat di hadapan mereka.

Serigala-serigala itu langsung berlarian menyerang pemburu yang lengah sibuk dengan Rusa Emas di hadapannya.
Dalam hitungan detik leher kepala pemburu itu putus hanya dalam satu gigitan Woofang.

Sang Rekan yang melihat itu pun langsung mencoba menutup gerbang. Namun jumlah Serigala-serigala itu mencapai ratusan. Lariannya tak sempat terbendung oleh gerbang yang belum menutup sempurna.

Ayah yang melihat kejadian itu langsung memukulkan kapak ke tiang besi di samping rumahnya.
"Serigala!!! Serigala masuk ke desa!!!!" Teriaknya sekuat tenaga.

The Wolf Is ComingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang