Chapter #9

45.4K 2.1K 161
                                    

"Cintailah kehidupan, maka kehidupan akan mencintaimu

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Cintailah kehidupan, maka kehidupan akan mencintaimu." -

Jakarta, 2018.

Matahari tampak tidak malu-malu lagi untuk menunjukan sinarnya, membuat Ibu Kota menjadi terasa sangat menyengat. Ditambah antrian kendaraan yang berjejer di sepanjang jalan, menjadikan suasana yang sudah gerah ini menjadi kian memanas.

Seorang gadis berkucir satu, masih terlihat bersemangat menjajakan koran di sekitaran jalan raya. Tetesan keringat yang terus berjatuhan, tidak menghentikan langkah kecilnya.

Kulit seputih susu itu mulai memerah, ketika sinar matahari mengenai tubuh kecil miliknya. Sesekali kaki mungil itu terlihat berlari tidak seimbang, saat seseorang melambaikan tangan untuk membeli dagangannya.

Beberapa menit setelah lampu berubah menjadi hijau, gadis itu mulai menjauh dari jalan raya dan terduduk di pinggir trotoar. Tangan kecilnya terlihat terus memijat bagian kaki, entah apa yang dia rasakan, tapi dari ekspresi wajah yang tercermin, gadis itu seperti sedang kesakitan.

Bibirnya yang mungil dengan fasih mulai melafalkan shalawat. Dan ketika seseorang membuka kaca mobil, lalu melambaikan tangan ke arahnya, gadis itu tersenyum lebar, dengan tergesa dirinya bangkit untuk menghampiri sang pembeli.

Setelahnya, ketika dirasa matahari mulai naik tepat di atas ubun-ubun, gadis berparas cantik itu mulai berjalan menjauh dari jalan raya. Senyumnya terus tersungging mendapati dagangannya yang hampir terjual habis.

"Laku berapa, Nak?" tanya seorang wanita berhijab mocca.

Dengan wajah berseri, gadis itu langsung memperlihatkan kesepuluh jarinya. "Alhamdulilah, kamu memang pintar, ini buat jajan."

Gadis itu menerima empat lembar uang dua ribuan dengan senyum merekah. "Terimakasih."

"Sama-sama, Nak. Mau sekalian makan di sini?"

"Nggak mau Mama, kalau si cacat ikut makan di rumah. Jijik tau!"

Keduanya menengok, menemukan seorang gadis bergaun pink yang sudah berdiri di belakang mereka dengan tatapan penuh permusuhan. "Pergi, kamu!"

"Talitha, tidak boleh begitu," ujar wanita itu lembut kepada putri bungsunya.

"Please, Mama, aku nggak akan mau makan kalau ada anak cacat ini. Bye!" Talitha menyibak rambut ikalnya, lalu berjalan menjauh.

"Nak, jangan dimasukin hati ya omongan Litha." Bu Thyra mengusap lembut surai pekat gadis di depannya. "Kamu kan tau Litha anaknya bagaimana."

Gadis kecil itu tersenyum samar, lalu mengangguk. Setelahnya dia menyalami tangan bu Thyra dan bergegas pergi. Bibir kecilnya kembali melantunkan shalawat dan siapa pun yang mendengarkan suara nan merdu itu pasti akan bergetar.

Langkah lambat yang ditimbulkan karena salah satu kakinya kurang sempurna, tidak mengurangi semangatnya untuk bekerja. Dipegangnya erat lembaran uang dua ribuan yang berjumlah empat dengan wajah berbinar. Lalu dengan perlahan gadis itu masuk ke sebuah gubuk kecil, mengambil sebuah tas berwarna hitam dan setelahnya kembali keluar.

*

Di pinggiran jalan, gadis itu mulai terduduk dengan beralas koran bekas. Seorang lelaki dewasa dengan angkuh menyodorkan sepasang sepatu mahal kearahnya. Dengan cekatan gadis itu mengambil sepatu itu lalu menyemprotkan cairan berwarna hitam dan dengan lincah menggosoknya hingga berkilau.

"Ini ambil."

Lelaki berkemeja hitam itu menyerahkan satu lembar uang berwarna biru ketika sepatunya sudah nampak seperti baru. Gadis itu mendongak lalu menggeleng, uang lelaki kaya ini terlalu besar dan dia tidak memiliki kembalian. "Saya nggak punya uang kecil, ambil cepat istri saya sudah menunggu!" lanjutnya sambil melirik arloji di tangan kirinya.

"Satpol PP, woy! Ayo kabur---"

Gadis itu melotot ketika suara para pedagang lain menembus gendang telinganya. Tangan kecil itu dengan kilat merapikan peralatan semir lalu memasukan ke dalam tas.

"Eh... mau ke mana?"

Lelaki itu mengerutkan dahi saat melihat gadis di depannya mulai berkemas. "Ini uangnya, kembaliannya besok-besok saja atau buat kamu."

Dimasukannya lembaran berwarna biru ke dalam tas lusuh milik gadis kumal itu. "Saya pergi."

Belum sempat si gadis menjawab, segerombolan satpol PP sudah berlari ke arahnya. Maka dengan wajah panik gadis itu langsung berlari, bahkan kakinya yang kurang normal tidak menjadi penghalang sama sekali, karena dia sudah terbiasa.

 Maka dengan wajah panik gadis itu langsung berlari, bahkan kakinya yang kurang normal tidak menjadi penghalang sama sekali, karena dia sudah terbiasa

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Next??

Siapa gadis itu?? 😱😱

Terimakasih sudah membaca❤

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Terimakasih sudah membaca❤

#MiniRadz

SELFISH (TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora