Chapter #14

39.1K 1.8K 73
                                    

Hanya ada keheningan yang tercipta antara kami bertiga, kulirik Shaka yang fokus mengemudi dan kulihat dari kaca spion tengah, gadis itu yang masih setia dengan diamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya ada keheningan yang tercipta antara kami bertiga, kulirik Shaka yang fokus mengemudi dan kulihat dari kaca spion tengah, gadis itu yang masih setia dengan diamnya.

"Mampir makan dulu, saya lapar," ujar Shaka sambil membelokan mobilnya ke sebuah restaurant mewah dan aku hanya menurut. "Heh, anak piyik, kamu di sini saja, nanti saya belikan makanan," lanjut Shaka menengok.

Gadis itu menggeleng sambil menunjukan tas plastik hitam di tangannya. "Alaia sudah punya makan."

"Bagus kalau begitu, saya dan Radza akan makan di dalam, kamu boleh makan di sini, tapi ingat jangan mengotori mobil mahalku!" Alaia hanya mengangguk mendengarkan ocehan Shaka.

"Nyalakan mesinnya Shaka, nanti dia sesak nafas," ujarku memberitau.

Shaka mengerutkan dahinya, setelah itu menggeleng. "Kamu di luar saja deh, duduk di kursi itu sambil makan."

"Shaka!" Aku mendelik, menatap Shaka tidak suka. Tega sekali dirinya menyuruh gadis kecil ini makan di luar.

"Dia anak jalanan, Radza, makan di luar itu biasa!" Jika nada suara jelmaan iblis ini sudah naik sekian oktaf, bisa apa aku selain menurut.  Berdebat dengan calon penghuni jahanam memang tidak akan ada habisnya. "Kamu duduk di sana, kalau mau pulang duluan tidak apa, lagi pula sudah reda hujannya."

Untuk kesekian kalinya gadis itu hanya bisa mengangguk.

*

Kami makan dalam diam, hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar. Kutatap pemandangan malam hari dari balik jendela yang kebetulan terletak di samping kursiku.

"Alaia." Aku terperanjat ketika suara hujan mengusik pendengaranku.

"Eh, kamu mau kemana?" Kudengar teriakan nyaring Shaka tapi tidak kupedulikan, aku terus berlari mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapku aneh, tujuanku hanya satu yaitu Alaia, yang mungkin masih di luar dan kehujanan.

Tubuhku melemas ketika netraku tidak menemukan siapa pun di luar, di mana gadis itu? Apa dia sudah pulang ? Lalu jika iya, apa peduliku? Kenapa hatiku terasa berat?

"Kenapa kamu pergi tiba-tiba?!" Cengkraman kuat di bahuku membuatku menengok.

"Di mana Alaia?" tanyaku khawatir.

"Mana aku tau, mungkin sudah pulang atau kemana pun aku tidak peduli," jawaban setan Shaka membuatku mengerucut sebal.

"Minum obatmu dulu," ujar Shaka menarik kasar tanganku dan dengan segera kuhempaskan.

"Aku tidak mau!" tolakku.

"Kamu bisa mati kalau terus seperti ini!" Lelaki itu kembali menyeretku.

"Lalu apa pedulimu jika aku mati, Iblis?!" Kakiku terseok berusaha menyamai langkah lebar Shaka.

"Radzana...."

SELFISH (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang