Chapter 24 - Jalan Baru

542 52 15
                                    

Platina menutup matanya dengan tangan karena panas sinar matahari terasa menusuk. Ia bangun dari pembaringan sembari menggosok kelopak matanya. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan mata menyipit, berusaha menyesuaikan terpaan cahaya ke wajahnya. Platina menggerakkan pundak dan memiringkan kepala, berusaha untuk mengusir rasa pegal di tubuhnya. Tidur di atas bebatuan—walaupun datar—ternyata bisa membuat tubuh menjadi kaku.

Platina ingat, ketika fajar mulai merekah, mereka sudah menempuh jarak yang lumayan jauh—menurut Eryl—untuk bisa beristirahat tetapi belum tentu bisa lolos dari prajurit-prajurit Amortium. Didera rasa lelah dan mengantuk, sebagian besar anggota rombongan setuju untuk menginap sementara di balik batu-batu yang menjulang tinggi di sepanjang perjalanan mereka. Platina bersandar ke batu di belakangnya. Tempat mereka saat ini cukup tersembunyi dan tidak terlihat jika ada prajurit yang mencari mereka.

Platina menyisir rambut hitamnya yang kusut dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya mencari sisir di dalam ransel. Ia dengan mudah menemukannya lalu merapikan rambut dengan layak sembari memandang ke langit yang tampak biru dengan hiasan kapas-kapas awan tipis. Cahaya matahari pagi—yang membelai tubuh dan wajah Platina—membuatnya merasa nyaman. Ia menghirup napas dalam-dalam untuk mencari udara segar tetapi yang didapatkan hanya udara kering memenuhi tenggorokkannya.

Botol air minum di samping ransel Platina menjadi penyelamat perempuan itu ketika ia mulai terbatuk-batuk. Platina meminum cairan hangat di dalamnya yang hanya tersisa beberapa teguk. Ia mengernyit saat menyadari itu adalah airnya yang terakhir. Tiba-tiba, perutnya berbunyi cukup keras sehingga Aren dan Ruby—yang sedang berbincang berdua—menoleh kepadanya. Platina nyengir malu saat ditatap dua temannya sambil tertawa.

"Ini roti bagianmu, Pat," kata Aren sambil menahan tawanya karena ia sudah ditatap tajam oleh Platina untuk menghentikan rasa gelinya. "Roti terakhir khusus untukmu."

Platina menjulurkan tangan—agak jauh—untuk menerima roti itu dengan dengusan kesal karena ejekan teman lelakinya. Ia sadar bahwa persediaan bekal mereka telah habis. Saat di Amortium, mereka tidak sempat mengisi ulang perbekalan akibat kejadian yang tidak diharapkan. Platina menggigit ujung rotinya sembari mengamati kegiatan setiap orang di tempat rombongannya beristirahat.

Aren dan Ruby sudah melanjutkan obrolan mereka yang sempat terputus akibat suara lapar dari Platina. Corby dan Flavian duduk bersebelahan tetapi melakukan kegiatannya masing-masing. Flavian sedang membersihkan pedangnya dengan teliti. Corby mengecek semua pisau pendeknya dan langsung membersihkannya jika ada yang kotor. Corby berkali-kali mengajak Flavian untuk mengobrol tetapi lawan bicaranya menolak untuk ikut dalam kegiatan sosialisasi itu. Saat Flavian diam, justru Corby semakin penasaran. Ia menceritakan apa pun yang bisa ia bicarakan kepada Flavian, berharap suatu kisah akan membuat si rambut kuning itu merespon. Eryl, Xavier, Dave, dan Derrick sedang berdiri sambil berdiskusi dengan raut muka serius. Mereka mendiskusikan sesuatu yang tidak bisa didengar oleh Platina.

Roti yang dimakan Platina hampir habis, tinggal satu gigitan lagi. Platina memasukkan semuanya ke mulut lalu terkejut ketika Awra sudah berada di sampingnya. Ia yakin—beberapa detik yang lalu—anak itu tidak ada di sebelahnya.

"Kau membuatku kaget," seru Platina dengan mulut penuh. Ia buru-buru mengunyah dan menelan sarapan terakhirnya.

Awra tersenyum lebar melihat kekagetan Platina. Ia ikut menyandarkan diri di sebelah perempuan yang masih tampak heran itu. Telinganya yang tajam mendeteksi kedatangan sesuatu sehingga membuatnya bergegas berdiri dan menuju ke balik batu.

Platina membelalak ketika melihat kelincahan dan kecepatan Awra. Belum sempat ia memahaminya, perempuan berambut keriting emas itu muncul dari balik batu dengan kedua telapak tangan tertutup seperti sedang memegang sesuatu. Platina mengamati Awra yang duduk di sebelahnya. Awra membuka kedua tangannya perlahan.

Para Pendatang (The Outsiders)Where stories live. Discover now