Part 13

15.1K 1.8K 83
                                    


"Wow...wow...aku melarang mu pergi, Mason. Dan kau harus menurut." Pita berjalan cepat mengikuti Mason yang berjalan ke arah ruang keluarganya setelah dia selesai mencuci piring. Sejak datang lagi ke rumah Mason, Pita terus mendebat keinginan Mason untuk memenuhi tantangan Ayahnya.

Mason duduk di karpet dan menyalakan televisi. Sejenak kemudian dia melemparkan tubuhnya hingga dia dalam posisi terlentang dan menyangga tubuhnya dengan beberapa bantal sofa. Pita menatap Mason putus asa. Dan dia menyerah. Mengikuti Mason merebahkan tubuhnya dan memeluk pria itu.

Mason tak mengatakan apapun. Dia tadi sudah mengatakan semua dengan jelas. Pantang baginya mengingkari janjinya. Apalagi sebuah janji untuk harga diri. Sebuah janji untuk memperjuangkan Pita pada Ayahnya.

Mereka terdiam dan menekuri televisi.

"Aku khawatir."

"Aku tahu."

"Aku tidak mau kau luka."

"Luka itu wajar. Mungkin hanya sedikit pecah di pelipis? Atau di bibir? Aku ini pria. Jadi wajar saja hal seperti itu."

Pita menggeram dan menggeleng. Bayangan Mason dengan wajah lebam dan bibir pecah...atau pelipis, atau mata bengkak...Pita menghela napasnya pasrah. Dia menyusupkan kepalanya ke leher Mason dan ingin sekali membujuk Mason dengan cara apapun. Tapi cara apapun pasti tidak akan bisa membuat Mason mengurungkan niatnya. Dia pria. Pria dengan harga diri kuat dan sekarung penuh gengsi. Bukankah rata-rata pria seperti itu? Pita berakhir dengan berdiam diri sementara Mason mengelus rambutnya perlahan.

"Berhenti khawatir. Aku cukup kuat untuk bertinju menghadapi Ayahmu."

Pita tak menjawab. Dia mengusap punggung tangan Mason dan menyusuri otot-otot menawan yang tercetak begitu jelas. Mereka tak bersuara lagi saat Mason mulai memilin rambut Pita perlahan.

"By the way...bagaimana dengan teman kampusmu itu?"

"Siapa?"

"Pemuda aneh yang menyusup ke rumahmu waktu itu. Apa kau tidak berniat melaporkan dia ke polisi. Menerobos properti orang lain jelas sebuah pelanggaran, Pita."

"Ibuku tidak melakukan apa-apa dan sejauh dia tak melakukan apa-apa, kupikir aku juga tidak akan melakukan apa-apa. Adakalanya, sesuatu tidak harus diselesaikan melalui jalur hukum bukan?"

"Aku tetap khawatir."

"Aku bisa menjaga diri."

"Dan membuatku khawatir jelas memperpendek usiaku."

"Haaah...begitukah?"

"Tentu saja. Lama-lama aku akan menderita penyakit jantung dan..."

"Oh...hentikan. Jantungmu akan tetap sehat. Aku tahu bagaimana cara menjaganya. Aku tahu pasti olahraga apa yang bisa menjaga jantungmu tetap kuat dan..." Pita menggangtung kalimatnya dan melirik Mason sambil tersenyum kecil. Sejenak Pita mengamati Mason yang dia yakin, tak lagi bercukur sejak hari itu. Hari di mana dia mengatakan dia ingin Mason mempunyai beard dan rambut yang sedikit panjang.

Mason menunduk menatap wajah Pita yang begitu dekat.

"Apa yang ada di pikiranmu?"

"Tidak ada..." Pita tertawa kecil lagi tanpa mengalihkan tatapannya pada Mason.

"Kau gadis kecil yang mesum..."

Tawa Pita meledak.

"Aku memang seperti itu. Mau bagaimana lagi?"

"Sejak kapan?" Mason menatap Pita yang kini mengalihkan pandangannya pada layar televisi.

"Seseorang menawari aku menjadi bintang iklan sereal itu setahun lalu, Mason..." Pita menunjuk layar televisi yang sekarang tengah menayangkan commercial break berupa produk sereal. Dan rasanya menurut Mason itu bukan pembahasan yang menarik. Pita cantik. Cantik dengan kecantikan khas latin yang seksi. Wajar kalau seseorang menawarinya menjadi bintang iklan. Dan bisnis keluarganya? Dunia entertainment rasanya tak pernah asing bagi seluruh Leandro. Banyak dari wanita Leandro adalah seorang model. Bahkan Nenek Pita pun dulunya seorang model. Jadi semuanya terasa wajar.

"Sejak aku umur 16 tahun dan..." Pita kembali menggantung kalimatnya lagi.

"Dan..."

"Dan aku lebih sering melihatmu."

"Wow...apa aku menjadi obyek fantasi liarmu?"

"Huum..."

Mason tertawa. Sebuah kenyataan yang mengetuk hatinya. Pita bahkan sudah memperhatikannya sejak dulu.

"Dan...kurasa aku sedikit berlebih...maksudku, gadis dengan libido yang besar."

Mason menutup mulut Pita dan menggeram. Dia tak menyangka gadis itu sanggup mengatakan hal seperti itu.
Bahkan gadis itu sekarang tertawa tertahan oleh bekapan tangannya. Sepertinya mengatakan hal seperti itu sangat lucu baginya. Mason menarik tangannya dan tawa Pita meledak.

"Aku harus bagaimana? Aku pendiam. Karena aku pendiam, banyak sekali pikiran menumpuk di otakku, Mason. Dan kalau aku harus merangkum berjuta pikiran yang terpenjara selama ini di kepalaku, selama bertahun-tahun...maka itu yang bisa aku katakan. Aku gadis dengan libido tinggi..."

"Paquita...!"

Pita tergelak sementara Mason terdengar menggeram tak percaya.

"Apa kau marah? Aku manis saat di depan orang lain. Tapi aku ingin aku membuka topengku saat bersamamu."

"Dan kau membuatku gerah."

Pita tertegun. Dia beranjak duduk dan menatap Mason yang menghela napasnya kesal.

"Kita bisa melakukan apa saja karena jelas aku tidak ingin pulang. Dan jangan memaksaku pulang."

Mason menatap Pita dalam.

"Apa kau menjadi kehilangan perasaanmu karena aku...terlalu terbuka mengungkapkan apa yang ada dipikiranku? Apa kau tidak menyukai gadis..." Pita menunduk lalu beringsut menjauh.

"Tentu saja tidak. Aku hanya khawatir aku tidak akan bisa menahan diriku." Mason meraih pinggang Pita dan membawanya mendekat. Tangan Mason menyelusup ke leher Pita dan membawa kepala Pita mendekat padanya. Ciuman yang sangat lembut Mason sematkan pada bibir Pita. Dan dia berlama-lama di sana.

"Aku bahkan masih tidak percaya aku mendapatkanmu. Aku sudah memikirkanmu sejak lama dan tak pernah berhasil membuatmu pergi dari otakku sekeras apapun aku berusaha dekat dengan gadis lain."

"Dan kau tidak mengatakannya. Kau membuatku harus menunggu bertahun-tahun."

"Kau Leandro Paquita. Dan Jefferson! Apa yang ada di pikiran para pria saat ingin mendekat padamu? Mereka akan mundur sebelum berjuang."

Pita mendesah kesal. Mungkin yang dikatakan Mason ada benarnya.

"Tapi aku mencintaimu." Pita berbisik lirih.

"Aku mencintaimu lebih dulu." Mason mencium bibir Pita dalam. Tangan Pita terulur mengusap rahang Mason. Pita menyukai sensasi itu. Sensasi menggelitik karena rambut halus di rahang Mason.

"Kau tidak mau pulang?" Mason bertanya pelan. Dan Pita menggeleng kuat.

"Ayahku tidak akan marah."

"Baiklah."

"Kapan orangtuamu pulang? Bagaimana tanggapan mereka kalau mereka tahu?"

"Aku bilang pada Ibuku aku sudah meniduri anak gadis keluarga Jefferson."

"Mason!" Pita jelas terkaget mendengar jawaban Mason.

"Ibuku bilang aku keren dan pintar mencari kekasih."

"Oh...sialan!"

"Teruslah mengumpat dan aku akan menelanjangimu di sini."

"Oh...sialan...sialan...sialan...!!!"

Dan seakan itu adalah sebuah ajakan untuk Mason. Mason menatap Pita tajam dan dia menggeram.

---------------------------

👑🐺
MRS BANG

MY SEXY CENAYANG GIRLFRIEND ( SUDAH TERBIT )Where stories live. Discover now