Q04. Menjadi Raden Yang Baru

9K 1.1K 983
                                    

Ananda mau jadi ayah dari anak-anaknya Raden, kan? Kalo gitu ayok kita bikin dedek lagi.

========

Wonwoo's Pov

Gue kira keajaiban itu gak nyata.

Walaupun nyata, setidaknya sebagai manusia gue gak mungkin merasakan itu secara pribadi bahkan secara langsung seperti ini. Pikiran gue selalu sesuai dengan kenyataan. Jika cowok gak mungkin bisa mengandung sama kayak perempuan.

Tapi, sebuah realita menyentil gue dan tentu saja gue harus memercayainya.

Di hari kemarin, gue akui cukup sulit untuk menyadari bahwa gue mengandung anaknya Ananda. Di samping gue lagi bersemangat untuk persiapan S2—sampe abai dengan masalah kesehatan, gue gak kepikiran kalo perbuatan kami berakibat pada hadirnya sebuah kehidupan.

Gue merasa bersalah tentu aja. Khususnya pada Ananda yang gak pernah absen memberikan cinta sejak kami sepakat menjalin hubungan asmara. Setiap dia menenangkan gue yang bermuram durja, wajahnya terlihat menderita menahan air mata.

Gue semakin merasa bersalah karena jadi kekasih yang gak berguna. Karena bukannya membalas cinta, gue malah menghilangkan kebahagiaan di hidup Ananda. Rasa sakit yang gue rasakan pasca operasi gak sebanding dengan luka yang ditanggung sendiri olehnya.

"Mas Wonwoo lagi apa?"

Papa Jaejoong muncul di depan kamar gue yang baru yakni di lantai dasar. Setelah pulang dari rumah sakit, Encing Beki punya inisiatif untuk menempatkan gue di kamar bawah karena gak memungkinkan untuk naik turun tangga.

Alhasil, gue gak bisa melawan orang tua sebab Mingyu cukup kesal pada awalnya, tapi karena semua demi kebaikan gue juga dia mencoba mengerti.

"Gak ngapa-ngapain kok Pa, cuma melamun."

Iya, hari-hari gue melamun doang kerjaannya. Menunggu Mingyu pulang yang biasanya segala jenis rindu gue tahan karena menyiksa. Jika kilas balik ke beberapa hari sebelum kejadian ini, gue jadi ingat semua yang gue lakukan gak pernah sendirian karena ada adek juga.

Tapi, sekarang?

Kayaknya adek marah karena bunda dan yandanya gak menyadari akan kehadiran dia sehingga memilih pergi ke surga. Gue memang pantas ditinggalkan. Orang tua seperti gue pantas ditinggalkan karena gak peka.

Rasanya air mata mau keluar lagi kalo gak ditahan karena ada Papa. Kemarin pas ngobrol dengan Daddy via telepon, tangisan gue pecah lantaran masih terbawa suasana. Gue berjanji dan putuskan untuk gak akan bikin kedua orang tua dan keluarga khawatir lagi.

Gak boleh.

Haram hukumnya.

"Papa bawain makanan kesukaan Mas Wonwoo, mau dimakan sekarang atau nanti?"

"Nanti aja, aku belum lapar."

Sentuhan lembut Papa mendarat di poni gue yang udah panjang. Lupa atau guenya gak sempet mikirin rambut lagi saking dibutakan oleh kesibukan menjemput S2. Gue rasakan kasih sayang tak terhingga dari sentuhan Papa dan yang pasti dirindukan setiap waktu, khususnya ketika kami masih tinggal bersama dulu.

"Mas Wonwoo mau liat sesuatu gak? Untung barangnya gak ikut disita, kalo iya album ini hilang, Papa pasti bakalan sedih."

Oh, iya, buat yang belum tau kepulangan Papa ke Indonesia untuk selamanya menjadi bukti perekonomian keluarga kami kembali normal lagi. Bahkan rumah di Bintaro udah bisa ditebus dan semuanya—baik Papa, Ningsih, dan Mbakyu Egi tinggal di sana terhitung dari hari kemarin.

QuerenciaWhere stories live. Discover now