Day 2, Lie

670 87 0
                                    

AUTHOR POV


Hari ke-3...

Jam baru menunjukkan pukul 06.45 pagi tapi sejak tadi ia sudah asik mengitari desa yang ditinggalinya itu. Singlet hitam dan celana pendek berwarna sama menjadi andalannya untuk olahraga pagi ini. Ia berdiri di depan pagar rumah Kim haraboji sesekali merenggangkan otot-ototnya yang kemarin telah bekerja cukup keras. Matanya beredar memandangi sekeliling rumah Kim haraboji ini, bagian kirinya ada kebun sayur dan buah-buahan yang sangat luas, di kanan ada rumah tetangga yang berjarak sekitar 100 meter dengan tanjakan menuju arah rumah haraboji. Di depan rumah ada kebun dengan banyak jenis buah-buahan di sana dan itu juga milik Kim haraboji.

“eohhh, haraboji.” Jimin berlari ke samping kanan rumah Kim haraboji ketika melihat seorang lelaki tua sedang berusaha menapaki tanjakan dengan gerobak kayu dibelakang tubuhnya.

“biar kubantu.” Katanya menawarkan. Ia lalu meraih pegangan gerobok itu dan mengaitkan kayu itu di tubuhnya. Tak butuh waktu lama hingga gerobak berisi wortel dan apel itu sampai di atas tanjakan dimana rumah Kim haraboji berada.

“gomawo.” Ucap kakek itu ramah.
“ne, cheonma haraboji.” Balasnya.
“haraboji, kenapa membawa itu sendirian?” tanya Jimin.
“aku akan ke pasar membawa ini. Biasanya putraku yang melakukannya tapi dia sedang ke kota beberapa hari jadi aku yang membawanya sendiri. Ini juga tidak berat.” Katanya. Jimin terlihat salut dengan semangat kakek itu.
“mau kuantar?” tawarnya.
“tidak perlu. Membantuku naik ke sini saja sudah sangat membantu anak muda.” Tolaknya.
“baiklah, kakek jalan dulu.”
“ne. Hati-hatilah haraboji.” Ia sedikit melambaikan tangannya saat kakek itu berjalan meninggalkannya.

“jimin-ah...” samar-samar Jimin mendengar suara bibi Jung dan segera masuk ke rumah yang di atas gerbang rumahnya bertuliskan ‘Kediaman Keluarga Kim Jong Woon’ itu.

Ternyata maksud bibi Jung memanggil Jimin adalah untuk melakukan pekerjaan seperti kemarin, yaitu berkebun. Memanen sekarung lobak dan daun bawang juga 2 karung sawi putih. Kali ini sayuran itu akan dibawa ke pasar oleh bibi Jung.

Sudah 20 menit bibi Jung dan Jimin yang menarik gerobak berisi sayur-sayuran itu berjalan menuju pasar namun belum ada tanda-tanda adanya pasar.

“bi, dimana pasarnya?” tanyanya sesekali menghapus keringat yang berjatuhan dari pelipisnya, maklum saja matahari sudah mulai naik tegak lurus di atas kepala.
“sebentar lagi. Kita hanya perlu belok ke kanan dan pasarnya ada di sana.” Ia mengangguk. Dipikirannya saat ini adalah dia sangat ingin sesuatu yang segar.



16.00 KTS

Jimin serasa baru saja merasakan kesegaran yang sejati saat ia selesai mandi. Menyiram banyak air ke atas kepalanya juga berendam. Ia sempat melewatkan mandi paginya karena harus berkebun, melewatkannya lagi setelah pulang dari pasar, terlewatkan lagi karena perut keroncongan yang harus ia isi dengan banyak makanan buatan bibi Jung. Dan sekarang dia telah merasakannya. Mandi pagi yang sangat tertunda itu.

“Jimin-ah,,” kepalanya spontan menoleh ketika Kim haraboji tiba-tiba membuka pintu kamar Jimin.
“ne, ada apa haraboji?” untung saja haraboji membuka pintu itu saat Jimin sudah benar-benar selesai dengan pakaiannya.
“pergilah ke rumah Ny Im. Dua rumah dari rumah Ny Lee yang kau datangi kemarin.” Intruksinya.
“untuk apa yah haraboji?”
“mollayo.. Nanti bisa kau tanyakan padanya.” Lalu Kim haraboji pun berlalu, meninggalkan Jimin dengan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya.



‘Kediaman Keluarga Im Siwan

“Jimin-ah, kau sudah datang rupanya.” Sambut Ny Im saat Jimin sudah memasuki pekarangan rumahnya.
“ne ahjumma. Ada apa yah?” tanyanya menatap Ny Im bergantian dengan tumpukan kayu yang ada di hadapannya.
“ah,, hehehe,, suamiku sedang tidak di rumah dan aku butuh kayu bakar ini untuk memasak sup ayam gingseng malam nanti. Itu membutuhkan kayu bakar yang banyak dan aku ingin kau membantuku untuk memotong kayu-kayu ini Jimin-ah.. bisakah?” tanyanya pada Jimin yang sedang memasang wajah asam dengan ‘fake smile’ nya.
“ahh ne... baiklah ahjumma..”
“selamat tinggal kesegaranku. Sepertinya aku harus mandi lagi malam ini.” Katanya dalam hati.

Padahal pria itu baru saja merasakan tubuhnya menjadi segar tapi sekarang dia harus berkeringat lagi untuk memotong kayu-kayu yang cukup banyak ini.


1 jam kemudian..

Jimin hampir selesai dengan pekerjaannya memotong kayu untuk Ny Im. Di dalam rumah ada Ny Im dan suaminya yang memperhatikan Jimin.

“dia pekerja keras juga yah.. dia bahkan hampir selesai memotong semua kayu-kayu itu.” Puji Tuan Im yang ternyata ada di dalam rumahnya.
“kurasa Kim haraboji tidak akan salah jika menjadikannya sebagai cucu menantunya.” Ternyata kegiatan potong memotong kayu itu adalah rencana dari Kim haraboji.
“ne. Nanti aku akan membawakannya ayam yang lezat. Dia sudah bekerja dengan keras.”
“ahhh,, ayamku..” Ny Im memekik saat melupakan ayam yang sedang dimasaknya di dapur. Dan itu tanpa kayu bakar tentunya.




19.05 KTS

“wooahhh,, sup ayam ginseng..” soraknya saat melihat satu ekor ayam utuh dengan guyuran kuah, sayuran dan ginseng di atasnya. Jimin baru saja selesai mandi setelah tadi sore harus bermandikan keringat lagi.
“dari Ny Im?” tebak Jimin.
“ne. Kau betul sekali.” Jawab bibi Jung sembari menyusun sumpit di atas meja makan.
“tapi kenapa masaknya cepat sekali yahh?” ia nampak berpikir.
“sudahlah itu tidak penting, cepatlah makan. Ini spesial untukmu.”
“haraboji?”
“ohh itu, haraboji makan di kamar. Dia tidak makan ayam dulu.”
“ohh baiklah. Ayo bi kita makan sama-sama.” Ajaknya.
“baiklah..”

Jimin dan bibi Jung pun menyantap hidangan itu bersama-sama. Mereka sudah akrab sejak kemarin Jimin bercengkrama bersama bibi Jung dan kedua temannya.
Sementara itu Kim haraboji yang ada di dalam kamar juga tak kalah semangat menyantap makannaya. Bubur rumput dengan kimchi dan juga sup ayam ginseng yang lezat. Yah, bibi Jung berbohong jika lelaki tua itu tidak makan ayam, nyatanya dia sekarang sedang menikmati ayam buatan Ny Im itu.

“woahh,, ini lezat sekali.” Ucapnya begitu semangat hingga bisa di dengar oleh dua orang yang ada di ruang makan.
“suara apa itu?” Jimin sejenak menghentikan makannya. Tangan kirinya masih setia memegangi paha ayamnya.
“ahh aniya.. itu perasaanmu saja. Bibi tidak mendengar apapun. Ayo, lanjutkan saja makanmu.” Dustanya. Padahal ia tahu jika itu suara Kim haraboji.
“ohh baiklah bi.”

Tbc....

Guardian ✔️Where stories live. Discover now