Bab 16

5K 710 79
                                    

• Haruno Sakura •

Aku menghela napas dan berguling, melirik jam alarm. Angka-angkanya sangat terang dan berwarna kuning, membuat mataku perih sekali pun lampu kamar menyala terang. Kulihat sekarang sudah pukul 05:33. Aku mengerang. Aku haus, tenggorokanku kering. Entah kenapa sepanjang malam aku tidur dengan gelisah. Aku juga agak cemas tanpa alasan yang jelas.

Aku kembali menghela napas, lalu duduk, membuka selimut. Aku beranjak dari tempat tidur, berjalan ke lemari, melihat sekeliling. Aku tidak nyaman berjalan di luar kamar mengenakan celana dan piyama pendek, karena aku merasa itu tidak senonoh. Belum pernah aku punya pakaian seminim itu ketika tinggal di Jōmae, walaupun cuacanya begitu panas di sana. Istri Tuan Kizashi pasti akan panik jika kami para budak menampakkan kulit sebanyak ini. Kulepas celana pendek, lalu menggantinya dengan celana berwarna hitam.

Kubuka pintu dengan perlahan sambil mendengar suara. Di sini hening, tak terdengar apa-apa dari kamar Sasuke. Dia biasanya memang mulai bersiap-siap pukul enam pagi. Aku berjalan menuruni tangga, terdengar suara air mengalir di lantai dua. Seseorang tengah bersiap-siap menyambut hari ini. Sepertinya berasal dari kamar Dokter Fugaku. Kupastikan bergerak setenang mungkin, aku tidak mau membangunkan yang lain. Aku berhasil turun ke lantai satu, namun tiba-tiba membeku, mataku melebar.

Di sini benar-benar hening dan gelap, hanya ada cahaya remang yang berasal dari dapur. Cahaya itu menyinari lantai yang agak ditinggikan sebagai tempat piano. Samar-samar terlihat Sasuke di sana. Dia sedang duduk di tengah bangku piano, bahunya merosot, kepalanya pun tertunduk. Aku tidak bisa melihat wajahnya dari tempatku berdiri, tapi berdasarkan posisinya saat ini bisa kuasumsikan matanya terpaku menatap tuts piano.

Aku agak terkejut. Itachi pernah bilang bahwa Sasuke sangat protektif terhadap pianonya itu, tapi ini pertama kalinya aku lihat Sasuke duduk di sana. Tak pernah aku dengar dia main piano, tapi aku yakin dia bisa memainkannya, apalagi dia yang jadi pemilik piano itu. Tidak mungkin orang beli piano hanya sebagai pajangan saja, bukan?

Aku jadi bingung hendak melakukan apa. Bahasa tubuh Sasuke bilang ada sesuatu yang tidak beres, dan seolah-olah aku sedang mengganggunya - melihat sesuatu yang seharusnya tidak boleh kuketahui. Ini seperti hal yang sakral - sesuatu yang sangat pribadi dan begitu intim. Ditambah lagi, aku yakin Sasuke tidak dengar aku turun tangga, karena dia sama sekali tidak berbalik atau mengakui keberadaanku, dan aku tidak ingin menakutinya. Reaksi Sasuke tidak pernah baik ketika kaget, aku telah belajar dari pengalaman. Jadi aku cuma bisa membeku di tempat.

Kudengar Sasuke menghembuskan napas dengan keras, udara yang dia keluarkan begitu goyah. Sasuke mencengkeram erat-erat rambutnya, kepalanya kian tertunduk. Tubuh Sasuke mulai gemetaran dan dadaku rasanya robek saat isak pelan keluar dari mulutnya. Aku terkejut dan terperangah, sekaligus bingung. Sasuke menangis.

Aku dengan cepat mundur selangkah, setenang mungkin, lalu berbalik. Sudah pasti ini momen pribadi, dan tak seharusnya aku lihat ini. Aku tidak boleh melihat Sasuke dalam keadaan seperti ini. Kuraih pegangan tangga, mulai berjalan naik sambil menahan napas dan bergerak setenang mungkin agar tidak ketahuan. Kuhembuskan napas lega ketika sampai di lantai dua. Aku tidak mau mencampuri urusannya.

Aku kembali ke kamar dan duduk di tempat tidur dengan bingung. Aku tidak bisa berhenti memikirkan Sasuke, hatiku hancur melihatnya terluka karena sesuatu. Aku masih tidak tahu persis apa yang sebenarnya kurasakan terhadap Sasuke, apa tepatnya sentimen yang mengaliri tubuh ini. Belum pernah kurasakan hal serupa sebelumnya dan aku curiga. Berdasarkan detak jantungku yang tak menentu dan sensasi geli di kulitku, ini adalah perasaan romantis. Aku jadi takut, karena aku tidak pernah menyangka akan dilanda hal seperti ini, tapi aku sadar mana mungkin aku bisa berbuat apa-apa, mengingat posisiku dalam kehidupan ini. Walaupun begitu, Sasuke adalah titik lemah bagiku, dia berhasil masuk dan menggetarkan hati ini, dan tentu saja membuatku rentan.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang