Bab 3

7.3K 941 82
                                    

• Haruno Sakura •

Tuan Fugaku bawa mobil dengan tenang. Dia tidak banyak bicara sejak meninggalkan pusat medis. Entah memang begini sikapnya atau aku yang telah membuatnya kesal karena panik. Dia tidak menerangkan dengan pasti apa yang telah mereka lakukan padaku, tapi yang jelas aku telah dipasangi chip, entah apa artinya itu. Topik tentang microchip dan GPS membuatku gugup. Aku yakin itu bukanlah hal yang baik.

Ponselnya berdering. Dia lirik layar sambil menghela napas. "Dokter Watanabe, apa kabar?" suaranya terdengar menyenangkan, namun sama sekali tidak cocok dengan ekspresinya saat ini. Sama-samar kudengar suara pria menjawab di telepon, tapi tidak jelas apa yang dia katakan.

"Apa? Dimana dia?"

Tuan Fugaku mendengus sejenak, berterima kasih pada dokter itu dan menutup telepon. Dia tekan tombol di ponselnya dan mendengarkan dering. Tak lama kemudian terdengar bunyi bip dan Tuan Fugaku mengerang. "Uchiha Sasuke, kau cuma punya waktu 20 menit untuk meneleponku atau mobilmu kusita," katanya tajam. Tuan Fugaku menutup telepon dengan kasar dan menghela napas.

Tuan Fugaku kembali tenang, keheningan ini terasa begitu canggung. Setelah beberapa saat kemudian, perutku berbunyi keras dan mukaku langsung merah.

Tuan Fugaku melirik jam di mobil. "Kau tidak sarapan pagi ini?" tanyanya.

"Tuan Kizashi tidak pernah mengizinkan kami sarapan, Tuan."

Kulirik Tuan Fugaku, dia sedang memutar bola matanya. "Tidak heran kalian semua begitu kurus. Kapan terakhir kali kau makan?"

"Dua malam yang lalu, Tuan," kataku. Kepala Tuan Uchiha langsung tersentak.

"Oh Tuhan, kalau begitu kau perlu burger keju," gumamnya. Aku tersenyum kecil.

Dia mengemudi dengan cepat selama satu menit sebelum menginjak rem dan berbelok ke tempat parkir. Aku mendongak dan melihat ada dua lengkungan berwarna emas, membentuk huruf M. Mataku melebar. Aku tidak sepenuhnya abai akan dunia luar. Walaupun aku tidak pernah mengalami langsung hal-hal yang dilakukan orang lain, bukan berarti aku tidak tahu tentang keberadaan tempat seperti ini. Terkadang aku lihat iklannya di koran dan majalah yang kubaca ketika tak ada orang. Aku juga dapat pengetahuan tentang dunia luar dari TV. Aku memang tidak pernah duduk menikmatinya, tapi aku curi-curi pandang ke layar saat tak ada yang memerhatikan dan aku juga bisa dengar suaranya dari ruangan lain ketika Tuan Kizashi atau istrinya menonton. Jadi walaupun dari lahir aku seorang budak, tersembunyi dari dunia luar, bukan berarti aku tidak tahu apa itu rumah makan cepat saji.

"Apa kau pernah coba makanan cepat saji?" tanya Tuan Fugaku saat mobil masuk ke jalur lantatur. Aku menggeleng dan dia menghela napas. "Kau mau makan yang mana?"

"Ah, apa pun yang ingin Tuan pesan," kataku, sedikit terkejut Tuan Fugaku tidak cuma membelikan aku makanan, tapi dia juga bertanya apa yang kumau. Pertama kalinya aku diperlakukan seperti ini.

"Pilih saja apa yang kauinginkan," kata Tuan Fugaku, mengangkat bahu. Kulirik menu, agak kewalahan.

"Mungkin nugget ayam, Tuan?" Dia mengangguk, memesan burger nugget ayam dengan soda. Tuan Fugaku membayarnya dengan kartu kredit warna perak. Petugas lalu menyerahkan kantong makanan.

"Kau boleh makan di mobil," kata Tuan Fugaku. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih, tapi dia lambaikan tangan sambil bilang ini bukan hal besar. Aku agak terpana. Baginya ini tidak istimewa, tapi ini sungguh berarti untukku. Mungkin ini memang hal sederhana, tapi belum pernah ada seseorang yang baik padaku.

Aku makan dengan perlahan dalam keheningan, menikmati tiap gigitan meskipun aku lapar. Aku juga senang merasakan gelembung-gelembung soda di mulut, karena belum pernah mencicipinya sebelum ini. Tuan Kizashi melarang kami minum apa pun, kecuali air dan sesekali segelas susu atau jus buah jika suasana hatinya sedang baik.

One Warm WinterWhere stories live. Discover now