03. Jaman Siti Nurbaya

1.6K 177 12
                                    

Lelaki itu terus memperhatikan setiap pembicaraan sang ayah dengan rekan kerjanya.

Ya, dia sedang berada di rumah ayahnya malam ini, karena beberapa puluh menit yang lalu pemuda itu mendapatkan panggilan mendadak, padahal dia tengah sibuk menikmati eskrim di malam yang dingin sendirian tanpa ingin diganggu, tapi semua ini memang demi bisnis.

"Iya, saya pikir kalo anter produk itu jangan nanggung-nanggung, biar ongkos kirimnya gak keluar berkali-kali." Jelas sang ayah ditengah duduknya.

"Iya, saya pengin nawarin pengiriman produk keluar pulau Jawa, misalnya kayak pulau Sumatera yang penduduknya mulai padat." Jelas rekan kerjanya menyahuti penjelasan pria paruh baya itu.

"Oh, Sumatera. Ide bagus itu!" Seru ayah Yoongi menyetujui masukan yang diberikan rekannya itu.

"-Yoongi tolong kamu ambil nota bon di meja Papa!" Pinta sang ayah pada puteranya yang sedari tadi hanya duduk memperhatikan.

"Di meja kerja, Pa?" Tanyanya sambil beranjak diri dari duduknya.

"Iya, sama pulpen." Sahut pria itu lagi.

"Saya harap juga pemasaran yang sekarang ongkos kirimnya jauh lebih terjangkau, biar untungnya besar juga didapat." Ujar ayah Yoongi pada orang di depannya sambil menyesap secangkir teh hangat di meja ruang tamunya.

"Benar! Kebetulan anak saya kan sudah buka usaha distribusi ritel sendiri, saya juga mau nyisihin beberapa produk ke tokonya, mungkin pengambilan keuntungan sekitar sepuluh persen dari harga jual barang, jangan lebih jangan kurang." Jelas rekannya.

Ayah Yoongi sempat bergeming saat mendengar cerita rekannya itu, "Ngomong-ngomong soal anakmu. Gimana penawaran waktu itu? Dia juga pinter bisnis 'kan? Jago hitung uang bukan?"

"Oh soal itu, saya belum kasih tau. Dia pasti bisa panik berat soal masalah itu, mungkin pelan-pelan aja." Ujar rekannya.

"Pelan-pelan gimana? Kita udah gak muda, ini bisnis mau dibawa ke mana kalo bukan anak cucu yang nerusin?" Tanya ayah Yoongi.

Yoongi datang membawa nota bon dan pulpen, "Nih, Pa." Lelaki itu menaruhnya di atas meja.

"Betul, saya setuju betul dengan pernyataan itu. Saran saya, kalo bisa mereka berdua harus saling kenal dulu, anak saya itu kadang suka gak bisa nurutin apa yang saya minta dan gak bisa dipaksa," Jelasnya, "Saya tau Yoongi juga pasti agak keberatan."

"Jangan urusin masalah si Yoongi, dia kan laki-laki. Tinggal kenalin aja anak saya ke anakmu, bilang kalau dia ini pintar, tinggi, putih, juga kaya! Udah pasti cewek jaman sekarang suka sama model cowok begini."

"Apaan, Pa?" Tanya Yoongi yang tidak mengerti oborolan kedua orang tua di hadapannya itu.

"Soal perjodohan kamu sama anak Pak Kim."

Lelaki itu terlihat memicing, "Ha? Perjodohan? Maksudnya apaan tuh?"

"Jangan pura-pura bodoh gitu di depan Pak Kim!" Bisik sang ayah, "Yang sopan kamu!"

"Anak saya itu kerjanya cuma jagain mesin kasir aja, gak kuliah dulu. Tokonya sih punya dia sendiri tapi dia pengelola uang yang baik, bisa ngurusin masalah bisnis juga. Makanya, Papamu mau ngejodohin kamu sama anak saya." Jelas Pak Kim pada pemuda yang masih terheran-heran di depannya.

Yoongi yang mendengar itu dengan susah payah berusaha mengatur emosinya, tentu dia harus tetap terlihat profesional dan baik-baik saja, karena lelaki itu sedang berhadapan dengan pembisnis besar dan ini bukanlah sesuatu yang main-main bagi keluarganya.

"Nanti nunggu anak Pak Kim tau, baru kita siapin semuanya," Ujar ayahnya, "Jadi masih banyak waktu yang bisa kamu pakai buat putusin pacar kamu. Biar kalian gak kaget maksud Papa itu. Tapi lebih cepat lebih baik."

Mini Market ✔Where stories live. Discover now