23. PIECES OF TIME (CHAPTER 3/END)

209 44 1
                                    

Di hadapannya, terlihat tubuh kecil yang telah ditutup kain putih. Jiae berusaha berjalan dengan tegar mendekati tubuh itu.

"Jiyong sayang, dengar mama? Jiyong, mama di sini. Papa juga di sini. Jiyong...dengar mama, sayang..."

Jiae membuka kain putih yang menutupi tubuh Jiyong. Jiae menutup mulutnya dan menangis dengan pelan. Jiae tidak mau mengganggu istirahat tenang malaikat satu-satunya. Jiae membalikkan badan dan menatap Yoongi yang kini telah berdiri di pintu ruangan itu.

Yoongi tidak berani masuk.

"Yoon...gi-ya, Jiyong ingin melihatmu," kata Jiae dengan susah payah karena terisak.

Jiae menatap Jiyong. Menatap tubuh Jiyong yang terluka karena cambukan Yoongi. Jiae mengusap kepala Jiyong dan menggenggam tangan mungilnya.

"Tuhan...apa yang harus aku lakukan lagi? Tuhan...dia masih sangat kecil..."

Yoongi mendekati Jiae dan memeluk Jiae. Jiae semakin menangis dan memukul punggung Yoongi dengan tanpa daya. Jiae semakin lemah.

"Yoongi... Jiyong, dia..."

Yoongi menatap Jiyong. Yoongi amat menyayangi Jiyong. Tanpa sepengetahuan Jiae, Yoongi selalu membacakan cerita sebelum Jiyong tidur. Yoongi selalu memeluk Jiyong saat Jiyong sudah tertidur. Bahkan, Yoongi yang mengantar Jiyong ke sekolah setiap hari Selasa.

Yoongi memeluk Jiyong. Yoongi amat menyesal.

"Maafkan papa."

Jiae mencium Jiyong. Jiae mengusap kepala Jiyong lagi.

"Jiae, aku minta maaf."

Jiae berhenti mengelus Jiyong, tapi tidak mengeluarkan jawaban apapun. Jiae sudah hilang perasaan pada Yoongi. Kesabaran Jiae pada sikap Yoongi selama ini sudah berakhir. Di sini.

Jiae kembali mengelus Jiyong.

"Dia selalu ingin menyenangkan kita. Dia selalu ingin kita bahagia lebih dari dia. Terkadang aku bingung, dia masih kecil tetapi jalan pemikirannya tidak penuh ego seperti anak lainnya. Jiyong, kenapa kau meninggalkan mama dan papa?" tanya Jiae.

Yoongi menelan ludahnya.

"Dia sering memainkan jemariku. Suatu hari dia mengamati jariku dan bertanya mengapa mama dan papa tidak mengenakan cincin seperti orang tua teman-temannya. Dia ingin kita punya cincin pernikahan. Dia...dia ingin kita bahagia. Tapi kenyataannya malah sebaliknya..." tambah Jiae.

Yoongi terdiam. Mungkinkah seorang Yoongi bisa menyesal? Mungkin dengan orang lain tidak bisa. Tapi ini...anggota keluarga. Anak pertama dan satu-satunya, mutiara yang tidak pernah terlalu merepotkan seperti anak kecil seumurannya yang lain.

Rasanya seperti ada yang mengambil bagian dari hatinya, mengambil sebagian hidupnya, dan membuat Yoongi seperti orang nyaris gila. Benar, Yoongi menyesal.

"Tuhan, kalau boleh, aku saja yang Kau ambil."

Yoongi mengepalkan tangannya. Yoongi ingin menghukum dirinya sendiri.

Jiae hanya bisa terdiam. Jiae merasa tidak berdaya. Jiae hanya melamun dan memegangi sweater Jiyong. Kaki Jiae terasa mengambang. Tapi entah kenapa, tidak ada setitik pun perasaan marah dan dendam yang terbesit dalam hatinya pada Yoongi. Jiae memejamkan matanya.

"Yoongi, Jiyong punya kelainan jantung."

Yoongi mengangkat kepalanya dan menatap Jiae tajam.

"Kenapa tidak pernah bilang padaku? Memangnya hanya kau saja orang tua Jiyong? Apa maksudmu dengan mengatakan hal seperti itu di saat Jiyong sudah tiada? Kau tidak punya perasaan, hah? Di mana hati kecilmu itu? Kenapa kau selalu membuatku susah, Jiae? Sebenarnya apa yang kau mau dariku? Kenapa kau ini?" tanya Yoongi dengan volume kecil dan menekan.

BANGLYZ FANFICTION || BTS-LOVELYZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang