Out of the Scene

16.5K 1.9K 82
                                    

It'll start with sour, sweety, and bitter
.

.
.

[SOUR]

Abis nonton, mereka ga langsung pulang. Singgah dulu di kafe buat ngopi sambil ngemil roti bakar. Ada live bandnya juga. lagunya romantis terus daritadi. Haechan yang ga bisa lepas dari hapenya aja sekarang lagi nikmati. Matanya berbinar. Lucu. Kayak anak kecil. Mana badannya ngayun kanan-kiri ngikutin iramanya. Kopi yang diminum Mark sontak kerasa kelebihan manis.

"Chan."

Haechan yang lagi asik liatin live band alihin pandangannya, natap Mark. Matanya ngelebar. Senyuman tahan di bibir Haechan.

Sesaat, Mark ngerasa semua ngabur. Suara live band, suara cakap-cakap, kesibukan di sekeliling mereka, semua buram. Yang ada di matanya cuma Haechan. Matanya yang legam, deru nafasnya yang lambat, tatapannya yang menghanyutkan. Seolah mereka hanya berdua. Tidak ada orang lain.

"Apa?" Tanggapnya. Badannya berenti ngayun kanan-kiri. Nunggu cowo itu ngomong.

"Gue..."

....suka, sama lu.

Harusnya dia bilang itu. Suasananya udah pas banget. Haechan juga kayaknya lagi seneng, sumringah, dia senyum-senyum terus. Tambah manis. Lucu. Ketawa-ketawa terus dari tadi. Apalagi lagunya juga romantis abis. Mark harusnya bisa ungkapin.

"Yeu, malah diem." Protes Haechan. Dia senggol lengan Mark. "Apaaa? Ada apaa?" Paksa Haechan.

Mark ketawa. "Kepo, ya?"

"Yeu, sialan." Haechan bales. Mukanya males. "Rusak mood, ah!" Haechan protes.

Ga siap.

Mark masih ga siap.

Dia masih takut Haechan belum sanggup.

"Nanti ajalah." Mark tenggak kopinya yang mulai dingin. Dia abisin roti bakar di depan mereka.

"Nanti nyesel lu." Kata Haechan. "Sekarang aja buru."

Mark geleng. "Ogah. Udah ga mood."

"Yeu." Haechan nyerah. "Awas lu ya kalau nyesel."

Mark ketawa. "Enggaaa. Ga nyesel. Suasananya udah beda."

Haechan angkat bahu tidak perduli. Ternyata Haechan benar, Mark menyesal tidak mengatakannya malam itu.

Mark sangat menyesal.

.
.
[SWEET]

Late-night-movie sama Lucas tuh nyenengin abis. Dia bisa bebas sandaran di pundak Lucas. Bisa ngobrol ngomongin apa aja tentang filmnya; goblok banget dah setannya! Ini, biasanya Renjun yang komentar. Bisa teriak sama ketawa heboh tanpa diteriakin. Cuma ada enam orang yang nonton. Semua berpasangan, asik sama kegiatannya masing-masing.

Renjun sih waras, dia cuma kadang suka cubit sambil kecup aja pipi Lucas, terus dibales, digigit pipi Renjun terus dia sok-sok marah. Mereka bakal ribut sendiri. Lupa sama filmnya.

Film horornya ga terlalu serem. Renjun ga takut sama sekali. Tapi, kadang si Lucas suka kerdus. Ga ada adegan serem tapi sembunyi sambil peluk-peluk Renjun. Untung sayang, kalau ga udah ditendang sama Renjun dari tadi.

"Ren."

Filmnya udah hampir mau abis. Renjun masih sendirin kepalanya di pundak Lucas. Enak. Empuk.

Renjun cuma bales pake 'hm' doang. Mulai ngantuk. Kalau ngantuk, Renjun jadi manja. Sekarang aja udah peluk-peluk lengan Lucas.

"Hng." Lucas ragu sebentar. Tapi terus dilanjut. "Mau .... Pindah kamar, ga?"

"Siapa? Elu?" Renjun respon. "Mau tuker kamar?"

"Bukaaan." Gemes, ah. Lucas deham. Mulai jelasin. "Kita, loh. Sekamar. Mau?"

Renjun diem. Cerna omongan Lucas. Dia masih peluk lengan Lucas, tapi badannya tegang. Ga sangka Lucas bakal ngomong kayak gitu.

"Kita sekamar?" Renjun ulang.

Lucas angguk.

"Terus kamar satunya lagi?"

"Ya, buat kamar tamu, lah. Atau buat gudang juga bisa."

Renjun kicep. Dia ga bisa nahan senyum bayangin sekamar sama Lucas. Rasanya pasti beda. Pasti. Pasti bikin nambah deg-degan. Bikin nambah ga bisa lepas. Ga bisa jauh. Makin cinta.

Renjun berani ga ambol resiko itu?

"Tapi lu kalau tidur pake baju dong, Cas!" Renjun agak teriak. Filmnya masih jalan. Suaranya ngaung.

"Lah, kenapa? Nafsu ya lu liat gue tidur ga pake baju?"

"Goblok." Renjun cubit lengan Lucas. "Gue suka AC-nya nyala. Kudu 19 derajat. Nanti lu masuk angin."

"Gampang itu mah." Lucas ucap santai. "Tinggal peluk lu aja langsung anget gue."

"Suka ngaco." Renjun bales.

Lucas ketawa. Dia kecup puncak kepala Renjun.

"Jadi?"

"Jadi?"

"Mau?"

Renjun kulum senyum. Eratin pelukannya di lengan Lucas.

"Bantuin gue pindahin barang ke kamar lu ya besok?"

"Siap!"

Iya. Renjun berani ambil langkah maju. Dia percaya Lucas.

.
.
.
[BITTER]

Jeno lepas helm di kepala Jaemin. Dia benerin rambut Jaemin. Senyum. Dia elus pelipis Jaemin lembut, turun ke pipi, lalu ke dagu.

"Boleh?"

Jaemin cuma diem. Tapi itu dianggap jawaban oleh Jeno.

Cowo itu deketin wajah, sampe Jaemin bisa cium aroma jahe yang tadi dia tenggak, Jaemin penasaran, apakah mulutnya juga searoma jahe seperti Jeno. Tapi milik Jeno bercampur dengan permen mint. Aromanya segar. Menyesakkan. Mendebarkan.

Jaemin ga sadar angkat tangannya, remas kemeja Jeno, niti jari di kancing Jeno dan lirik tipis bibir Jeno yang mendekat.

Jeno tidak cium bibir Jaemin. Dia kecup kening Jaemin. Lama. Hangat. Jaemin meleleh. Jarinya remas kancing kemeja Jeno. Jantungnya berulah, berisik, degupannya bikin Jaemin ketakutan. Takut Jeno denger jika Jaemin masih berdebar sekuat ini.

Ciumannya pindah ke pelipis, turun manis ke pipi lalu berhenti di sudut bibir Jaemin. Bergeming. Jaemin tidak menghentikan Jeno. Dia masih diam. Namun, jarinya masih terkait manja di antara sela kancing kemeja Jeno. Menandakan dia tidak ingin Jeno menjauh. Jaemin ingin pelukan Jeno.

"Selamat malam." Jeno bisik. Dia jauhin wajahnya. Jaemin menenerimanya tidak ikhlas. Dia lepas jarinya dari kancing kemeja Jeno. "Mimpi indah, ya." Jeno senyum. Usap puncak kepala Jaemin.

Jaemin ngangguk. Dia bales senyuman Jeno tipis. "Kamu hati-hati." Bisiknya.

"Semoga besok..." Jeno tatap Jaemin. "...kamu cinta lagi sama aku."

Masih. Masih cinta.

"Sekarang gapapa kalau masih benci." Jeno kaitin jarinya ke Jaemin. Manis sekali. Dia elus jari Jaemin dengan lembut. "Goodnight."

Dengan ga rela, Jeno lepasin jari Jaemin. Kasih lambaian. Jeno pake helmnya, nengok buat kasih senyuman, lalu jalanin motornya menjauh.

Jaemin masih melayang.

Masih cinta.

Masih benci, juga.

....
How it will end?

Elegi [NOMIN]Where stories live. Discover now