Chapter #19

35.7K 1.6K 96
                                    

Aku mendongak, berusaha menahan cairan bening yang entah kenapa tiba-tiba memberontak ingin dikeluarkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mendongak, berusaha menahan cairan bening yang entah kenapa tiba-tiba memberontak ingin dikeluarkan. Akhir-akhir ini jiwaku memang lebih sensitif dan bodohnya aku tidak tau kenapa, apa mungkin karena permasalahan hidup yang tak pernah berujung?

"Are you okay, Radza?" Sentuhan lembut itu berhasil membuatku berpaling.

"Eh, aku... tidak apa," ujarku terbata.

Lelaki itu tersenyum, tangannya terulur guna mengusap surai pekat milik putrinya. "Dia begitu damai berada di pangkuanmu, jiwa keibuanmu memang sangat baik."

Aku tau itu pujian, tetapi dengan keadaanku yang seperti ini kata tersebut malah terdengar seperti sindiran halus.

"Mau langsung ke hotel atau?"

"Langsung saja." Tawa palsuku tersebar.

Iblis
Jangan lupa minum obat. Lusa saya pulang.

Pesan singkat dari Shaka berhasil menghancurkan mood-ku. Kenapa lelaki itu cepat sekali kembali? Atau memang hari tanpanya selalu berlalu  kilat?

"Ini kembaliannya, Pak."

Napasku hampir saja terhenti, ketika suara yang selalu menghantui hariku tiba-tiba terdengar. Sedikit mendongak dan menemukan gadis kecilku yang sedang menyerahkan dua lembar uang dua ribuan kepada Alby, pancu jantungku semakin menjadi ketika anak itu masih sempat memberikan senyum manisnya kepadaku, sebelum kaca mobil benar-benar tertutup. Ya Allah, Nak, apa tidak ada dendam untuk wanita jahat sepertiku?

"Hey, kenapa menangis?"

"Aku... aku kelilipan." gugupku sambil mengusap kasar cairan bening yang entah kapan mulai berjatuhan.

"Perlu obat tetes?" Alby bersiap menepikan mobilnya dan segera kubalas dengan gelengan. "Oke, baiklah."

"Aku dengar Shaka sudah mengajukan gugatan cerai di pengadilan, apa itu benar?" cicit lelaki itu sepelan mungkin. "Maaf bukan mau ikut campur tapi ---"

"Tidak ada gunanya menjalani rumah tangga tanpa masa depan, memang seharusnya kami bercerai dari dulu." Aku berusaha tersenyum.

"Apa ini masalah anak?" tanya Alby kembali. "Maaf,  membicarakan hal sensitif seperti ini."

"Santai saja, aku tidak apa." Aku terkekeh paksa. "Kamu bahkan tau pernikahan apa yang kami jalani, bukan?"

"Aku masih mencintaimu, Radza." Sebelah tangan Alby terulur untuk menggegam jemariku.

"Aku mencintaimu lebih dari yang kamu tau." Senyumku mengembang.

"Sampai kamu melepaskanku dengan Hana?" Alby melirikku sekilas.

"Dia bisa memberikanmu anak, menikah denganku tidak menjamin itu," jawabku pelan.

"Tidak semua pernikahan untuk mendapatkan anak, Radza!" bantah lelaki itu tidak terima.

SELFISH (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang