Tiga belas

1.5K 149 27
                                    

Sebelum baca klik tanda bintang dulu yak😍

                                .

                                .

Tubuhku membeku ketika mendapat kabar dari Maya jika Bang Dhani dan Abinya kecelakaan. Aku dekat dengan orang tua Maya, bahkan mereka menyuruhku memanggil Umi dan Abi, mereka sudah aku anggap sebagai keluargaku sendiri.

Aku langsung bergegas keluar dari kamar, menuju meja makan yang ramai karena suara mereka.

"Bunda, Ayah, Keyra mau ke rumah sakit," kataku, semua orang yang ada disitu menatapku bingung termasuk Rion.

"Lho, kamu kenapa, Nak?" tanya Ayah.

"Bang Dhani sama Abi kecelakaan." Aku mengucapkannya dengan nada bergetar. Ayah dan Bunda memang tau jika aku memanggil orang tua Maya Umi dan Abi.

"Ya Allah, terus gimana keadaannya?" tanya Bunda panik. Aku menggeleng, karena aku juga belum tahu.

"Keyra izin ya Bun, Yah. Assalamualaikum," kataku langsung pergi.

Aku keluar dari rumah, melihat rumah Maya yang hanya beberapa meter dari rumahku, rumahnya nampak sepi.

Aku baru teringat aku tidak bisa mengendarai mobil ataupun motor, aku langsung berjalan mencari angkutan umum, namun baru beberapa langkah tanganku ditarik dari belakang.

"Saya antar." Ternyata Rion yang menarikku.

Seperti tersengat listrik, aku langsung melepaskan tanganku dari dia. Syukurlah Rion hanya memegang lengan bajuku.

Tanpa menunggu persetujuanku, Rion mengambil mobil yang terparkir didepan rumahku, lalu keluar dari pekarangan rumah, kemudian menghampiriku yang masih berdiam diri dipinggir jalan.

Suara klakson mobil mengalihkan perhatianku.
"Ayo masuk," kata Rion.

Aku menghela nafas, aku ragu, baru kali ini aku duduk berdua didalam mobil dengan orang yang bukan mahromku.

Akhirnya aku berjalan menuju kursi penumpang sebelah kemudi. Tidak mungkinkan aku duduk dikursi belakang yang membuat Rion seperti seorang supir.

Aku membuka pintu mobil, lalu duduk kemudian menutup kembali pintunya.

"Rumah sakit mana?"

Aku menyebutkan nama rumah sakit saat Maya memberitahuku lewat telfon. Mobil perlahan melaju. Suasana nampak hening, aku sendiri sibuk dalam fikiranku, menerka-nerka keadaan Bang Dhani dan Abi.

Suara dering telfon milik Rion membuyarkan lamunanku, dia melirikku sebentar setelah melihat siapa yang menelfonnya.

Rion berdehem, aku mengalihkan pandanganku kesamping, menatap kendaraan yang berlalu lalang meski terhalang oleh kaca. 

"Hallo."

"Kamu ada dimana, baby?"

Aku mendengar lawan bicara Rion diseberang sana, suaranya perempuan.

"Lagi ada meeting diluar."

Aku mengerutkan kening mendengar jawaban Rion, setelah itu aku tidak mendengar suara perempuan itu lagi, mungkin Rion mengecilkan volume telfon.

"Nggak bisa, aku lagi sibuk. Nanti malem aja, ditempat biasa, ya?"

"Iya, iya.. Aku janji, udah ya, bye..."

Rion memelankan laju mobil saat didepan sana lampu lalu lintas sudah berwarna merah, lalu menghentikan mobilnya.

"Diem aja dari tadi." Suara Rion membuatku menoleh kearahnya. Kemejanya dia gulung sampai siku, tangannya nangkring dikemudi.

Waiting For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang