Bara | 04

133K 7.4K 465
                                    

Sepulang dari mengantar Luna pulang ke rumah, Bara melangkah dengan lemas ke ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari mengantar Luna pulang ke rumah, Bara melangkah dengan lemas ke ruang tamu. Ia membanting tubuhnya ke sofa empuk berwarna abu-abu terang. Ada Dhirga yang tengah duduk di sebelahnya sambil membaca sebuah novel terjemahan berukuran tebal.

"Ga, gua mau nanya sama lo, serius." Bara membuka percakapan dengan kedua mata yang terpejam.

"Apa?" sahut Dhirga pendek.

"Apa alasan lo suruh gua jagain tuh Siput?" tanya Bara yang membuat Dhirga menoleh ke samping kirinya setelah menutup buku novelnya.

"Siput?" tanya Dhirga bingung.

"Iya, Luna Dealova si siput berwajah pantat kuali."

"Hancur banget julukan lo buat dia, Bar."

"Bodo amat."

Dhirga menatap buku sampul novelnya yang berwarna hijau lumut, kemudian ia mulai siap untuk bercerita. "Saat di Bandung, Luna pernah disekap di salah satu gudang tua di sana. Dan akhirnya, dia punya trauma yang sama dengan Redo, sama-sama takut disekap. Bisnis orang tuanya itu lumayan sukses makanya banyak orang yang sirik sama keluarganya dan memanfaatkan Luna untuk pembalasan dendam. Walaupun Luna berhasil selamat dari sekapan itu, gue sempat nggak percaya kalau dia dirawat di rumah sakit selama sebulan karena mentalnya sedikit terganggu."

Kedua mata Bara terbuka, lalu ia menoleh ke arah Dhirga一merasa tertarik dengan penjelasan itu.

"Ternyata yang sekap dia adalah anak-anak muda, beberapa anak dari korban bangkrutnya bisnis keluarga karena kalah saing dengan bisnis Ayahnya Luna. Kalau lo nggak percaya, lo bisa lihat bekas luka di lengan kirinya. Itu adalah goresan luka yang paling ia benci karena bakal ingetin kejadian trauma itu."

"Terus, lo tahu dari mana cerita itu? Lo, kan, nggak di Bandung."

"Nyokap Luna yang ceritain sama gue semuanya. Dan bagus kalau Luna dipindahkan ke Medan kembali. Tapi, hanya sisa satu anak yang belum ketahuan oleh Polisi, dia juga sempat ikut ngenyekap Luna. Dan anehnya, anak lain yang ngeyekap nggak buka suara siapa dalang sebenarnya."

"Sampai sekarang belum ketahuan juga?"

Dhirga menggeleng. "Belum."

Bara diam tidak menyahut. Ia bergelut dengan pikirannya. Hampir tidak percaya, bagaimana bisa cewek yang terkenal polos seperti Luna memiliki masa kelam seperti itu. Bara hanya tidak habis pikir.

"Untuk itu, gue sedikit berterima kasih karena lo udah pecahin guci hadiah untuk Mama. Nyokap Luna sempat nyuruh gue untuk ngejagain dia, tapi gue udah punya Alexa, dan gue nggak mau ngelihat Alexa sedih atau cemburu karena gue ngenboncengin cewek lain."

Bara mengangguk mengerti, paham dengan situasi dan apa yang diucapkan oleh Abang tirinya itu. "Sebenarnya, gua nggak sengaja pecahin guci itu. Tapi, gua juga nggak bakal lari kok dari hukuman gua."

BARA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang