13

10.4K 519 41
                                    

"Kakak kalau memang penakut bilang dari awal dong hihihi"

"Diem lu"

Kami berdua tidur di atas ranjang yang sama dalam satu ruangan.

Entah yang tadinya aku mengantuk tiba-tiba tak bisa memejamkan mata.

Jantungku berdegup dengan kencang seakan-akan habis melakukan jogging.

"Heh"

"Padahal aku sudah bilang kalau aku punya nama"

"Iya Beni..."

"Kenapa kak?"

"Belum tidur?"

"Tadi sudah merem tapi kakak memanggilku" bohongku.

"Oh ya udah lanjutin tidur sana"

"Kakak nggak bisa tidur ya?"

"Iya"

"Mau aku temani ngobrol sampai kakak tidur?"

"Terserah aja"

Kami pun ngobrol ngalor-ngidul. Aku rasa obrolan kami membuat Kak Hendra menjadi orang yang semakin hangat.

***

Pagi hari telah tiba.

Sinar matahari masuk dalam kamarku melalui jendela tanpa izin.

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Kami telat bangun karena semalam mengobrol hingga jam 24.00 dini hari.

Ku lihat disampingku masih terlelap sang pangeran tampan.

Wajahnya semakin cerah dengan pantulan sinar matahari pagi yang indah.

Entah dari mana datangnya, ada hasrat ingin sekali aku mengelus wajahnya.

'Tak apa kan? Mumpung dia masih tidur'

Ku coba mengelus pipinya dengan perlahan dan sangat pelan. Aku takut membangunkan Kak Hendra. Bisa-bisa aku kena marah pagi ini.

Aku bisa merasakan jambang yang tipis menghiasi area pipinya.

Kak Hendra memang memiliki pertumbahan rambut yang cukup lebat seperti ayah.

Makanya dia sangat rajin mencukur jambangnya agar aura ketampanannya terpancar.

Semakin lama aku mengelus pipinya, semakin larut aku melakukannya. Seakan tanganku tak mau lepas darinya.

Hingga cengkeraman tangan yang menghentikan aksiku.

Kak Hendra bangun dengan tatapan tajam bak singa jantan yang mengarah padaku.

"E-eh anu maaf tadi aku sepertinya sedang mengigau"

"A-aku mau mandi d-dulu" imbuhku.

Aku segara bangun dari tempat tidur namun tak berhasil karena tanganku masih dicengkeramannya.

Aku tak kuasa melepaskannya. Aku sudah seperti mangsa yang tak bisa berbuat apa-apa karena sudah diterkam oleh hewan buas.

Kemudian tanganku ditarik hingga membuat tubuhku tersungkur di atas tubuh Kak Hendra.

"Ahhh aduh.."

"K-kakak mau ngapain? Aku mohon maafkan aku tadi aku benar-benar sedang meng..."

Aku merasakan tangan kanan Kak Hendra melilit tubuhku membuatku susah untuk meronta.

Sedangkan tangan kirinya masih menggenggam tanganku dengan erat.

Kak Hendra menatapku dalam membuat diri ini salah tingkah.

Kemudian dia memberi sebuah dekapan hangat dan erat.

"Selamat pagi"

Sebuah bisikan pas di samping telingaku. Seketika wajahku ikut memerah.

Napas yang ia keluarkan menyentuh kulitku rasanya bergidik merinding.

Aku sudah tidak bisa meronta untuk minta dilepaskan. Usahaku membuahkan kelelahan saja.

Tentu saja aku kalah fisik dengannya. Namun jika diuji dalam hal kecerdasan mungkin aku bisa lebih unggul darinya.

Aku pasrah saja.

Di atasnya seperti ini membuatku nyaman apalagi pelukannya seperti memeluk guling kesayangannya.

Mataku tak bisa diajak kompromi. Dia memilih untuk memejamkannya lagi.

Aku mengantuk (lagi). Mungkin karena aku tak terbiasa tidur jam 12 malam jadi aku masih merasakan kantuk yang berat ini.

Kak Hendra juga tidak ada pergerakan apapun. Mungkin dia juga melanjutkan tidurnya.

Yang ada hanyalah ruangan yang hening, sinar matahari yang samar, dan kami berdua.

Aku tak bisa berbohong, aku merasakan perubahan besar pada Kak Hendra.

Dulu ia adalah orang yang jahat di depanku, namun kini kami saling mendukung satu sama lain.

Tidur berdua dan berpelukan di atas ranjang yang sama.

Harapan kecilku dari dulu adalah mendapatkan kasih sayang dari kakak tiriku ini.

Dan sedikit demi sedikit aku mendapatkannya.

Rasa egoisku juga tumbuh seiring dengan perhatiannya padaku.

Selintas aku pernah berharap 'semoga dia menjadi milikku seutuhnya'.

Aku juga bersyukur karena selama ini Kak Hendra belum memiliki seorang kekasih. Jadi aku masih ada peluang untuk mendapatkan perhatiannya.

Pembaca apakah aku egois dan jahat?

Bersambung

Pelangi SegitigaWhere stories live. Discover now