Chapter 11 : Gilang

22 6 2
                                    

"Kak, temanin dewi main sama ulfa yuk!". Ajak dewi yang membuatku mengalihkan pandanganku dari TV.

"Main sendiri kenapa sih?".

"Kakak mah gitu. Coba aja kalau kakak kaya abangnya ulfa pasti aku seneng banget". Cih! Terlalu drama deh nih anak!

"Ya udah, sana sama abangnya ulfa!". Ucapku kesal. Aku dari dulu bahkan dari orok memang tidak suka dibanding-bandingkan.

"Ya gak gitu juga kali! Kak, kakak pacaran sama abang ulfa?". Heh! Pacaran sama abang ulfa yang udah kerja gila dia kan udah punya pacar.

"Ya allah de. Bang Ilham kan udah punya pacar. Mana mungkin kakak pacaran sama dia. Lagian, umurnya juga terpaut jauh". Jelasku panjang lebar seraya meminum es yang sudah aku siapkan untuk menonton TV.

"Bukan Bang Ilham tapi Abang yang satunya".

"Uhukk!!!".

Gila! Keselek es batu gue dengar penuturan ade gue. Masa gue pacaran sama manusia es! Yang bener aja ntar yang ada gue bisa kedinginan mulu dekat dia. Bahkan suhu kutub utara pun kalah dengan manusia es itu.

"Kak kenapa?". Ucap dewi polos bukannya membantu dia hanya menatap.

"Gak kok. Cepat katanya mau main". Ucapku langsung bangkit dari sofa depan TV. Dewi pun girangnya minta ampun dan melupakan pertanyaan konyolnya itu.

--------

Ya sekarang aku udah dilapangan bermain yang ada di komplek. Lapangan ini di buka untuk umum semua orang yang tinggal di komplek bisa bermain di sini. Termasuk Dewi dan Ulfa walau cuma main masak-masakan dari daun.

Aku pun duduk di bangku yang ada di pinggir lapangan seraya memainkan ponsel. Sesekali aku melihat Dewi mengulek daun menggunakan batu. Nostalgia masa kecil deh gue.

"Boleh duduk disini?".

"Boleh kok. Duduk aja!". Ucapku tanpa melihat orang yang berbicara denganku karena aku sibuk memainkan ponsel.

"Gilang". Ucapnya mengulurkan tangannya setelah duduk di sampingku. Aku pun hanya melihat tangannya wah ini laki! Jangan-jangan om pedovil. Tapi, gue sambut aja uluran tangannya.

"Yusie panggil aja uci". Ucapku dan menoleh.

Astaga! Ini gak salah si MANUSIA ES! Kok bisa senyum gini sih? Astaga langka bener ini meleleh gue.

"Jangan mangap ntar tawonnya masuk". Ucapnya seraya memegang daguku untuk merapatkan mulutku yang sedikit terbuka.

"Gercep ae lu bang!". Ucap Nurul yang membuat aku dan Manusia es ini terkejut.

"Masih kecil. Jangan sok tau!". Ucapnya pada Nurul penuh penekanan.

"Mba, jangan mau dekat sama Bang Gilang beku ntar". Ucap Nurul padaku. Btw Nurul manggil aku mba.

"Jangan di dengar otaknya lagi geser". Ucap man-- eh! Maksudnya Kak Gilang datar. Baru aja senyum udah datar lagi.

Oh jadi namanya Gilang! Ganteng sih tapi sayang datar dan dingin banget jadi takut. Tapi, kelakuannya bisa berubah-ubah gak ketebak kadang-kadang dingin, kadang-kadang sweet buat gue baper.

" BAKSO!!!BAKSO!!!".

"Mang Asep! Sini saya mau beli". Panggilku seraya melambaikan tangan. Pas nih sore-sore makan bakso.

"Kaya biasakan neng?". Ucap Mang Asep saat sudah ada di depanku, kak Gilang, dan Nurul.

"Iya mang Asep". Jawabku seraya mengacungkan jempol.

"De mau bakso gak?". Tanyaku pada Dewi dan Ulfa mereka berdua pun langsung lari ke arah gerobak Mang Asep.

Dasar bocah! Kalau ada makanan aja cepat larinya.

"Gebetan baru neng? Mas Rendra mana?". Tanya Mang Asep seraya menyajikan bakso pesananku. Hadoh! Rusak image gue depan abangnya Nurul.

"Lagi sibuk sama kuliahnya mang". Jawabku asal.

"Sibuk atau lagi berantem nih". Ucap Nurul menggoda. Wah nih bocah bukannya bantuin malah buat runyam.

"Rendra itu siapa?". Tanya Kak Gilang yang bingung dengan arah pembicaraan kami.

"Pacarnya Kak Uci". Jawab dewi seraya meminum es yang di pesannya.

"Oh". Jawabnya.

"Napa muka lu bang?". Tanya Nurul menoel pipi Kak Gilang.

"Gak papa". Ucapnya datar.

"Ini baksonya neng uci". Ucap Mang Asep menyerahkan bakso yang di sajikannya.

"Mang saya juga ya". Ucap Nurul yang di jawab anggukan oleh Mang Asep.

"Dewi, Ulfa gak pesan bakso?". Tanyaku pada Dewi dan Ulfa yang melanjutkan permainannya lagi.

"Gak kak, kami dua minum es aja. Nanti kami kan makan masakan yang kami buat". Ucap Ulfa.

Hadoh bocah! Makan daun gituan emang bisa kenyang. Bodolah, gue makan aja udah demo nih cacing di perut gue.

.

.





.

Saat itu bakso habis aku pun langsung mengembalikan mangkoknya dan ingin membayar.

"Berapa mang?". Tanyaku

"25 neng".

Aku pun segera mengambil uang di saku celanaku. Eh! Kok gak ada adoh! Kok pakai lupa bawa duit segala sih! Aduh gimana nih.

"Mang punya ade-ade saya berapa?". Tanya kak Gilang pada Mang Asep sedangkan aku masih sibuk dengan aktivitasku.

"30 mas".

"Ini sekalian punya Yusie, ambil aja kembaliannya". Ucapnya seraya memberian uang satu lembar seratus ribu.

"Makasih mas". Ucap Mang Asep lalu berjualan lagi.

"Kak gak usah di bayarin. Aku bisa kok ngambil uang di rumah, bentar aku ambil untuk ganti uang kakak". Ucapku tidak enak.

"Gak usah. Anggap aja ini sebagai tanda perkenalan". Ucapnya seraya mungusap ujung kepalaku.

Deg!

"Jantung jangan copot!". - batinku.

















Tinggalkan jejak😗
Vote ya

GILANG & RENDRAWhere stories live. Discover now