[Bagian 6]

1.9K 361 14
                                    

Hope u like it!

On mulmed: Lauv - Superhero

***

"Kusut amat tu muka!" ledek Ghirez disertai usapan cepat pada wajahku. Setelah melihat aku menatapnya kesal, Ghirez tertawa puas. "Oji sama Lala mana?"

Kuangkat bahuku. "Nggak tau, dah."

Ghirez lalu menarik sebuah bangku plastik berwarna merah dari meja samping dan duduk di sebelahku. "Ivan sama Yuda?"

"Kantin Ilkom," jawabku. "Biasa."

"Abis ini makul nya siapa sih?"

"Pak Budi," sahutku ringan.

"Lo masuk?"

"Males nih gue," kataku jujur. "Cabut deh gue kayaknya, Rez."

"Yah!"

"Kenape?"

"Padahal kalo lo masuk gue mau titip absen, hehe." Ghirez nyengir, matanya menyipit. Sedikit informasi, di antara Ivan dan Yuda, Ghirez adalah yang paling tampan. Ya tapi kalau kata Rayhan, gantengan dia sih.

Ngomong-ngomong, ini sudah tepat dua hari Rayhan marah. Atau lebih tepatnya cemburu. Padahal, rencananya aku dan Haikal akan mewakili anak-anak yang minggu depan ikut camping untuk mencari tenda tambahan. Tetapi sepertinya, aku harus mengurungkan niatku. Sebelum pacarku itu semakin meledak-ledak dan marah.

Aku menghela napas. Masih teringat raut wajah Rayhan di Minggu malam sebelum ia kembali masuk ke mobilnya dan meluncur meninggalkanku di bawah langit yang menggelap.

Tatapan dari iris matanya yang berwarna coklat rasanya terus berputar di kepala seperti potongan-potongan film.

"Woi!" Ghirez menepuk puncak kepalaku dengan bindernya walau tidak kencang. "Diajakin ngobrol malah ngelamun!"

Aku diam saja. Segala lamunan dan bayangan perihal Rayhan seolah langsung bertebaran dan hilang dibawa angin. "Apa sih, Ghireeez?"

"Kenapa dah lo, Ai?" tanyanya.

"Kenapa apa?"

"Kayak mikirin apa gitu."

"Hah?" Aku pura-pura bodoh. "Apaan sih? Kaga."

"Heleh," Ghirez mencibir. Kemudian ia menepuk puncak kepalaku dengan bindernya lagi. "Kayak sama siapa aja lo segala nggak ngaku."

"Nggak ngaku ngapa sih anjir?"

"Lagi galau kan, lo?" tembaknya langsung kepada inti.

"Galau kenapa?"

Ghirez lagi-lagi menepuk kepalaku dengan bindernya dua kali. "Kalo gue tau lo galau kenapa, gue nggak akan nanya anak tolol."

"Sekali lagi lo gebuk kepala gue pake binder, binder lo gue bikin melayang sampe bodol," ancamku tidak main-main.

"Selek lo?"

"Hah? Sama siapa?" Aku balik bertanya.

"Sama Pak Budi," katanya ringan. "Ya sama Rayhan, lah."

"Gitu deh."

Ghirez memang sahabatku sejak kami duduk di bangku SMA. Jadi bisa dibilang, Ghirez lah orang yang paling tahu perjalanan cintaku dengan Rayhan sejak awal kami memulai segalanya. Bahkan, Ghirez ada di sana waktu Rayhan menyatakan cinta. Ghirez tahu seperti apa hubunganku. Setidaknya ia tahu lebih banyak daripada teman-teman kampusku yang lain.

"Pacaran bertaun-taun masih aja selek-selekan gaje!" Ghirez lagi-lagi menepuk puncak kepalaku dengan binder.

Aku cemberut. Dan Ghirez mendaratkan bindernya ke kepalaku untuk yang kesekian kali seraya berkata. "Daripada selek, mendingan modal nikah noooh pikirin! Emang lo ga pengen apa kawin sama Ray– ANJING AIDA!"

Before We Were Stranger [Completed]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu