Day 4, Think Again

617 90 1
                                    

Day 4....


JIMIN POV

Seperti kemarin, aku bangun lebih awal untuk berolahraga sejenak. Berkebun dan ke pasar memang membuatku meneteskan banyak keringat hanya saja rasanya berbeda dari berolahraga.
Selama di sini aku tidak pernah memakai celana panjang karena pekerjaanku yang memang akan sulit jika menggunakan celana panjang apalagi jeans. Hanya saja aku hanya membawa 3 celana pendek dan tiap hari aku juga harus mencucinya bergantian kalau tidak aku akan makin sulit untuk menjalakan semua tugas dari Kim haraboji.

“haraboji...” gumamku melihat sosok kakek tua yang kutunggu sejak tadi. Feelingku mengatakan bahwa dia akan datang lagi dan itu benar.
Aku segera menuruni tanjakan menghampiri kakek itu. Yah, dia bukan Kim haraboji tapi kakek tua yang kubantu kemarin pagi.

“kau akan membantuku lagi?” tebaknya. Kali ini dia membawa banyak apel dan mangga. Ahh juga ada sawi di sana.
“tentu saja. Itu mudah bagiku.” Langsung saja kuraih pegangan gerobak itu dan perlahan menaiki tanjakan yang cukup tinggi itu.
“terima kasih anak muda. Datanglah kerumahku jika kau ingin minum teh mawar denganku.” Wuahh,, teh mawar? Aku tidak pernah merasakan teh macam itu.
“ne. Aku akan datang jika ada waktu lowong.”
“kakek pergi dulu yah..”
“ne.. hati-hatilah haraboji.”


Setelah memanen beberapa keranjang sawi, lobak, wortel, daun bawang juga melon yang manis menggoda untuk dibawa ke pasar, aku kembali ke rumah karena Kim harboji memanggilku juga bibi Jung untuk makan bersama.

“apa kau senang di sini?” tanya Kim haraboji. Akhirnya haraboji mengajakku bicara setelah beberapa hari kami jarang bertatap muka apalagi berbicara bersama, dia selalu menyuruh bibi Jung untuk mengatakan perintahnya padaku. Apa aku melakukan kesalahan? Semoga saja tidak.

“aku merasa senang karna sejenak bisa menikmati udara pedesaan yang membuatku rileks. Aku juga suka makan disini, kurasa berat badanku bertambah karena masakan bibi Jung.” Godaku pada bibi Jung yang sukses membuatnya tersenyum kecil.
“dann ahh,, aku sangat suka sup ayam ginseng buatan Ny Im tadi malam. Sayang sekali haraboji tidak bisa makan bersama kami. Benarkah bi?” kulihat haraboji sedikit menggaruk tengkuknya, sesekali menatap bibi Jung.
“aku sudah merasakannya.” Gumamnya. Sudah? Bibi bilang jika kakek tidak bisa makan ayam dulu. Kulihat bibi segera masuk ke dapur setelah membereskan sisa alat makan kami.
“ahh maksudku sebelum kau ke sini aku sudah pernah merasakannya. Begitu.” Ohh iya, merekakan bertetangga dan pasti kadang saling mengirimkan makanan ke rumah masing-masing.
“jimin, kau bisa memanjat?” tanyanya lagi.
“tentu saja. Itu keahlianku saat wajib militer dulu.” Yah, aku bisa memanjat jaring-jaring rintangan dengan sangat mudah saat wamil dulu. Aku bahkan bisa memanjat pohon besar tanpa pengaman apapun. Bangga? Tentu saja.

“ada apa haraboji?”
“aku ingin kau mengambilkan apel yang ada di kebun depan rumah itu.” Mwo?Apel itu? Tapi pohon apel di sini cukup berbeda dengan pohon apel yang biasa kulihat. Batangnya kurus dan tidak banyak daun di pohonnya. Satu lagi, pohonnya tinggi-tinggi.
“kau bisa tidak?” tanya Kim haraboji membuyarkan lamunanku. Baiklah, akan kucoba dulu.
“ne akan kucoba haraboji. Berapa banyak yang harus kuambil?” apakah 3 karung lagi? -_-
“satu keranjang saja.” Huuhh,, syukurlah..



Kutatap pohon apel yang ada di hadapanku dari bawah sampai atas, ini seperti kau sedang memandang heran seorang gadis yang sangat tinggi. Kumulai dengan memanjat batangnya lalu meraih dahan yang kuat untuk kupijaki. Tinggi dari tempatku berjongkok sekarang ini sekitar 1,7 meter, cukup tinggi untuk ukuran pohon apel. Langsung saja kupetik beberapa buah yang sudah matang di sana lalu membuangnya ke bawah. Oke, ternyata ini tidak sesulit yang kubayangkan.

Apel yang kukumpulkan sebentar lagi akan memenuhi keranjang itu, padahal aku baru memanjat 5 pohon saja. Pohon milik haraboji sungguh mempunyai buah yang banyak dan besar-besar.

“jimin-ah,, kau sungguh memanjat pohon itu?” tanya bibi Jung yang tiba-tiba saja datang membawakan minum untukku.
“ne. Kan haraboji yang bilang seperti itu bi.” Ucapku santai.
“harusya kau bertanya dulu padaku. Kau harus tau jika Kim haraboji itu juga suka mengerjai orang. Seperti kau ini.” Aku menatapnya penuh tanda tanya. Apa haraboji sungguh mengerjaiku?
“kau kan bisa menggunakan itu.” Bibi lalu menunjuk sesuatu dengan dagunya. Ige mwoya? Ternyata ada jolokan yang berdiri tegap di pagar kebun ini.

“aigoo.. pahamlah jika kakeknya Yoorin itu juga suka usil. Hahaha..” bibi tertawa. Dia menertawakan kebodohanku. Malang sekali kau Park Jimin.

Sekarang aku sudah di rumah membawa sekeranjang apel yang diminta oleh Kim haraboji. Dia baru saja keluar dari rumah dengan mengibas-ngibaskan kipasnya yang besar.

“haraboji, Jimin memanjat untuk memetik apel-apel itu.” Adu bibi Jung.
“aigoo,, kenapa kau memanjatnya. Aku kan hanya bertanya apa kau bisa memanjat atau tidak.” Memoriku kembali memutar ulang kejadian sebelum aku melakukan hal bodoh itu.

jimin, kau bisa memanjat?”
“tentu saja. Itu keahlianku saat wajib militer dulu.”
“ada apa haraboji?”
“aku ingin kau mengambilkan apel yang ada di kebun depan rumah itu.”

Kim haraboji betul, ternyata dia hanya menyuruhku mengambil apel, bukan memanjatnya. Harusnya kau lebih teliti dengan perkataan Kim haraboji, Park Jimin.

“ne haraboji. Aku yang salah.”
“sudahlah. Sekarang ambil beberapa apel dan naik ke mari.” Perintahnya. Di teras rumah memang sudah ada pisau dan semacam saus yang berwarna gelap yang pasti adalah buatan bibi Jung.
“kau akan suka ini.” Katanya. Aku hanya memperhatikan Kim haraboji membersihkan apel itu dengan air yang ada dibaskom lalu membelahnya tanpa mengupas kulit apel yang berwarna hijau itu. Aku masih menatapnya yang sedang mencocol buah apel itu ke dalam saus.
“cobalah.”
Aku lalu mengambil irisan apel itu dan ikut mencelupkannya ke dalam saus yang entah terbuat dari apa.
“mashita..” ungkapku saat pertama kali aku merasakan itu. Aku pikir itu saus yang pedas, ternyata rasanya manis dan sedikit asam.
“tentu saja.” Kata bibi Jung bangga.
“saus itu terbuat dari apa bi?” wuahh,, aku akan menyuruh eomma membuat ini di rumah. Enak sekali.
“emmm...”
“rahasia..”
“HAHAHAHA” Kim haraboji dan bibi Jung tertawa. Itu pertama kalinya aku melihat kakek tertawa, aku pun ikut dalam tawa itu.
“HAHAHAHAHA...” kami tertawa bersama.

Tbc...

Guardian ✔️Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz