Bagian 9 : WARNA EMOSI

457 90 20
                                    

Update berdasarkan jumlah vote dan comments

*
*
*
*
*

"Aku butuh bantuanmu."

Desahan nafas tertahan dari tenggorokan Chan begitu terdengar nyaring di seberang, karena selanjutnya si penelepon bertanya, "Kau keberatan?"

"Tidak," Chan menjawab cepat sambil menggeleng heboh, padahal orang di seberangnya juga tak akan melihatnya. "Tentu saja aku bisa membantumu," kata Chan, berusaha untuk terdengar yakin.

Orang di seberangnya terdiam. Chan juga. Mungkin hanya jantungnya yang berpacu kencang yang menjadi sumber suara. Keringat mulai membasahi wajahnya. Ayolah Chan, orang ini juga tak bakal bisa melihatmu, ia berusaha menenangkan dirinya dengan kata-kata ini. Namun hasilnya samaㅡChan masih gugup setengah mati bahkan setelah akhirnya dia mendengar si penelepon berbicaraㅡmungkin tepatnya memerintah, "Kalau begitu, datang ke Sungai Han hari Jumat minggu ini jam 10 malam lewat 10 menit. Temui bawahanku, dan kau harus berbisik padanya sambil menunjukkan bukti pembayaranku. Dengan begitu, dia akan memberitahumu bantuan apa yang kubutuhkan."

Atmosfir bilik telepon umum itu langsung dinginㅡbulu kuduk Chan berdiri karena nada tegas nan berat dari perintah sang penelepon. Tapi dia tidak punya waktu untuk mengeluhkannya. Dengan cepat, diiyakannya perintah itu dan menutup telepon itu, lalu lantas keluar dari bilik sambil memakai kembali topi dan masker yang tadi dilepaskannya sewaktu di dalam.

Mendadak, Chan merasa seseorang mengikutinya.

Ketika melewati eletase toko, ujung matanya melirik pantulan kaca dengan was-was. Namun nihil. Hanya ada orang-orang asing yang kebetulan berjalan di belakangnya, dan Chan rasa mereka bukan bawahan dari orang yang baru saja memerintahnya lewat telepon itu, kan?

Kau salah. Lubuk hati Chan memerangi pikirannya. Orang itu punya power, dan Chan rasa, insting buasnya tidak akan begitu saja membiarkan Chan berjalan sendirian di tengah keramaian kota, kan?

Apalagi setelah ia membunuh Soonyoung.

Chan berhenti sejenak. Ia mendongakkan kepalanya dan menatap langit. Tidak dipedulikannya badannya yang kian tertabrak oleh sekelilingnya sebab ia berdiri di tengah trotoar yang ramai.

Dihelanya nafasnya berat, kemudian tersenyum tipis, "Ini pembalasanmu ya, hyung?"

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

"Kau kelihatan buruk."

Bayangkan jika kau diejek seperti itu oleh Malaikat Kematianmu, apalagi setelah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Kemungkinan perasaanmu akan bertambah buruk. Tapi kelihatannya Soonyoung tidak mengalami hal itu. Dia mengunci mulutnya rapat-rapat, hanya mengangkat ruas-ruas jarinya untuk membentuk huruf 'o', mengacuhkan sepenuhnya eksistensi Wonwoo yang kini memandangnya heran. "Wah, aku tidak salah ingatan kan, kalau kau adalah orang yang sama, yang tadi menangis di Bukit Dendam?"tanya Wonwoo dengan nada sindiran.

Soonyoung masih bergeming, membuat Wonwoo mau tak mau terdiam juga. Mungkin, jika dia diberikan satu superpower oleh Yang Maha Kuasa, Wonwoo akan meminta untuk diberi kemampuan membaca pikiran kliennya.

Namun sepertinya itu tidak akan tercapai juga. Karena jika Wonwoo bertemu Yang Maha Kuasa, maka sudah pasti itu adalah saat ia mengirimkan kliennya tepat di depan Gerbang Kehidupan.

Último AtardecerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang