Bab 12

5.2K 752 61
                                    

• Haruno Sakura •

Dokter Fugaku melintasi kota dan kembali berhenti di tempat parkir. Kulihat ke atas, ada bangunan yang memiliki tanda merah, putih, dan hitam, tapi aku tidak tahu cara membaca kata yang tertulis di sana. Dokter Fugaku melirik ke arahku, jadi aku langsung buang muka, tidak mau tertangkap basah sedang mengeja tulisan.

Dia keluar dan membukakan pintu untukku. Aku mengikutinya ke dalam toko dan langsung menyadari ini adalah tempat jual-beli ponsel, karena ada ponsel dimana-mana. Seorang pria menyambut Dokter Fugaku dengan akrab.

Aku cuma diam berdiri sementara Dokter Fugaku bicara dengan pria itu tentang ponsel yang tampaknya sudah dipesan beberapa waktu yang lalu. Pria itu pergi sebentar dan Dokter Fugaku mengeluarkan ponselnya, mulai menekan-nekan tombol. Tak lama kemudian, pria itu kembali sambil membawa sebuah kotak kecil. Dokter Fugaku mengeluarkan kartu kredit berwarna perak dan berjalan ke konter untuk membayar. Setelah Dokter Fugaku selesai, dia ucapkan sampai jumpa dan kami berjalan keluar.

Aku kembali naik mobil dan Dokter Fugaku melaju selama beberapa menit, berhenti di depan bangunan yang tampaknya sebuah restoran, tapi lagi-lagi aku tidak bisa baca namanya. Dokter Fugaku mengambil kotak yang dia bawa dari toko ponsel, keluar dari mobil, dan berjalan ke sisiku, membuka pintu dan memberi isyarat agar aku keluar. Kami beranjak ke dalam restoran dan langsung duduk. Pelayan memberiku sebuah menu. Aku cuma menatap gambar-gambar di dalamnya, karena aku tahu Dokter Fugaku-lah yang akan pesan untukku.

Dokter Fugaku memesan dua gelas soda, meraih kotak, dan mengeluarkan ponsel berwarna putih. Dia mulai menekan tombol. Aku hanya duduk diam, tidak ingin mengganggunya. Pelayan kembali membawa minuman kami dan Dokter Fugaku memesan dua piring pasta dengan irisan ikan. Setelah pelayan itu pergi, Dokter Fugaku menatapku sambil tersenyum. "Kau tidak keberatan makan pasta, bukan?"

Aku menggeleng. "Tidak apa-apa, Dokter."

Dia mengangguk, kembali mengalihkan perhatiannya pada ponsel. Beberapa saat kemudian, Dokter Fugaku mendorong ponsel itu melintasi meja ke arahku. Aku keheranan menatapnya dan dia tersenyum. "Itu milikmu. Aku tidak bisa membiarkanmu keluar rumah tanpa bawa ponsel."

Aku mengangguk dan meraih ponsel itu, kuambil dengan ragu-ragu. Kuperhatikan ponsel itu dengan teliti. "Terima kasih, Dokter," kataku.

Dia mengangguk. "Ada beberapa aturan yang perlu kita bahas. Aku sudah simpan nomorku dan nomor anak-anak di dalam ponselmu. Kau boleh simpan nomor Ino atau Izumi jika kau mau. Kau boleh menelepon sebanyak dan sesering yang kauinginkan. Kau diizinkan punya teman, baik laki-laki maupun perempuan, tapi kau butuh persetujuan sebelum menjalin persahabatan dengan mereka. Anak-anakku akan menjauhkanmu dari orang-orang yang tidak boleh punya hubungan denganmu. Aku belum menjelaskan ini lebih jauh; Itachi bilang padaku tadi malam, kau tidak tahu bahwa kau diizinkan keluar rumah. Asalkan pekerjaanmu selesai, kau bebas keluar. Para wanita sebelumnya senang jalan-jalan ke hutan dekat sungai. Pemandangannya sungguh indah di sana. Kau tidak berkewajiban membersihkan pekarangan, karena kita punya tukang kebun yang datang sesekali, tapi tentu saja kau boleh menanam bunga atau berkebun. Aku tidak tahu jika kau senang hal semacam itu. Pada akhirnya kau akan pergi ke tempat umum sendiri setelah kau terbiasa hidup di sini, tapi kau harus selalu waspada saat bicara dengan orang lain. Selain Izumi dan Ino, tak seorang pun tahu apa sebenarnya peranmu di rumahku. Apa kau mengerti?"

"Ya, Dokter."

"Ingat waktu aku bilang kau dipasangi chip?" tanya Dokter Fugaku. Aku mengangguk. "Seharusnya aku jelaskan lebih baik lagi. Chip milikmu berupa benda kecil yang diletakkan di bawah kulit. Aku bisa saja melacak gerakanmu dan mengawasimu jika kumau. Aku bisa menemukan lokasimu di mana pun di dunia ini hanya dengan menekan sebuah tombol. Karena itulah mustahil bagimu untuk benar-benar melarikan diri dan bersembunyi dariku. Sepertinya aku tidak akan sampai melacakmu seperti itu, ini cuma sebagai tindak pencegahan saja. Karena aku selalu bisa menemukanmu, maka aku mengizinkanmu keluar sendiri, sebab aku yakin kau pasti akan kembali. Aku tidak takut kau akan lapor ke polisi, karena aku juga yakin kau tidak sebodoh itu. Kau tahu benar jika kau melibatkan polisi, itu sama saja dengan cari mati."

One Warm WinterWhere stories live. Discover now