Empat

5.1K 268 2
                                    

    Aku menyisir rambutku, aku baru saja selesai mandi. Setelah tadi jalan-jalan dengan Maya, kami memutuskan untuk pulang karena hari sudah mulai gelap.

Bunyi ketukan pintu kamar membuatku segera berjalan menuju pintu untuk membukanya, ternyata Bunda.

"Iya, Bun?"

"Ini, tadi siang ada paketan," kata Bunda sambil memberikan amplop cokelat padaku.

"Paketan? Dari siapa ya?" tanyaku bingung. Aku tidak punya saudara jauh, apa teman sekolah dulu, ya?

"Disitu sih nama pengirimnya, Al.. Al siapa sih tuh." Bunda nampak berfikir.

"Aliando?" Tebakku. Bunda menggeleng.

"Al ghozali?."

"Ishh... Bukan." Ujar Bunda Kesal. "Ahh... iya, Bunda ingat, Muhammad Al... Alfi siapa gitu liat aja tuh diamplop ada nama pengirimnya," kata Bunda senang karena teringat namanya.

Degg.

Aku mematung sambil menatap amplop. Tanganku gemetar. Iya benar, disitu tertulis Muhammad Alfi Ubaidillah. Tapi, untuk apa dia mengirim surat?

"Udah ah.. Bunda kekamar dulu ya, Key." Aku merasakan Bunda sudah berlalu dari hadapanku.

Aku langsung masuk ke kamar, menutup pintu. Ku letakkan amplop itu diatas kasur. Aku ragu ingin membukanya, disisi lain aku juga penasaran.

Buka. Tidak. Buka. Tidak.

Akhirnya aku putuskan untuk membuka surat itu. Dari pada mati penasaran, kan?

Aku mengerutkan kening saat yang aku lihat isi amplop itu undangan. Bukan, bukan undangan ulang tahun. Tapi...

Undangan pernikahan.

"Innalillah," seruku. Apa-apaan maksudnya ini?

Dia pergi meninggalkan aku tanpa membawa semua kenangannya, sekarang dia datang lagi padaku dengan memberikan luka yang baru?

Alfi akan menikah. Ya, itu undangan pernikahan Alfi. Aku tidak akan mengulangi kata itu lagi karena semuanya sudah jelas. Lalu, untuk apa dulu dia memintaku menunggu?

Menunggu dia menikah dengan pilihannya?

Aku menghembuskan nafas kasar, tanpa sadar air mataku menetes, aku tertawa, lebih tepatnya menertawai diriku sendiri.

Akhir penantian yang indah.

                      ~~🍃~~

"Menundukkan pandangan bukan berarti menundukkan kepala sehingga berjalan tak fokus arah, atau memejamkan mata hingga tidak bisa melihat sama sekali. Secara bahasa ghad-dhul bashar berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan," ucap Ustazah Zainab.

Hari ini hari rabu, seperti biasa aku menjalani rutinitasku mengikuti kajian.

"Maksudnya adalah menjaganya dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar. Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang memandang sesuatu yang bukan aurat orang lain, lalu ia tidak mengamat-amati ke-elokan parasnya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya."

Dua jam berlalu aku mengikuti kajian, akhirnya kajian selesai ditutup dengan ucapan hamdalah dan do'a. Semua orang berhamburan keluar dari masjid. Aku masih duduk ditempat sambil memegang Al-Qur'an.

"Langsung pulang, Ra?" tanya seseorang disampingku -Rina.

Cuma Rina yang memanggilku dengan sebutan 'Ra'. Terkadang dia juga memanggilku Rara.

Waiting For YouWhere stories live. Discover now