Lima

520 82 10
                                    

Mingyu menatap pantulan dirinya di cermin, dia menghela napas berat saat memikirkan hal apa yang dia katakan pada Jiyeon.

"Apa Jiyeon akan datang?" Mingyu bertanya pada pantulan dirinya, apa mungkin Jiyeon akan datang setelah apa yang dia katakan kemarin.

Dia melepaskan kembali hoodie yang dia kenakan,  menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang. Sepertinya percuma saja jika dia pergi kesana, Jiyeon juga tidak akan datang. Namun tidak lama Mingyu kembali menegakkan tubuhnya, dia meraih hoodie itu kembali lalu berjalan keluar dari kamarnya.

***

"Benarkan dia tidak datang," gumam Mingyu,  dia menghela napas berat. Melirik pada ujung sepatunya lalu beranjak dari duduknya.

"Aish aku pergi saja!"

"Yak! Kau sedang mempermainkan ku?"

Tap!

Langkah kakinya terhenti, debar jantungnya berdetak tak terkendali dia rasa. Mingyu membalikkan tubuhnya dengan lambat, dia meneguk ludahnya dengan paksa.

"J-jiyeon?"

"Kau kira siapa?" ketus gadis cantik itu, dia merogoh sling bagnya lalu memberikan dia tiket yang kemarin Mingyu berikan.

"Jadikan?" tambah Jiyeon membuat Mingyu membulatkan matanya sempurna, ah jadi Jiyeon tidak jadi membuangnya. Mingyu memalingkan wajahnya, dia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ah suasana macam apa ini, kenapa begitu canggung.

"Kau tidak membuangnya?"

"Hampir, tapi aku mengurungkannya," ucap Jiyeon lalu menyunggingkan senyuman tipis untuk Mingyu.

"Kajja?" Mingyu menengadah tangannya, dia menatap Jiyeon yang memandangnya bingung.
"Wae?"

"Tidak mau masuk?"

Jiyeon menunduk malu, dia memalingkan wajahnya yang memerah lalu meraih tangan Mingyu dengan malu-malu.

'Kenapa jantungku berdebar seperti ini?' batin Jiyeon melirik pada tangannya yang di genggam Mingyu.






'Tuhan jangan hilangkan ingatan ini. '

Mingyu melirik wajah cantik gadis di sampingnya,  dia tersenyum tipis melihat bagaimana Jiyeon begitu menikmati drama yang mereka saksikan.

Flashback on.

"Aish menyebalkan!"

Jiyeon menghentikan langkahnya,  dia berbalik dan kembali menuju tempat sampah dimana tadi dia membuang tiket drama musikal yang Mingyu berikan.

"Ah molla lupakan saja!" seru Jiyeon dia melirik kanan dan kirinya lalu mengambil kembali dua tiket yang tadi dia buang.

Flashback off.

"Sejak kapan kamu bermain biola?"

"Kelas 5. Sejak saat itu aku memiliki untuk menjadi seorang pemain biola yang luarbiasa."

"Wah aku rasa itu tidak akan lama lagi," timpal Mingyu dia menggeser duduknya semakin mendekati Jiyeon, melirik dengan gugup pada gadis yang kini tengah menatap ke arahnya.

"Kamu? Apa mimpi mu?" Kini giliran Jiyeon yang bertanya apa mimpi yang Mingyu miliki.

"Menjadi penyanyi," jawab Mingyu dengan singkat. Jiyeon membalikkan tubuhnya,  dia menghadap Mingyu dengan tatapan tidak percaya. Dia?  Astaga sungguh tidak terduga. Jiyeon ingin tertawa namun itu pasti akan terlihat tidak sopan.

"Wae?"

"Aku pikir kamu tidak berpikir untuk menjadi penyanyi," ceplos Jiyeon membuat Mingyu kini menatapnya tidak percaya. Sebenarnya gadis ini meragukan kemampuannya atau bagaimana?

"Yak kamu meragukan ku?"

"A-ani! Hanya saja ku pikir mimpimu bukan itu." Jiyeon berusaha menjelaskan sesuatu pada Mingyu,  ah rasanya masih sulit untuk percaya.

"Arasho kamu memang meragukanku!" keluhnya,  dia mengubah posisi duduknya menjadi membelakangi Jiyeon.

"Yak!  Yak!  Bagaimana bisa kamu semarah itu? Buktikanlah!" ketus Jiyeon memaksa Mingyu untuk kembali berhadapan dengannya.

"Shiroo!"

"Yak wae?" tanya Jiyeon meminta penjelasan, kenapa dia tidak mau menunjukkan kemampuannya di hadapan Jiyeon.

"Jika aku debut nanti, lagu pertama yang ku nyanyikan itu untuk kamu."

Jiyeon mengerinyit bingung? Maksudnya? Kenapa harus untuknya?

"Memangnya kenapa?"

"Aish! Apa kamu tidak bisa melihatnya dengan jelas?" Mingyu menghela napas kasar. Oh Tuhan harus sejelas apa lagi dia menunjukkan perasannya?

"Molla!"

Plak!

"Arasho! Sepertinya ucapan tidak bisa menjelaskan semuanya!" Kembali Minta menghela napasnya kasar. Dia tadi menepuk dahinya pelan,  sebelum memalingkan wajah kesalnya. Yah bodoh dan polos memang beda tipis

"Aku ti-"

Cup!

Kalimat itu terpotong oleh kecupan Mingyu di bibirnya,  dia mencium Jiyeon dengan tiba-tiba.

Deg!

Deg!

Deg!

Hazel indah itu terbelalak sempurna, dia menatap obsidian hitam yang memerangkapnya. Apa ini? Mingyu mencuri ciuman pertamanya? Apa yang harus Jiyeon lakukan?

Menamparnya?

Atau membalasnya?

'Kenapa dia manis sekali,' batin Mingyu melihat bagaimana reaksi gadis yang dia cium, bibir keduanya masih saling menempel. Mingyu masih belum melepaskannya ataupun melumat bibir cherry itu,  untuk sesaat Mingyu menikmati raut terkejut Jiyeon yang terlihat begitu manis.

Lembut!

Dan penuh perasaan Mingyu mulai melumat bibir cherry itu, dia mengarahkan tangannua pada belakang kepala Jiyeon untuk semakin memperdalam ciumannya yang masih belum berbalas.

'Ah bagaimana ini?' Jiyeon masih belum menutup matanya,  dia juga tidak bisa terlepas dari kebekuannya. Bahkan benda lunak itu mulai melumat miliknya, seperti ingin meledak dia rasa. Sensasi ini? Perasaan merinding ini? Dan apa lagi ini kenapa Jiyeon merasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di bawah perutnya.

Perlahan hazel indah itu menutup dengan kaku dia membalas setiap kecupan dan lumatan yang Mingyu lakukan padanya. Pelan, kedua tangan itu bergerak menuju leher Mingyu. Jiyeon mengalungkan kedua lengannya dan semakin mempersempit jarak diantara keduanya.

TBC....

YOUNG MOMजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें