Better than him

7.7K 662 39
                                    

Sudah sejak lama sebenarnya, saat Park Jimin merasakan ada yang berubah pada warna hatinya. Dan semenjak perasaan itu muncul, dirinya selalu merasa kesepian dan tidak berdaya.

Ada satu hal yang ia sesalkan di masa lalu, tepatnya lima belas tahun lalu, saat mereka masih berumur tujuh tahun. Kala itu Kim Taehyung, dengan lebam di pipi dan lecet di kedua kaki, memeluknya erat dan berucap,

"Omo, Jimin-ie! Kau lihat tadi? Kau menghajar mereka dengan keren sekali! Kau sungguh pahlawanku! Dan selamanya kau akan terus menjadi sahabat terbaikku!"

Gigi Jimin bergemelutuk mengingat hal itu. Ia merasakan dingin melingkupi tubuh, dan Jimin menggigil karenanya. Segelas soju dalam genggaman ditenggak cepat-cepat, ia butuh hangatnya untuk mencairkan pikiran.

Taehyung sialan, umpatnya dalam hati. Kalau begitu sampai kapanpun Jimin akan sukar menyatakan perasaannya, dan hubungan mereka akan stagnan begitu saja.

Terkadang ingin rasanya ia mengutuk adanya batasan dalam persahabatan.

.
.
.

"Jadi, bisa aku tebak siapa yang membuatmu sakit hati sampai menangis seperti ini?" ujar Jimin, sembari menenggak cairan beralkohol favoritnya untuk kesekian kali.

Taehyung membuka mulut, sedikit melongo, lalu menutupnya lagi. Ini sudah gelas soju yang ke empat. Ia tahu kadar toleransi alkohol Jimin lebih baik darinya, tapi tetap saja ini sudah berlebihan.

"Jimin-ie, ku pesankan air mineral lagi, ya?" tawarnya. Ia menatap sahabatnya sedikit khawatir.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku, Taehyung-ah."

Taehyung mendesah. "Kau sudah tahu jawabannya tanpa kuberitahu," ucapnya pelan.

"Jadi apa lagi yang Jeongguk lakukan padamu?" Jimin menopang dagu, kini fokus memperhatikan Taehyung yang sedang memotong hamburgernya menjadi bagian-bagian kecil.

"Tidak ada," jawab Taehyung. Potongan hamburger dimasukkan ke dalam mulut, lalu ia menusuk satu bagian lagi dan menyuapkannya pada Jimin.

"Lalu kenapa matamu sembap seperti habis menangis?" tanya Jimin ditengah-tengah kegiatan mengunyahnya.

Pria manis yang lebih muda darinya hanya nyengir. "Aku sudah bilang, aku yang terlalu berharap perasaanku akan berbalas. Nyatanya, ia santai saja saat mengatakan akan pergi menyelesaikan skripsinya di luar kota selama beberapa bulan. Justru aku yang galau karenanya, seperti kena PHP rasanya, padahal ada hubungan saja tidak. Tanpa sadar mata ini sudah sembap begini."

Jimin meringis. Ia tahu rasanya 'seakan kena PHP' itu. Maka daripada mata Jimin juga nanti ikutan sembap, yang ia lakukan adalah menuangkan cairan soju dari botol ke dalam gelas untuk kesekian kalinya, dan menenggaknya lagi.

Gerakan gelas terhenti di udara saat tangan hangat Taehyung menggenggam tangannya.

"Jim, sudah ya? Kalau kau mabuk, aku yang repot nanti," keluhnya.

Sebelah alis Jimin terangkat. "Aw, sweet sekali, Taehyung-ie. Serasa di perhatikan pacar sendiri~"

"Kau sahabat kesayanganku, Jim. Aku tidak mau kau di-cap sebagai pemabuk oleh Namjoon-appa. Malam ini kau menginap di rumahku, ingat?"

Jimin berdecak.

Kampret memang batas antara cinta dan sahabat itu.

.
.
.

Watched Over You ✔Where stories live. Discover now