Enam

4.5K 238 3
                                    

     Saat aku ingin mendudukkan diriku disofa ruang tamu, seseorang mengetuk pintu sambil mengucap salam. Aku segera memakai kerudung dan dengan terburu-buru aku mengenakan kaus kaki.

Aku sedikit berlari menuju pintu, sambil membalas salam aku membuka pintu. Aku melihat ada sepasang suami istri yang setengah baya tersenyum kearahku.

"Larasnya ada?" kata Bapak itu.

"Ada. Masuk dulu Pak, Bu, saya panggil Bunda dulu," ucapku sambil mempersilahkan suami istri itu masuk. Mereka duduk diruang tamu. Aku bergegas menuju kamar Bunda.

"Bun?" panggilku sambil mengetuk pintu kamarnya.

"Bentar, Key," ucap Bunda dari dalam, setengah menit kemudian Bunda membuka pintu kamarnya, aku segera memberi tahu jika ada tamu. Aku melihat Bunda langsung tersenyum senang, dia menyuruhku untuk membuatkan minum untuk suami istri itu, sedangkan Bunda dengan semangatnya berjalan menuju ruang tamu.

Selesai membuat tiga gelas teh manis, aku segera meletakkan teh manis itu dimeja ruang tamu.

"Kenalin Rin, No, ini Keyra anakku yang aku ceritain itu loh." Kata Bunda, aku tersenyum kearah mereka, mereka membalas senyumku. "Ya ampun,.. Cantik. Kayaknya Keyra lebih mirip suami kamu, Ras." Kata Ibu Rini. Aku hanya bisa tersenyum.

Kemudian, Bunda memintaku duduk disebelahnya, "Ini sahabat Bunda pas jaman SMP Key, dulu Jeno, Rini, Bunda, sama Ayah kamu itu sahabatan." Bunda mulai menceritakkan masa lalunya ketika mereka berempat masih SMP. Mereka tertawa sendiri ketika sedang bernostalgia. Aku hanya tersenyum ketika mereka saling bercerita. "Oh iya, Bunda lupa. Bunda mau ambil kue dulu."

"Eh.., nggak usah repot-repot lah, Ras." Kata Bapak itu yang aku tau namanya Bapak Jeno. Menurutku dia seperti Ayah, setengah baya tapi masih terlihat segar.

"Nggak papa." Ujar Bunda sambil mengibaskan tangannya, dia beranjak dari duduknya berjalan menuju dapur.

Aku baru tau kalau tamu yang dimaksud Bunda tiga hari yang lalu itu Ibu Rini sama Bapak Jeno.

"Keyra umurnya berapa?." Tanya Ibu Rini.

"20 tahun, Bu."

Pak Jeno dan Bu Rini menganggukkan kepalanya.

"Udah ada niat untuk menikah?" Pertanyaan yang dilontarkan Pak Jeno hampir membuatku tersedak ludah sendiri.

"Eng...enggak tau, Pak," kataku gugup. Kenapa aku gugup? Padahalkan dia hanya menanyakan tentang aku sudah siap nikah atau belum.

Aku mendengar Pak Jeno menarik nafas, "Begini Nak Key, kami dan orang tua kamu berniat menjodohkan kamu dengan anak kami."

Seketika aku mematung. Menjodohkan? Aku dijodohkan? Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Aku berharap jika mereka sedang bercanda. Ini bukan zaman Siti Nurbaya yang dijodoh-jodohkan. Entah kenapa aku malah kesal dengan Bunda dan Ayah.

Bunda datang dengane membawa kue yang sudah dipotong-potong, lalu menaruhnya dimeja, dia duduk disebelahku.

"Bunda," panggilku.

"Iya Key?"

"Apa bener kata Pak Jeno sama Bu Rini, Bunda menjodohkan Keyra?" tanyaku langsung padanya.

Bunda mengelus punggung tanganku, "Iya Key, tapi itu semua demi kebaikan kamu," kata Bunda. 

Aku benar-benar pusing sekarang, aku tidak membalas ucapan Bunda, aku malah pamit untuk pergi mengambil minum. Padahal, aku masuk kekamar. Aku merebahkan tubuhku. Memijat keningku sambil memejamkan mata.

Sekelibat kenanganku dengan Alfi muncul difikiranku.

Masa itu aku baru saja pulang sekolah, aku menyusuri jembatan yang melengkung keatas, dibawah jembatan itu terdapat sungai yang sedang mengalir begitu deras.

Ini menjadi kebiasaanku ketika aku sejak masuk SMP aku mampir dulu dijembatan, sambil memandang kebawah memperhatikan air yang mengalir. Saat aku sedang asyik melamun, seorang pria berseragam SMA berdiri disampingku sambil berkacak pinggang.

"Kamu itu kebiasaan Aisy, jangan suka melamun. Udah berapa kali aku bilang kalo ngelamun itu nggak baik, syetan dengan mudah merasuki tubuh kita." Katanya panjang lebar.

Setelah dia berhenti menyeramahiku. Aku menatapnya kesal, "Iya... Iya..." Aku hanya menjawabnya dengan malas. Aku memang suka padanya, tapi aku tidak mau menunjukkan tanda-tanda jika aku menyukainya.

"Nih." Dia menyodorkan sebuah Jilbab berwarna putih yang masih terbungkus, sepertinya itu masih baru.

"Ini apa?" tanyaku padanya.

"Kamu nggak ngerti ini apa, Ai? Anak TK aja tau kalo ini kerudung." Dia menggelengkan kepalanya. Aku memukul lengannya dengan tasku.

"Key juga tau Al ini kerudung. Maksud aku ini kerudung buat siapa?" kataku meralat pertanyaanku.

"Buat kamu." Dia menjeda ucapannya sejenak, "Aku mau kamu pake kerudung nggak disekolah aja, Ai. Aku mau kamu pake kerudung kemanapun kamu pergi. Karena aku pengen calon istriku menutup auratnya, aku pengen bareng terus bukan hanya didunia tapi juga bareng sampe syurga."

Entah kenapa aku masih terus mengharapkan Alfi. Seolah aku tidak merelakan apa yang sudah terjadi padaku, aku tidak rela jika Alfi sebentar lagi menikah. Maafkan aku Ya Allah, aku hamba yang tidak tau diri. Seharusnya aku tidak seperti ini.

Jika aku tidak rela, itu sama saja aku tidak suka takdir yang sudah Allah berikan. Yah.. Aku tau dulu aku salah, aku berubah menutup aurat hanya ingin dipandang baik oleh Alfi. Niatku memang dari awal sudah salah.

Ya Allah., aku mohon pada-Mu. Jika Alfi memang benar bukan jodohku, tolong hilangkan perasaan ini. Tolong jangan letakkan hatiku pada yang salah lagi, aku sudah lelah. Aku berdoa semoga Engkau hanya menjatuhkan hatiku pada jodohku saja, pada Imamku kelak.

Alfi? Beribu pertanyaan diotakku yang ingin aku ajukan untukmu. Aku kecewa, aku benar-benar kecewa Alfi.

Mengapa kamu terus memberiku harapan waktu itu?

Kenapa kamu memintaku menunggu?

Kenapa kamu meninggalkanku?

Dan...

Kenapa kamu malah membuatku membencimu, Alfi.

                  -🍃-

"Keyra pokonya nggak mau, Yah."

"Ini demi kebaikan kamu, sayang," kata Ayah sambil mengusap pucuk kepalaku. Sekarang aku, Ayah, dan Bunda sedang berada diruang keluarga.

Tadi Pak Jeno sama Bu Rini pulang sekitar jam 5 sore. Dan setelah Isya aku dipanggil Ayah menuju ruang keluarga. Sudah aku duga, pasti kedua orang tuaku membicarakan perihal perjodohan.

"Kenapa harus dijodoh-jodohin segala sih Yah, Bun? Ini bukan zaman siti nurbaya, emang anak Ayah sama Bunda nggak laku apa sampe dijodoh-jodohin segala?" ungkapku kesal.

Bunda hanya menghembuskan nafasnya pelan, Ayah menjawab perkataanku tadi, "Kamu anak kami satu-satunya sayang. Ayah mau kamu cepet nikah, Ayah ini udah tua Key, Ayah cuma mau jadi wali nikah kamu," ucap Ayah.

"Keyra bakal nikah kok, Yah, tapi nggak sekarang. Lagian Key juga belum tau anak Pak Jeno kayak gimana. Keyra pengen calon imam Keyra itu ngerti agama."

"Kamu nggak bakal nyesel Key kalo sama dia. Hidup kamu pasti terjamin, Rini sama Jeno itu orang kaya," ujar Ayah.

Astaghfirullah... Kenapa dadaku terasa sesak saat Ayah mengatakan itu?

"Key nggak mandeng dia kaya apa enggak, percuma kalo uang banyak, harta berlimpah, tapi kalo nggak inget Allah buat apa Yah? Harta Itu hanya titipan Allah kok. Semua pasti akan dipertanggung jawabkan kelak dikemudian hari."

"Keyra mohon, Yah... Key belum siap menikah." Aku mengatakannya dengan suara bergetar. Ayah menggeleng kemudian beranjak dari duduknya, kemudian Bunda memandangku iba lalu dia berjalan menyusul Ayah.

Ya Allah.. Kenapa jadi seperti ini?

Waiting For YouWhere stories live. Discover now