Bab 26

7K 649 85
                                    

• Uchiha Sasuke •

Aku kembali berjalan ke dapur dan bersandar di ambang pintu, menyilangkan tangan di dada. Sakura mengeluarkan piring terakhir dari mesin cuci piring lalu menyimpannya. Aku menyeringai sambil menggeleng sendiri, teringat dengan konyolnya situasi. Ternyata mesin cuci piring butuh cairan pembersih khusus, walaupun mesin itu kegunaannya untuk mencuci piring kau tidak bisa pakai sabun cuci piring biasa. Siapa yang tahu hal itu? Aku tidak pernah mengoperasikan mesin itu sebelumnya, aku cuma ingin membantu, tapi aku malah menciptakan lebih banyak kekacauan. Itulah sebabnya kenapa aku tidak pernah membantu - aku punya kebiasaan untuk memperumit keadaan. Syukurlah Sakura tidak marah. Namun itu membuatku jengkel, karena aku ingin cepat-cepat kembali ke atas agar kami bisa bicara sebelum kedua saudaraku bangun. Dan jujur, aku tidak senang berbuat kesalahan di depan gadisku - itu sungguh memalukan. Belum pernah aku berusaha membuat seorang gadis terkesan sebelumnya, kebanyakan para jalang itu sudah langsung terpesona padaku, tapi aku sungguh ingin membuat Sakura terkesan. Aku seperti anak anjing yang senang hati melompati lingkaran dan berguling demi mendapat camilan. Tapi Sakura histeris dengan semua hal yang terjadi, sepertinya semua kekonyolan itu sepadan. Jika itulah yang diperlukan untuk membuat gadisku tertawa terbahak-bahak, aku akan lebih sering mengacau.

Aku merasa seperti bajingan, karena membiarkan Sakura mengepel lantai, tapi aku tahu kerjanyalah yang efisien dalam hal itu dan tentunya lebih cepat daripada aku. Maksudku, aku mau saja mengepel, tapi dia pasti akan membuntutiku dan mengulang semuanya lagi, jadi masuk akal jika Sakura saja yang menanganinya sejak awal. Setidaknya aku sudah berusaha menyedot debu ruang keluarga, tapi berusaha adalah kata kuncinya, karena ternyata menyedot debu lebih sulit dari kelihatannya. Aku tahu Sakura akan kembali menyedot debu ruangan itu sebelum Ayah pulang dan aku sama sekali tidak menyalahkannya - aku memang payah bersih-bersih.

Sakura berbalik dari meja dan memekik kaget, jelas tidak sadar aku dari tadi berdiri di sini. Tangannya langsung naik ke dada, tapi dia tersenyum kecil. "Aku sudah selesai," kata Sakura, melihat sekeliling. Aku mengangguk, mengamati dapur. Lantainya begitu bersih dan berkilauan; aku bisa bercermin di atasnya.

"Bagus, karena aku sangat lelah," sahutku. Aku hampir tidak tidur semalam, karena sangat mengkhawatirkan Sakura. Dia tidak mau menjawab atau membuka pintu untukku dan itu membuatku gila, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan atau bagaimana keadaannya. Aku tidak bermaksud menakuti Sakura; kupikir aku membantunya. Sekarang aku sadar betul bagaimana situasi semalam terlihat dan aku merasa bersalah. Aku tak ingin Sakura berpikir bahwa aku melihatnya sebagai sebuah properti, namun begitulah caraku memperlakukannya. Dan tentu saja aku memperparah keadaan dengan bertingkah seperti biadab keparat yang mengingatkan Sakura pada tuan lamanya sekaligus ayahku. Sakura bercerita dia pernah menyaksikan seorang gadis ditendang sampai mati dan efek apa yang terjadi padanya setelah itu, namun karena aku bodoh, aku hampir mengulangi peristiwa yang sama tepat di depan Sakura pada seseorang yang ternyata telah membantunya. Dan sialnya, sekarang aku merasa seperti bajingan karena telah menghajar Inuzuka. Tak pernah terpikir olehku aku akan menyesal telah menghajar si keparat itu. Namun, dia telah mencegah Sakura dicelakai Karin, dia sungguh tidak pantas menerima murkaku saat itu. Aku masih tidak percaya pada Inuzuka, apa lagi saat dia berada di dekat Sakura, tapi aku sadar sekarang tidak seharusnya aku menganiaya Inuzuka seperti kemarin.

Aku berbalik, lalu keluar dari dapur, melirik ke belakang sambil menaiki tangga untuk memastikan Sakura mengikutiku. Dia tersenyum kecil dan kuulurkan tanganku padanya. Aku tahu betul ketika Ayah kembali, kami tidak bisa berbuat hal-hal kecil lagi seperti berpegangan tangan. Jadi akan kumanfaatkan seluruh kesempatan ini selagi bisa. Sakura meraih tanganku dengan hati-hati dan aku menyeringai, mengaitkan jari kami. Sakura punya tangan yang mungil dan luar biasa lembut. Sebagian besar perempuan jalang di SMA juga memiliki tangan yang lembut, jadi itu bukan hal asing bagiku, tapi kebanyakan yang dilakukan para pelacur itu dengan tangan mereka adalah mengobrak-abrik klitoris dan masturbasi. Jadi tak heran jika tangan mereka sama sekali tidak retak-retak dan kasar. Tapi aku kaget dengan kelembutan tangan Sakura, mengingat dia pegang larutan kimia pembersih berbahan keras sepanjang hari.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang