Chapter 15 - Esmevere

560 80 31
                                    

Sudah beberapa jam rombongan itu berjalan menembus rimbunnya pepohonan hutan. Sinar bulan menerobos masuk dahan-dahan pohon besar membuat kabut menjadi terlihat seperti asap yang mengepul. Di kanan dan kiri mereka, terdapat tumbuhan yang memiliki bunga-bunga kecil, seperti mawar, berwarna-warni menyala bagaikan lampu kecil yang menerangi jalan. Pemandangan itu terlihat indah.

Aren berusaha terlihat santai ketika Flavian sering menggumamkan ejekan pada rombongan itu di belakang Aren. Ia berusaha menarik napas berkali-kali untuk menghilangkan ketegangan di hatinya. Rasanya ingin sekali ia menonjok muka pria berambut pirang dengan wajah tampan yang memuakkan di belakangnya itu. Atau mungkin kutebas saja lehernya dengan pedang baruku ini, batin Aren. Ia terkekeh pelan menikmati imajinasi liarnya yang sedikit demi sedikit berhasil meredakan perasaan kesalnya.

Platina yang berjalan di samping Aren tidak memperlihatkan tanda-tanda kesal pada Flavian. Ia tetap berjalan santai dan sesekali memerhatikan bunga-bunga menyala yang tumbuh di bagian akar pepohonan. Ia maju sedikit untuk menjajari langkah Ruby. "Bunga apa itu?" tanyanya berbisik penasaran.

Ruby menoleh untuk melihat bunga yang ditunjuk Platina. "Mereka dinamakan Flowlight," bisik Ruby. "Kalau kau perhatikan, mereka tidak memiliki tangkai. Bunga itu mengambang dari daun-daunnya."

Platina terkesiap mendengar penjelasan Ruby. Ia sedikit mendekati kumpulan Flowlight di sebelah kirinya tanpa menghentikan langkah. Ia berusaha menajamkan mata dan melihat bagian bawah dari kelopak bunga itu. Memang tidak tampak siluet hitam panjang seperti tangkai yang mencuat dari bagian bawah bunga-bunga itu. Platina tersenyum bersemangat dan kembali berjalan di sebelah Aren. "Aren, bunga-bunga itu mengambang."

Aren mengernyit lalu memerhatikan bunga yang ditunjuk Platina. Ia membelalakkan mata dan mengangguk. Satu lagi keajaiban makhluk hidup—yang ada di hutan ini—mengejutkan mereka. Rombongan itu terus berjalan selama beberapa jam selanjutnya tanpa suara. Bahkan gumaman Flavian akhirnya berhenti—yang membuat Aren lega karena tidak perlu lagi mendengar kata-kata ejekannya.

Dave—yang berjalan paling depan—berhenti mendadak sehingga rombongan di belakangnya hampir saling menabrak. Ia tidak menyadari gumaman kekesalan dari belakang punggungnya. Ia memiringkan kepala seperti berpikir kemudian berbelok ke kanan dengan langkah cepat. Aren dan Platina harus berlari-lari kecil agar bisa menyamai langkah Dave yang lebar di depan. Lalu, Dave kembali berhenti mendadak dan kali ini Aren benar-benar menubruk punggung Ruby.

"Maafkan aku," ujar Aren spontan sambil mundur beberapa langkah. Ruby lebih pendek darinya sehingga ia menabrak kepala Ruby dengan dadanya. Rambut Ruby yang diikat ke belakang sempat mengenai hidung Aren. Wanginya—tidak seperti sampo mana pun yang pernah Aren kenal—membuatnya ingin menghirupnya sekali lagi. Pemikiran yang bodoh, batin Aren malu. Ia melihat Ruby menoleh padanya sambil tersenyum mengisyaratkan ia dimaafkan. Aren berusaha balas tersenyum tetapi justru lebih mirip seperti cengiran orang bodoh.

"Kita sudah sampai. Itu mereka, Foreguard. Penjaga tempat para penyihir," kata Dave sambil menunjuk ke depan.

Aren harus menyipitkan mata untuk melihat ke arah yang kegelapan yang Dave tunjuk. Ia tidak pernah lagi memakai kacamata di Algaria karena hal itu menyulitkannya ketika berlatih pedang. Berulang kali kacamatanya jatuh sehingga ia menyerah memakainya dan meletakkannya begitu saja di atas kasurnya di Carmine.

Aren melihat dua sosok tinggi—lebih tinggi dari si kembar yang memiliki badan paling tinggi di rombongan itu—memakai jubah panjang bertudung. Rombongan itu perlahan mendekati kedua Foreguard. Cahaya lentera yang dipegang Dave dan Derrick, membuat Aren bisa melihat jubah hijau tua yang dipakai para Foreguard.

Dave mendekat dan berbisik pada kedua Foreguard itu. Mereka mengangguk lalu berbalik dan berjalan dengan cepat. Dave memberi isyarat agar rombongan mengikutinya. Mereka semua berlari agar dapat menyamai kecepatan langkah Foreguard di depan mereka yang seperti tidak mengeluarkan tenaga untuk melangkah secepat itu. Setelah setengah jam mereka berlari, akhirnya kedua Foreguard itu berhenti. Mereka membuka tudung yang menyelimuti kepalanya dan berbalik menghadap rombongan di belakangnya. Aren memerhatikan kedua wajah mereka memiliki bentuk yang mirip walaupun tidak sama. Tulang pipi mereka tinggi, rahang mereka keras, dagu mereka lancip, serta rambut mereka yang panjang menjuntai ke belakang berwarna hijau tua.

Para Pendatang (The Outsiders)Where stories live. Discover now