Tiga

5.6K 295 5
                                    

Setelah lebih dari lima belas menit diperjalanan. Aku memutuskan untuk langsung pulang, padahal Maya menyuruhku untuk mampir dulu kerumahnya, tapi aku langsung menolak dengan alasan kepalaku pusing. Sebenarnya, itu bukan hanya sekedar alasan. Kepalaku memang benar pusing karena melihat sebuah chat dari Alfi.

Aku merebahkan tubuhku dikasur, mataku masih menatap sebuah pesan itu. Aku sama sekali tak berniat membalas pesannya.

Aku tidak tau mengapa membiarkan perasaan ini tumbuh dari dulu. Awalnya aku hanya mengaguminya saja, kemudian timbul rasa nyaman karena aku sering mengobrol dengannya, lalu malah timbul rasa lain.

Alfi tidak tau kalau aku menyukainya. Umurku dengan Alfi berbeda 4 tahun. Waktu itu aku kelas 1 SMP sedangkan Alfi kelas 2 SMA, dan dia pergi meninggalkanku waktu awal liburan kenaikan kelas.

Dia memintaku untuk memanggilnya 'Kakak', tapi aku tidak mau. Alasannya? Ya, tentu saja aku merasa dia hanya menganggapku sebagai adik kecil dan aku tidak suka itu, aku berharap lebih padanya. Aku memang tipe wanita egois.

Tapi sekarang, entahlah...
Ketika dia kembali lagi dengan menanyakan kabar padaku, perasaanku tiba-tiba aneh. Aku kecewa pada Alfi karena dia meninggalkanku, tapi disisi lain aku juga sangat merindukannya.

Tapi jika nanti aku kembali lagi pada Alfi, aku takut hatiku tak terkendali lagi. Aku manusia biasa, mungkin saja hatiku goyah saat melihat dia, imanku mudah lemah.

Aku menghembuskan nafas kasar, memandang langit-langit kamarku. Andai aku mempunyai nyali. Aku ingin mengatakan ini tepat didepan wajahnya ;

Kamu yang pernah aku kagumi. Dengarkan aku yang tak penting ini, aku menyalahkan diriku sendiri disaat waktu yang tidak pernah terlewati habis untuk hal yang tak pasti. Sebab, rasa kagumku yang berlebihan menjadikan kekecewaan yang begitu sangat memalukan dihadapan Allah.

Aku pernah diam-diam menaruh rasa padamu, melupakan Dia yang semestinya aku dahulukan dari apapun. Aku pernah diam-diam mendoakanmu, melupakan kedua orang tuaku yang seharusnya aku utamakan dihidupku. Aku pernah diam-diam mengagumimu, menjadikanmu sosok yang aku impikan untuk hidup bersamaku. Namun, kekecewaan kini menghampiriku.

Aku berhenti untuk semua tentangmu. Memberikan yang dulu pernah ada, tersadar bagiku itu kebodohan yang tak pantas aku lakukan. Allah lebih perhatian kepadaku lewat rasa kecewa ini, karena ternyata berharap kepada manusia itu lebih menyakitkan.

Kini, tidak lagi kau temukan aku yang kemarin pernah perhatian lebih kepadamu lalu menghantarkanku pada dosa. Allah memberikan rasa kecewa ini agar aku menyimpulkan bahwa mengagumimu yang menurutku baik belum tentu baik menurut-Nya.

Mengagumimu diam-diam semakin membuatku sakit, karena takkan pernah kau sadari tentang keberadaanku selama ini.
Tak mengapa aku hentikan perasaan ini karena aku yakin Allah mendatangkan yang jauh lebih baik darimu jika aku mampu bersabar dalam taat.

~~🍃~~

Aku terbangun dari tidurku saat terdengar ketukan dari luar pintu kamar.

"Key?." Suara Bunda terdengar.

Aku lupa ternyata aku mengunci pintu kamar, karena biasanya aku paling sering tidak menguncinya. Aku mengumpulkan nyawa sejenak kemudian langsung beranjak dari tempat tidur.

"Iya, Bun," ucapku sambil membuka pintu.

Bunda mengerutkan keningnya sambil memperhatikan wajahku, "Mata kamu... Kenapa jadi gitu? Kamu abis nangis?" ujar Bunda memicingkan matanya.

Waiting For YouWhere stories live. Discover now