(Malam) H - 6

16.8K 1.8K 363
                                    

Jeno tadi nawarin Jaemin makan, tapi cowo itu nolak, capek, katanya. Pingin langsung pulang aja. Jeno sih manut. Pas udah di depan pagar rumah Jaemin. Jeno tungguin Jaemin turun dari motornya, sedikit bantuin Jaemin juga yang kerepotan buka helmnya.

"Makasih, hehe." Jaemin kasih cengiran lucu. Dia ulurin helmnya ke Jeno. "Makasih juga udah anterin aku pulang."

Jeno kaitin helm Jaemin di stang motornya. "Kembali kasih." Terus senyum. "Nanti kapan-kapan kalau mau nebeng lagi kasih tau, ya."

Jaemin ngangguk sambil sok sibuk naikin risleting sweaternya. Pipinya merah. Dia berdeham kikuk.

"Mobilmu rusak, No?" Tanya Jaemin.

"Engga, sih. Cuma ada masalah aja di remnya. Katanya besok kelar. Dibawa ke tempat service langganannya Mark." Jeno kasih penjelasan.

"Oooh." Jaemin menanggapi. Pipinya masih merah. Apalagi ditambah sama tatapan Jeno.

"Masuk, sana." Jeno nyuruh lembut. Matanya hangat, natap Jaemin. Walau sebenarnya ga rela pisah sama Jaemin.

"Yaudah," Jaemin kulum senyum. Dia jalan mundur. Masih liatin Jeno. "Jeno hati-hati di jalan."

"Iya."

Jeno ngangguk. Mulai nyalain motornya tapi tiba-tiba dia matiin lagi. Malah buka helmnya terus panggil nama Jaemin.

Jaemin natap Jeno. Bingung. Jeno turun dari motornya. Dia rogoh saku jaket sambil sibuk jalan, terus berhenti tepat di depan Jaemin.

"Tanganmu, mana?" Jeno pinta.

Jaemin angkat tangannya. Kasih unjuk telapak tangan. Jeno dengan lambat, taruh sesuatu di atas telapak tangan Jaemin. Dingin. Berat. Sesaat tertutupi jari Jeno, lalu ketika benar-benar dilepas, Jaemin bisa lihat benda apa yang diberikan Jeno padanya.

Cincin.

Cincin pertunangan mereka empat tahun lalu.

Warnanya putih. Desainnya sederhana. Ada pahatan nama mereka di lekuk dalamnya.

Jaemin tercekik. Ingatannya kelempar pada saat Jeno makein cincin itu ke tangannya. Lembut. Penuh cinta.

Dia ga paham maksud Jeno ngasih dia cincin ini lagi untuk apa.

"Kamu milih untuk jadi temanku." Jeno mulai. "Lalu kamu juga milih buat jatuh cinta sama aku." Jeno awalnya nunduk, tapi perlahan dia angkat wajahnya, dia kasih tatapannya ke Jaemin; sedalam mungkin, bikin Jaemin hanyut akannya.

"Dimomen kamu akhirnya nerima aku; apa adanya, dimomen itu juga aku lepasin segalanya dan rubuhin semuanya untuk kamu; masa depanku, cita-citaku, juga kepercayaanku. Aku terbang terlalu tinggi bukan untuk menuhin egoku, Na. Aku ingin pantas buat kamu."

Akhir-akhir ini omongan Jeno sering bikn Jaemin ngeringis sendiri. Masalah ini bikin dia banyak tahu tentang Jeno. Semua pandangannya, tutur-lembutnya, cara dia nanganin masalah, Jaemin jadi seperti benar-benar mengenal Jeno.

"Aku pingin bisa dibanggain buat kamu. Aku pingin orang lain tahu, jika di sini, di hubungan ini, bukan kamu yang beruntung dapetin aku; tapi aku. Aku manusia terberuntung yang udah berhasil jadiin kamu pendampingku selama ini."

Telapak tangan Jaemin masih terbuka. Cincinnya masih di sana. Angin malam ngelus wajah Jaemin. Bikin dia menggigil; entah karena ucapan Jeno atau karna yang lain.

"Aku kasih cincin ini empat tahun lalu, dengan niat suatu saat nanti aku bisa ikat kamu secara sah, secara suci, secara sakral. Kamu dan aku. Kita. Itu yang aku janjikan untuk kamu. Kita. Kita berdua."

Elegi [NOMIN]Where stories live. Discover now