10

11.1K 528 15
                                    

POV : Hendra

'Gue nggak nyangka si Bangsat itu berani-beraninya bertindak sejauh ini. Dan korbannya adalah adik gue sendiri'

"Ya sudah sekarang kita sarapan dulu atau lu mau mandi ya?"

"Aku mau mandi dulu Kak"

"Mau gue bantu?"

Melihat adik gue yang sedang sakit, entah hati ini terketuk ingin membantunya.

"Nggak perlu kak. Aku kan mau mandi masa iya Kak Hendra mau mandiin aku. Aku bisa mandi sendiri kok"

"Tenang. Gue nggak mesum kayak si Bangsat itu. Gue gosok punggung lu. Nggak perlu telanjang, pakai boxer saja"

"Iya sudah kalau kakak memaksa"

Gue tuntun dia menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Gue bilas tubuhnya dengan air hangat dari shower.

Nampak sekali tubuhnya yang kecil nan ringkih. Dari situ gue sadar, kenapa gue sering sekali memarahinya padahal dia adalah orang yang mudah rapuh. Gue merasa bersalah.

Dia duduk di atas kursi kecil dan siap untuk gue gosok punggungnya.

Gue tercengang saat tahu dia mempunyai kulit putih nan mulus seperti seorang perempuan, padahal dia adalah laki-laki.

Kulitnya yang putih alami sedikit memerah akibat gosokan gue.

"Sakit?"

"E-enggak kak"

"Kenapa sih lu mesti terbata-bata gitu kalau lagi ngomong sama gue? Lu takut sama gue? Padahal gue nggak pernah mukul atau gigit"

"A-aku malu aja harus dim-mandiin seperti ini"

"Kenapa?"

"Emm itu a-anu.."

"Nggak usah malu. Gue kakak lu. Ya gue akuin kalau gue sering marah ke lu tapi lu tetep adik gue"

"Iya kak terimakasih. Aku tau sebenarnya Kak Hendra itu orang yang baik dan manis"

Kata-katanya berhasil membuat gue kelagapan. Entah gue nggak tahu kenapa bisa seperti itu.

"Pujian atau ejekan?"

"Tentu saja pujian :) "

***

Kami pun menyudahi acara mandi hari ini.

Kami berdua melanjutkan menyantap hidangan sarapan yang sudah gue siapkan.

"Kak Hendra masak apa aja?"

"Ya itu lu lihat"

"Dari baunya kayaknya enak. Aku jadi lapar"

"Ya udah langsung ambil nasi sama lauknya terus makan. Keburu dingin"

Menu pagi ini yang gue masak ada tumis kangkung, ayam goreng, tempe dan tahu goreng, dan telur mata sapi.

"Kak boleh aku tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Tapi Kak Hendra jangan marah ya"

"Iya apa?"

"Kakak kenapa bisa bermusuhan dengan orang itu?"

"Panjang ceritanya"

"Bagaimana?"

"Kepo lu"

"Iya memang kepo. Bolehkan aku tau ceritanya"

"Hhhh. Dulu gue sama Roy waktu kelas 1 pernah berteman. Kita sebangku"

"Terus?"

"Waktu itu juga ada pendaftaran ekstrakurikuler. Kami daftar di bidang yang sama. Basket"

"Lalu yang menyebabkan kalian bermusuhan apa?"

"Gue merasa dia berubah semenjak lomba pertama yang kami menangkan. Padahal dia mencetak banyak poin dan mengharumkan nama sekolah. Tapi.."

"Tapi apa? Tapi apa?"

"Bisa diem nggak? Orang mau cerita jangan dipotong"

"Iya kak maaf. Aku sangking penasarannya hehehe"

"Hhhh. Tapi dia kelihatan murung dan tak semangat. Setelah perlombaan itu, di sekolah dia jadi penyendiri. Gue ajak ngobrol atau ke kantin bareng selalu nolak. Dia juga pindah tempat nggak sebangku sama gue lagi"

"Tapi apa penyebabnya dia seperti itu? Kenapa tiba-tiba dia jadi berubah"

"Yang gue denger dari orang-orang, dia lagi ada masalah di rumah. Semacam broken home gitulah. Tapi gue nggak tau kejelasannya karena gue nggak pernah nanya langsung. Dan kalaupun iya, itu di luar urusan gue"

"Ah pantas di rumahnya sepi sekali"

"Ngomong apa lu?"

"A-ah enggak kok"

"Gue nggak suka ya kalau lu sekarang main rahasia-rahasiaan sama gue"

"Iya kak maaf. Aku tadi bilang rumah Kak Roy itu sepi sekali. Padahal rumahnya besar dan mewah"

"Jadi lu di bawa kesana?"

"Iya kak :( maafkan aku"

"Sudahlah. Lanjutin sarapan lu. Habis ini gue mau foto bekas luka lu"

"Buat apa kak? Jangan dikirim ke Ibu atau Ayah kak"

"Gue pakai kalau dia berani macam-macam lebih dari ini"

Bersambung

Pelangi SegitigaWhere stories live. Discover now