Bara | 51

89.8K 6.1K 1.4K
                                    

Senyuman tampak di wajah Hiro kembali. Ia kemudian tertawa keras membuat Luna sempat merinding. Hiro menyeka air matanya karena terlalu senang saat tertawa. "Lo mau adu fisik sama gue? Yakin?"

Luna hanya diam tanpa berniat menjawab pertanyaan cowok itu. Di otaknya terus memutar bagaimana Bara mengajarkannya ilmu bela diri, bagaimana kerasnya ia berlatih hingga ingin menyerah. Bara benar, ada saatnya ia akan menggunakan ilmu bela diri itu di saat Bara tidak ada bersamanya. Bukannya tidak tahu bahwa Bara sedang berusaha menolongnya, ia juga melihat kericuhan yang ada di bawah.

Tanpa diduga, Hiro mendekati Luna lalu memberikan sebuah penyerangan yang membuat Luna harus dengan cepat menghindar. Mata elang yang dimiliki Bara telah Luna pelajari agar dapat menghindari serangan lawan, dan itu berhasil Luna gunakan saat ini. Hiro menyerangnya lagi dan kini Luna berusaha untuk membalas setiap serangan Hiro yang masih dapat ia baca.

"Boleh juga gerakan lo. Kenapa baru dipake sekarang? Karena cowok lo lagi nyerang orang bawah makanya lo termotivasi, hm?" tanya Hiro santai.

"Gimana aku mau pake ilmu bela diri kalo kamu ikat aku di kursi. Mikir, dong." Luna membalas cowok itu membuat Ghani sempat terkekeh kecil. Kepolosan Luna tetap tidak hilang meskipun ia sudah tampak berani seperti Bara.

Hiro melepas jaket yang sedari tadi melekat di tubuhnya, menyisakan kaus hitam. Lagi-lagi Hiro melakukan penyerangan terhadap Luna, namun kali ini cowok itu lebih gesit hingga membuat Luna kewalahan membalas setiap serangan. Juvedo dan Ghani berusaha untuk ikut membantu Luna. Tiga lawan satu, entah mengapa Hiro masih lebih unggul dari mereka bertiga. Ya, itu karena Hiro mendapat pelatihan bela diri yang cukup lama dari para kelompok gelap yang sudah menghidupinya selama ini. Luna lengah dan Hiro berhasil menjatuhkan gadis itu ke lantai dengan serangan keras.

Ghani terkecoh dengan suara kesakitan Luna hingga tanpa diduga sebuah pisau menancap di pinggang kiri Ghani. Juvedo dan Luna terkejut bukan main saat darah segar menetes ke lantai. Dengan senyuman Hiro mendorong pisaunya agar menancap lebih dalam di pinggang Ghani lalu mencabutnya dengan ganas. Tubuh Ghani lunglai dan ia terjatuh ke lantai. Dengan cepat Luna berlari menuju Ghani, Luna panik.

"Ghani ... Ghani berdarah. Ghani ...." Luna menangis sambil bergumam cemas.

"Titip Bara ya, Lun. Fatal ... nggak akan ... ninggalin lo sampai ... kapan pun."

Luna menggeleng cepat, tangisannya pecah. "Ghani nggak boleh pergi. Ghani kan, sayang sama Andien. Nanti Andien jadi sendirian. Ghani nggak boleh ninggalin Andien, nggak boleh ninggalin Fatal. Nggak boleh ninggalin sekolah."

Ghani tertawa dengan lemah. "Polos lo ... alami ya, Lun."

"Apa lo mau bunuh semua orang yang ada di sini? Ghani, adik lo sendiri, Ro. Lo benar-benar nggak waras!" sentak Juvedo mencengkeram kaus Hiro dengan geram. "Alasan gue nggak ada di pihak lo lagi adalah karena lo bukan lagi berhati manusia. Di otak lo cuma membunuh dan membunuh. Ancaman lo sejak dua tahun yang lalu udah nggak berlaku buat gue."

Dengan marah Hiro mencekik Juvedo. "Gue nggak butuh temen yang khianati temennya sendiri. Lo buat gue percaya sama lo, tapi susu dibalas dengan air tuba. Seharusnya gue bunuh keluarga lo dari dulu!"

"Apa? Sekarang lo mau bunuh gue juga?" tanya Juvedo dengan senyuman sinis. Melihat Hiro tidak menjawab apa pun membuat Juvedo tertawa kecil. "Kenapa? Lo nggak berani bunuh gue? Nggak tega bunuh temen kecil lo sendiri, hm?"

Hiro melepas cekikan itu dan menjauhkan Juvedo darinya. Benar, ia memang sudah muak pada Juvedo namun ia tetap tidak bisa membunuh teman kecilnya itu. Teman yang selalu membantunya di saat ia kesulitan. Tanpa diduga Luna melempar vas bunga yang terbuat dari tanah liat itu mengenai tepat kepala belakang Hiro. Cowok itu menoleh ke belakang dan melihat Luna. Dengan cepat ia melangkah menghampiri gadis itu namun Juvedo langsung menghalanginya.

BARA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang