Bara | 02

134K 7.6K 355
                                    

Lo, kan, yang ngelempar kaleng itu ke kepala gua?

-Bara Elang Nugroho


***

Bara tengah menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Di ruang tamu, ia bertemu dengan Dhirga yang sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Udah sarapan belum lo?" tanya Dhirga sambil mengikat tali sepatunya.

Dengan wajah kesal Bara menjawab, "Udah."

Dhirga tertawa kecil di sofa ruang tamu. "Lo masih kesal karena kejadian kemarin?"

"Nggak usah tanya kalau lo udah tahu." Bara melangkah menuju pintu luar dan menghampiri motor sport hitamnya. Dhirga menyusul lalu memberikan secarik kertas kepada Bara.

"Apaan, nih?" tanya Bara heran.

"Alamat rumah Luna. Sekarang lo jemput dia. Udah gue kasih tahu lo bakal ke sana pagi ini."

Bara tampak terkejut. "Hah? Hari ini? Lo ...."

"Nggak ada penolakan. Lo udah janji untuk antar jemput Luna selama sebulan."

Bara mengacak rambutnya. Merasa kesal karena harus berurusan dengan cewek yang sudah masuk ke daftar hitamnya. Daftar hitam yang berisi orang-orang yang tidak ia sukai. Keduanya kini menaiki motor masing-masing dan melajukannya ke luar gerbang.

Sesampainya Bara di depan rumah yang tampak mewah, cowok itu melepaskan helmnya dan mengeluarkan ponsel dari saku jaket hitamnya. Ia menyalin nomor telepon dari kertas yang tadi diberikan oleh Dhirga.

[Halo?]

"Keluar sekarang dan bawa helm lo. Gua di depan rumah." Bara mengatakannya dengan nada galak tanpa basa-basi.

[Maaf, tapi ini siapa, ya?]

"Banyak tanya. Gua Bara, yang bakal antar jemput lo ke sekolah selama sebulan. Udah tahu dari Dhirga, kan?"

[Oh, kamu orangnya. Ya, udah, aku keluar sekarang.]

Bara memutuskan telepon itu sepihak. Tampak seorang gadis berlarian ke arah pagar bercat putih. Langkah larinya terhenti di dekat Bara. Gadis itu terdiam dengan wajah polosnya sambil mengamati wajah cowok itu.

"Kamu?"

"Apa?" tanya Bara dingin.

"Kamu yang waktu itu cekik leher aku, kan?"

"Napa? Mau dicekik lagi?"

Luna langsung mundur selangkah, takut kalau Bara benar-benar akan melakukannya.

"Buruan naik."

Luna mengenakan helmnya kemudian memegang kedua bahu Bara sebagai penopang untuk menaiki motor yang cukup tinggi itu. Bara mengenakan helmnya juga lalu melajukan motornya dengan kencang. Luna yang duduk di belakangnyapun merasa bingung harus berpegangan pada apa, ia merasa takut sekarang. Dengan berani, ia memegang kedua bahu Bara dengan erat.

BARA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang