Chapter #23

34K 1.6K 210
                                    

Kutatap sekali lagi penampilanku di depan kaca, celana jins panjang dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru tersemat apik di tubuhku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kutatap sekali lagi penampilanku di depan kaca, celana jins panjang dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru tersemat apik di tubuhku. Dengan cepat kuikat satu rambut panjangku sambil menghembuskan napas kasar, hari ini semua akan benar-benar berakhir, batinku mengejek.

"Perempuan selalu lama," sindir seseorang dari belakang jelas saja kuabaikan.

Tarikan di tanganku hampir saja membuatku terjungkal. "Apaan sih!"

"Kamu lama." Shaka memajukan wajahnya, mengurung tubuhku dalam kungkungannya.

"Lepas! " Aku menjauh, menghapus jarak yang sempat hilang tapi seperti biasa, gagal.

"Bagaimana kalau kita ...." Senyum simpul itu mengembang, kernyitan tidak mengerti langsung muncul di dahiku. "Sebelum kita bercerai, untuk yang terakhir." Matanya melirik ranjang, seperkian detik aku meresap lalu saat otakku mulai bekerja kudorong kasar tubuhnya dan berjalan menjauh.

"Jangan sok jual mahal, kamu tetap saja murahan, Radza!" Peduli setan, anggap saja angin lewat.

*

"Kamu tinggal di apartemen, aku yang akan pindah," ujar Shaka saat kami berdua keluar dari gedung pengadilan usai menjalani sidang perdana.

Aku diam, terus berjalan dan mengabaikannya. "Kalau ada yang bertanya di ---"

"Bukan 'kah kamu tak terbantah? Untuk apa aku perlu menjawab?!" Langkahku terhenti, memandang tajam suamiku yang sebentar lagi akan menjadi mantan.

Shaka berdehem, mencoba mengatur emosinya yang akan meledak, mungkin. "Kita akan berpisah baik-baik,  bukan?"

Aku tertawa hambar, lalu pergi menjauh. "Radza, berhenti!"

"Apa lagi?!" Tarikan kasar di lengan seperti menyedot habis kesabaranku. "Kenapa kamu seperti memperumit perceraian ini? Jangan menjadi berputar-putar karena masalah ini, shaka! Aku sangat muak!"

"Dengar, aku tidak akan menuntut harta apa pun darimu atau apa lah itu agar perceraian ini cepat terjadi atau jika kamu ingin perceraian ini lebih kilat aku tidak akan datang ke sidang selanjut ---"

Aku membeku, lelaki itu melumat lembut bibirku, tangannya bergerak kasar untuk menekan kuat tengkukku untuk memperdalam ciumannya. Aku berusaha memberontak tapi sialnya hal itu tidak terjadi, separuh jiwaku menyukai ini. Tanpa berpikir, kulingkarkan jemariku di leher Shaka,  kubalas lumatan itu dengan bringas, ini memabukan, sangat!

"Jika belum yakin untuk bercerai maka jangan lakukan, anak muda."

Suara berat itu membuatku tersedak, mendorong kuat tubuh kekar Shaka lalu mengusap kasar bibirku yang membengkak. "Perceraian bukan solusi terbaik untuk kalian."

Kutarik kasar jemari Shaka tetapi lelaki itu malah tertawa. "Kami sudah sangat mantap, Pak Hakim. Tapi bukan' kah sebelum bercerai kita harus memanfaatkan situasi intim ini dengan sebaik mungkin?"

SELFISH (TERBIT)Where stories live. Discover now