Love maze

2.7K 344 103
                                    

Mereka berdua terjebak dalam sebuah labirin yang penuh akan pilihan. Begitu banyak kelokan, begitu banyak pertanyaan, begitu banyak ketakutan, membuat mereka akhirnya berada dipuncak kegelisahan. Yang satu dibuat lelah dengan perasaan yang tidak kunjung berbalas, sedang satunya dirundung kebingungan yang seakan tidak ada ujung.

Seokjin paham betul persoalan yang tengah digeluti kedua pemuda itu. Bagaimana rasanya tersesat oleh perasaan sendiri. Ia sudah pernah mengalaminya. Maka kali ini Seokjin tidak akan lagi berdiam dan sekadar mengamati. Ia akan berbicaraーsekedar berbicara, selebihnya itu masalah Jimin dan Taehyung.

"Tae sayang, kuambilkan minum ya?" Seokjin menghampiri Taehyung yang sudah duduk manis di sofa rumahnya, menenggelamkan kepala pada kedua lutut.

Taehyung menggeleng.

"Makan gimana? Mau makan? Hyung punya snek cokelatー"

"Tidak hyung, aku tidak lapar," potong Taehyung langsung. Ia sedang tidak mood makan. Tadi sebenarnya rencana mau makan bersama Jimin, ia bahkan sudah membeli bungkusan berisikan makanan, tapiーsudahlah.

Seokjin mendesah. Ponsel yang sedari tadi digenggamnya untuk memberi pesan singkat pada Namjoon ia letakkan di atas meja kaca, lalu dirinya menjatuhkan badan tepat disamping Taehyung.

"Mau cerita ke hyung?"

"...."

"Atau mau menangis?"

Taehyung mengangkat kepala. Dipandangnya Seokjin dengan kerutan di kening. "Menurut hyung aku menangis tidak?"

"Hm, tidak sih, tapi matamu merah. Perih? Kasih obat tetes mata ya?"

"Tidak perlu hyung, terimakasih. Mataku hanya merah, tidak perih. Yang perih itu hatiku."

Seokjin menahan senyum. Tangannya terulur, memainkan dagu mulus Taehyung dengan gemas. "Lebay," ujarnya singkat, membuat Taehyung mau tidak mau ikut tersenyum kecil.

"Tapi benar hyung, sakit rasanya mendengar Jimin-ie berbicara seperti itu padaku," wajah manis Taehyung kembali murung beberapa detik setelahnya.

"Menurutmu, betul tidak apa yang diucapkan Jimin?"

Taehyung menelengkan kepala, belum paham yang dimaksudkan. "Ucapanーucapan yang mana?"

"Yang Jimin bilang bahwa kau hanya datang padanya saat kau butuh, bahwa kau tidak ingin dia mencampuri hubunganmu dengan Jeon Jeongguk, dan kau yang tidak memperdulikan perasaannya." Seokjin memainkan ekor rambut Taehyung dengan telunjuknya.

Tangan Taehyung mendadak jadi dingin. Hatinya teriris, sama seperti saat Jimin melontarkan kata-kata itu padanya dua jam yang lalu. Ia menggeleng lemah.

"Hyung, kau tahu sendiri aku peduli pada Jimin, aku sangat peduli. Aku berusaha juga untuk ada disampingnya setiap kali dia butuh, namun dia selalu menyimpan sendiri semua masalahnya. Saat ku tanya pun jawabannya sama, 'tidak ada apa-apa dan tidak ada yang perlu di khawatirkan'. Aku tahu dia bohong padaku saat itu hyung. Tapi aku bisa apa saat ia menyuruhku percaya bahwa ia baik-baik saja?" Getaran pada suara Taehyung semakin terdengar, membuat Seokjin iba dan berusaha menggenggam tangan dingin itu.

"Aku bukannya tidak ingin ia mencampuri urusanku dengan Jeonggukie, aku hanya tidak ingin semakin membebaninya," lanjut Taehyung. "Terakhir aku cerita padanya tentang Jeongguk, wajahnya terlihat keruh dan ia bilang sakit kepala karena pusing dengan pekerjaan. Bahkan beberapa hari terakhir ini, komunikasi kami tidak seperti dulu lagi. Dia mulai jarang menghubungiku. Aku tahu dia sibuk, tapi sebelumnya tidak pernah seperti ini. Aku merasa ada yang aneh dengan Jimin-ie, dan setelah kusadari, mungkin perubahan sikapnya padaku itu karena dia lebih nyaman berada disamping Yoongi-hyung daripada denganku."

Watched Over You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang